Makna Solidaritas Sosial
Solidaritas jamak diartikan sebagai semangat kepedulian seseorang, suatu kelompok atau masyarakat, atas nasib orang lain.
Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia semangat ini telah menumbuhkan sikap-sikap kepahlawanan, kerelaan berkorban, dan kesediaan untuk ikut merasakan dan membantu mengatasi kesulitan orang lain. Solidaritas, bagi bangsa Indonesia merupakan unsur penting yang memberi warna sejarah perjuangan kebangsaan.
Kalau saja solidaritas sosial yang oleh Nurcholish Madjid dimaknai sebagai “sikap yang mengutamakan manfaat-manfaat bagi orang lain” ini terus dibumikan, maka jurang antara yang kaya dan yang miskin di negeri ini dapat makin menyempit, meski mustahil dihapuskan sama sekali, karena setiap orang tentu memiliki kompetensi yang berbeda-beda, sehingga kemampuan untuk meraup kekayaan pun jelas berbeda-beda.
Pembangunan yang berkeadilan sosial tidak akan meninggalkan mereka yang miskin begitu saja, tetapi mengajak mereka untuk menciptakan kondisi ekonomi dan sosial yang lebih baik.
Bentuk solidaritas sosial menurut Hollenbach, akan memampukan mereka yang miskin untuk berpartisipasi menciptakan kesejahteraan bagi mereka. John Rawls menjelaskan melalui prinsip keadilannya, “ketidaksamaan-ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus diatur sehingga ketidaksamaan-ketidaksamaan itu: (a) untuk kebaikan terbesar bagi yang paling kurang beruntung. (b) diletakkan pada jabatan-jabatan dan posisi-posisi yang terbuka bagi semua orang dengan syarat-syarat kesempatan yang sama dan adil.
Memperlakukan mereka yang miskin sama dengan mereka yang kaya adalah tidak adil. Sebaliknya, adalah adil jika mereka yang kaya dan mereka yang miskin diperlakukan secara berbeda, tanpa mengabaikan prinsip kesamaan. Keberpihakan pada yang miskin yang didasarkan pada prinsip “kesamaa” adalah sebuah sikap yang adil. Ketidaksamaan di dalam distribusinya dibenarkan asalkan bisa memperbaiki posisi yang paling kurang beruntung di dalam masyarakat. Sehingga melalui ketidaksamaan-ketidaksamaan di dalam distribusinya ini, diharapkan orang-orang dengan keberuntungan yang tidak sama benar-benar akan menikmati kesamaan (equal liberty).
Prinsip “kesamaan” sesungguhnya tidak sama bobotnya dengan “prinsip perbedaan.” John Rawls berpendapat dalam “tatanan leksikal”, prinsip “kesamaan” lebih dulu daripada prinsip yang mengatur ketidaksamaan-ketidaksamaan ekonomi dan sosial. Kebebasan bisa dibatasi hanya demi kebebasan, dan bukan demi keuntungan-keuntungan sosio-ekonomi. Maka, ketidaksamaan-ketidaksamaan di dalam distribusinya, harus dilaksanakan di dalam arti positif, yaitu menopang yang lemah, dan bukan di dalam arti negatif yaitu melemahkan yang kuat. Singkatnya, keadilan, seperti dikatakan oleh Samuel Butler, “meskipun digambarkan buta tetapi berpihak kepada yang lemah.”
No comments:
Post a Comment