Implementasi Hak-Hak Asasi Manusia Menurut Alkitab
Alkitab menyaksikan bahwa Allah memberikan hukumnya kepada manusia untuk dapat melaksanakan kebebasannya tanpa mengganggu hak-hak orang lain. Tanpa ketaatan pada hukum, kebebasan akan terperosok pada tindakan liar tanpa batas yang akan melukai sesama manusia.
Manusia perlu bergantung pada Allah
Pada waktu manusia belum jatuh ke dalam dosa, manusia dapat hidup dengan menikmati hak-haknya sebagai manusia, tanpa mengganggu kebebasan sesamanya. Itu mungkin terjadi karena manusia bergantung total pada Allah. Pada saat yang sama Allah memberikan kemampuan kepada manusia untuk melaksanakan kebebasannya secara absolud dalam kebergantungan mutlak dengan-Nya.
Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, tak seorang pun manusia dapat menaati hukum Allah secara sempurna, karena tak seorang pun dapat bergantung mutlak pada Allah dalam melaksanakan kebebasannya.
Pada masa sebelum kerajaan Israel, Allah juga telah memberikan hak-hak kepada manusia. Allah sendiri juga yang menjaga terimplementasinya hak-hak tersebut dengan memberikan hukum-hukum-Nya yang adil.
Pada waktu manusia bertambah banyak dan ingin membangun pemerintahan sendiri, Allah mencerai-beraikan mereka di Menara Babel. Kemudian Allah terus menjaga ciptaan-Nya dengan memilih Abraham untuk membangun komunitas yang hidup menyembah Allah dan menghormati sesama manusia sebagai ciptaan Allah. Disini Israel dijadikan sebagai bangsa.
Baru dalam Kejadian 12 itu Allah membangun institusi negara dalam bentuk komunitas umat pilihan Allah. Meskipun sejak awal penciptaan institusi negara itu telah ada, dengan Allah dan semua umat manusia dalam pemerintahan Allah.
Dalam perjalanan Israel sebagai bangsa, Mesir melakukan penjajahan terhadap umat Allah. Dan dengan kekuasaan-Nya, Allah membebaskan Israel untuk dapat hidup mulia dengan sesamanyadalam keterikatan pada Allah, karena Allah adalah Raja Israel.
Implementasi Ham Perlu Mentaati Undang-undang
Sepuluh hukum Allah merupakan undang-undang dasar bagi teokrasi Israel secara langsung. Hukum ini berisi keadilan Allah, jika dilaksanakan dengan baik, akan menciptakan proteksi terhadap HAM, karena hukum yang diberikan oleh Allah berisi penghormatan yang mulia terhadap HAM.
Adanya raja di Israel dalam bentuk pemerintahan umat Allah atas ijin Allah. Pada waktu itu memang negara dan agama tidak dapat dipisahkan, karena komunitas Israel adalah homogen dalam hal agama. Namun tidak berarti bahwa dalam pandangan Kristen agama boleh menguasai negara (pemerintahan gereja atas negara) Kekuasaan dalam kehidupan bangsa pilihan Allah terletak pada Allah, dan mereka harus menegakkan hukum yang didasarkan pada keadilan Allah karena semua manusia adalah sama dihadapan Allah.
Dalam Perjanjian Lama (PL) Allah membedakan antara bangsa Israel yang disebut umat pilihan Allah dengan bangsa-bangsa lain. Bangsa Israel disebut umat Allah untuk menekankan bahwa semua manusia adalah sama, sederajat, demikian juga dengan raja. Jadi dalam pemerintahan Israel Allah yang menetapkan Undang-Undang Dasarnya yaitu 10 Hukum, dan raja wajib menjalankan UUD tersebut dalam pemerintahannya.
Apabila raja tidak mentaatinya maka Allah akan menghukum raja tersebut. Dalam kerajaan Israel tersebut juga ada Nabi Allah yang senantiasa mengawasi jalannya pemerintaha Israel, serta Imam-imam yang menjelaskan mengenai hukum-hukum kerajaan yang bersumber dari 10 Hukum yang adalah Undang-Undang Dasar Israel.
Tidaklah mengherankan jika pemerintahan Israel disebut oleh ahli-ahli PL sebagai pemerintahan teokratis yang demokratis. Karena pemimpin Israel adalah Allah, raja dan rakyat kerajaan adalah umat Allah, dan mereka secara bersama-sama taat kepada Allah yang adalah pemimpin Israel. Pemerintahan yang teokratis dan demokratis akhirnya lenyap dari Israel karena kejahatan manusia.
Implementasi Proteksi Ham oleh Negara
Allah memakai bangsa-bangsa lain untuk menjadi “hakim” atas umat-Nya. Umat Allah berada dalam penjajahan bangsa yang tidak mengenal Allah. Namun perlindungan Allah tetap ada pada mereka. Jika pada mulanya Allah memerintah secara langsung “pemerintahan teokrasi”, kemudian Allah memakai pemerintahan orang-orang yang tidak menyembah Allah Israel untuk tetap memelihara umat-Nya.
