Tuesday, January 30, 2024

Perang keadilan

 




Menggugat Teori Perang Keadilan

Amerika adalah korban konsep war of justice, yang kemudian menjadi teori yang dianggap absolut bahwa untuk ada damai perlu ada peperangan.

Teori perang keadilan itu menjadi instrumen yang memosisikan Amerika sebagai polisi dunia, sebuah kesombongan yang mengerikan, dan kesombongan itu mendahulu kejatuhan. Amerika bukannya menghadirkan perdamaian dunia, sebaliknya pencipta perang di berbagai penjuru dunia. 

Ketika Amerika menjadi polisi dunia dengan segala hak veto yang dimiliki menetapkan perang demi keadilan untuk hadirnya perdamaian, pada konteks tertentu, ternyata perang tidak dibutuhkan untuk hadirnya perdamaian. 

Kejahatan Amerika sebagai polisi dunia, atau yang menempatkan diri menjadi polisi dunia dengan segala fasilitas hak veto untuk menetapkan perang telah menjadikan Amerika seperti hakim yang tidak adil, seperti juga kejahatan yang terjadi di pengadilan. 

Usaha-usaha restoratif justice yang diusahakan untuk menyelesaikan konflik di luar pengadilan adalah usaha untuk memberi keadilan kepada yang berkonflik di luar pengadilan. Pengadilan bukan solusi bagi penyelesaian segala konflik yang ada, apalagi ketika pengadilan itu sendiri tidak jarang memproduksi ketidakadilan.

Perang keadilan ini konsep Kristen yang perlu hati-hati digunakan, biasanya teori ini dicetuskan berdasarkan konsep Perjanjian Lama (PL) yang memerangi bangsa-bangsa untuk menghadirkan keadilan dan perdamaian. Israel yang merasa menjadi bangsa yang paling hebat bukan hanya tidak mampu menghadirkan perdamaian untuk bangsa-bangsa, tetapi juga dalam kehidupan mereka berbangsa. Itulah sebabnya Israel di buang Tuhan.

Menurut saya semua teori-teori yang kita terapkan sebagai landasan dalam mengambil keputusan perlu terus dikaji dan diuji untuk hadirnya landasan yang lebih baik. Sebuah kebijakan yang unggul, atau alternatif teori akan menghadirkan kehidupan bersama yang damai, tapi tidak ada landasan bersama yang sempurna yang dibangun manusia yang tidak sempurna, apalagi manusia yang menerapkannya juga tidak sempurna. 

Keyakinan diri paling hebat, paling tahu, paling menguasai kebenaran hanya akan menghadirkan alternatif kebijakan yang buruk  yang kemudian berujung pada konflik yang tidak berkesudahan. Bukankah ini terjadi antar denominasi gereja yang tak pernah bisa rukun, saling menyesatkan, merasa denominasinya paling baik, paling suci, paling kudus, dan tak bisa hidup bersama secara baik untuk membangun hidup bersama yang lebih baik.

Dr. Binsar A. Hutabarat


https://www.binsarinstitute.id/2023/09/perang-keadilan.html

No comments:

Post a Comment

Nilai eksklusive agama

S atu Tuhan banyak agama Soal nilai-nilai eksklusive agama   Dialog agama sejatinya tak boleh meminggirkan nilai-nilai eksklusive agam...