Friday, November 10, 2023

Demokrasi Indonesia Tersandera Opini Publik

 

 Demokrasi Indonesia Tersandera Opini Publik

 


Opini publik sukses memenjarakan Ahok, Yessica dan kini menelan korban baru, Panglima penjaga konstitusi Indonesia, ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.

Keputusan MK yang dibacakan Anwar Usman selaku ketua MK yang memutuskan bahwa calon presiden dan wakil presiden minimal berusia 40 tahun atau pernah dan sedang menjabat jabatan publik secara cepat membentuk opini yang menuduh Anwar Usman terlibat konflik kepentingan ketika MK menetapkan keputusan itu. Lucunya yang menjadi sasaran hanyalah Anwar Usman.

Opini publik yang menghakimi bahwa Anwar Usman terlibat konflik kepentingan itu beredar liar, entah siapa yang menciptakannya, padahal tuduhan-tuduhan itu minim bukti kecuali memang Anwar Usman memiliki hubungan keluarga dengan Gibran, meski keputusan itu tidak hanya menguntungkan Gibran.

Saya tidak tahu siapa yang menciptakan opini publik itu, sayangnya opini public yang liar itu dan hanya menyasar Anwar Usman kemudian menyandra Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Keputusan MKMK yang menyatakan Anwar Usaman melakukan pelanggaran etik berat, tapi tidak dipecat sebagai anggota MK mengindikasikan adanya tekanan opini publik. Data media yang menjadi dasar keputusan MKMK, serta kekuatiran konon akan ada chaos pada pemilu 2024 telah menyandra MKMK.

Anehnya lagi, publik seakan terpuaskan dengan pelengseran Anwar Usman yang mendapatkan hukuman berat dibandingkan rekan-rekannya sesama anggota MK. Yang tak masuk nalar adalah Anwar Usman dinyatakan terbukti melakukan lobi-lobi memengaruhi keputusan MK.

Apakah betul anggota MK itu begitu lemahnya sehingga terbius nyanyian Anwar Usman untuk mendukung keputusannya? Bukankah  mahkamah konstitusi itu bersifat kolegial, dan mereka semua adalah pendekar hukum di negeri ini?

Anehnya lagi, kenapa Anwar Usman bukan hanya tidak diberhentikan sebagai ketua MK, bukan sebagai anggota MK sebagaimana dissenting opinion Bintan Saragih. Alasan Jimly bahwa MKMK kuatir Anwar Usman melakukan banding dan mengakibatkan keputusan MKMK tidak memiliki kekuatan hukum, menunjukkan bahwa hukum, aturan tidak bisa memuaskan semua. Pertanyaannya kemudian, siapa yang dipuaskan dengan keputusan MKMK?

Publik ternyata juga tidak peduli mengapa hakim MK lainnya tidak mendapatkan hukuman yang setimpal dengan Anwar Usman, padahal menurut MKMK semua hakim konstitusi terbukti melakukan pelanggaran etik. Suara publik ini suara siapa?

Apakah ini mengindikasikan rakyat Indonesia sudah kuat, dan negara kian lemah? Jika demikian suara rakyat itu suara siapa? Apakah mayoritas diam di negeri ini yang mengidolakan Jokowi telah beralih secara diam-diam?

Menurut saya tuduhan liar yang hanya menyasar Anwar Usman itu mendapatkan tempatnya pada opini yang beredar liar bahwa telah hadir politik dinasti Jokowi yang menghadirkan Gibran sebagai Calon wakil Presiden. Padahal, tidak ada politik dinasti di negeri ini.

Kita mengakui ada dinasti Megawati, dinasti Susilo Bambang Yudoyono, dan dinasti Jokowi, tapi tak ada pemerintahan bentuk kerajaan di negeri ini. Opini publik terkait politik dinasti Jokowi bergerak liar, seakan itu sungguh terjadi dengan beragam cerita dan keudian menyandera keputusan MKMK.

Benarlah ungkapan yang mengatakan barang siapa menguasai informasi akan menguasai dunia, siapa yang mampu menciptakan keinginannya menjadi opini publik akan mampu memaksakan kehendaknya pada ruang publik.

Demokrasi adalah sebuah perjalanan, demokrasi ibarat sebuah permaianan, Tarik menarik antara para pemain untuk memenangkan permainan kerap terjadi. Repotnya aturan atau hukum yang adil itu sendiri tak pernah ada. Aturan permaianan kerap dikuasai kelompok yang kuat. Demokrasi di Indonesia saat ini dikuasai oleh mereka yang memainkan opini publik. Demokrasi Indonesia saat ini sedang tersandra opini publik, rakyat perlu waspada terhadap mereka yang memainkan opini public untuk memaksakan kehendaknya, termasuk media-media asing yang saat ini seakan mempropagandakan telah hadir politik dinasti di Indonesia.

https://www.binsarinstitute.id/2023/11/demokrasi-indonesia-tersandera-opini.html


No comments:

Post a Comment

Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik

  Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik Pernyataan Suswono, Janda kaya tolong nikahi pemuda yang nganggur, dan lebih lanjut dikat...