Karena kodrat dari negara yang diciptakan Allah adalah untuk pemeliharaan dunia. Siapapaun yang menjadi raja di dunia ini, raja tersebut bertanggung jawab kepada Allah. Karena itu negara yang memiliki wewenang dari Allah harus menegakkan hukum-hukum yang adil dan nondiskriminatif. Dalam kerajaan Nebukadnezar Allah tetap dapat memelihara umatNya. Karena semua kerajaan dunia berada dalam kedaulatan Allah, walaupun negara yang dipimpin oleh orang yang telah jatuh dalam dosa memiliki kelemahan.
Sejak manusia jatuh kedalam dosa, tidak seorangpun manusia mampu total bergantung pada Allah. Seperti juga yang terjadi dalam pemerintahan raja-raja Israel.
Salah satu bukti mengenai kedaulatan Allah dalam kerajaan kafir adalah ketika Allah menolong Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Ketiga orang tersebut mendapat perlakuan yang tidak adil. Sekelompok orang yang menginginkan kekuasaan memasukkan aturan yang tidak berkeadilan dalam pemerintahan Babel, dan yang terkena dampak langsung dari ketidakadilan tersebut adalah Sadrak, Mesakh dan Abednego.
Tetapi oleh kedaulatan Allah mereka dipelihara ketika menjadi tawanan di negara Raja Nebukadnezar. Tetapi sebagai alat Tuhan, Sadrak, Mesakh dan Abednego harus berjuang bagi adanya hukum yang berkeadilan.
Penghormatan terhadap bangsa yang berbeda dan pemeluk agama yang berbeda tetap terjaga dalam pemerintahan bangsa-bangsa di luar Israel walaupun tidak sempurna, karena negara tempat di mana Israel dibuang oleh Allah tetap berada dalam kedaulatan Allah. Negara tersebut dapat menghargai pluralisme suku dan agama karena kebenaran umum Allah ada pada semua orang.
Kebenaran umam yang ditanamkan Allah dalam semua manusia ini menjadi alat Allah dalam memelihara dunia. Bagi orang Kristen negara merupakan alat Allah untuk menahan tindakan kejahatan manusia, karena itu dalam negara yang dipimpin oleh siapapun, seorang Kristen harus berusaha untuk berperan agar tugas negara dalam memenuhi tanggung jawab yang bersumber dari Allah tersebut terpenuhi.
Dalam Perjanjian Baru, Allah tidak lagi membedakan bangsa Israel dan non Israel. Kerajaan Romawi tempat di mana gereja lahir dan bertumbuh adalah pemerintahan non Israel. Pada waktu itu masih ada penghormatan terhadap kebebasan beragama, sebagaimana dilaporkan Alkitab bahwa murid-murid Tuhan Yesus dapat berkumpul dan beribadah kepada Allah. Mereka tetap dapat beribadah sesuai dengan agama mereka.
Pelanggaran kebebasan beragama terjadi karena Gereja yang lahir dalam agama Yahudi dianggap bidat. Pemerintah yang membutuhkan dukungan komunitas Yahudi yang besar pada waktu itu berpihak kepada agama Yahudi, sehingga Kristen dianggap bidat. Warga Yahudi yang menjadi Kristen pun mendapat perlakuan yang amat diskriminatif dari pemerintah yang berkuasa.
Pelanggaran kebebasan beragama terjadi karena negara tidak menjalankan wewenangnya dengan baik, yaitu menciptakan keadilan di antara kelompok-kelompok yang berbeda.
Pemerintahan yang adalah alat Allah untuk menegakkan keadilan demi terjaganya kesejahteraan ciptaan mengingkari tanggung jawabnya, maka terjadilah pelanggaran HAM. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keadilan Allah bagi kekristenan merupakan dasar yang penting bagi suatu negara untuk dapat menjaga implementasi HAM secara maksimal, karena hukum-hukum Allah adalah adil.
Hukum-hukum yang mengatur kehidupan dalam bernegara harus adil. Apabila negara menegakkan keadilan Allah maka hubungan antar-sesama manusia akan terpelihara dengan baik. Hanya dengan keadilanlah manusia dapat hidup dalam harkat dan martabatnya yang mulia.
Kekristenan juga percaya bahwa tidak ada seorang pun yang dapat sempurna berpegang pada keadilan Allah, sehingga tak seorangpun manusia atau lembaga yang dapat menjadikan dirinya sumber/agen keadilan. Sebaliknya setiap pribadi/lembaga harus tunduk pada hukum yang berkeadilan, sehingga perjuangan penegakan HAM bagi kekristenan bersamaan dengan perjuangan untuk menegakkan supremasi hukum yang berkeadilan dan bersumber pada Allah.
Dr. Binsar Antoni Hutabarat
No comments:
Post a Comment