Kemampuan berpikir kritis dalam mata kuliah critical thinking perlu diberikan bobot khusus pada sekolah-sekolah keagamaan. Kemampuan berpikir kritis itu penting dalam menempatkan Absolutisme relatif agama-agama dalam diskusi dan perjumpaan agama-agama.
Salah satu persoalan yang kerap menimbulkan perdebatan bahkan tidak jarag menimbulkan konflik adalah klaim agama-agama bahwa agama tertentu adalah absolut dan berasal dari Tuhan yang benar. Padahal, apapun klaim tentang absolutisme agama adalah klaim yang didasarkan dengan fakta atau data yang terbatas.
Klaim
dikatakan benar, sebatas apabila klaim itu didukung atas data-data atau
argumentasi memadai yang mendukung klaim itu. Itulah sebabnya kritik terhadap agama-agama
yang berbeda sejatinya hanya boleh menunjuk pada persoalan koherensi antara
klaim agama dan data-data pendukung yang terbatas. Pada kondisi ini peru
kemampuan berpikir kritis untuk menganalisis klaim agama-agama itu.
Jika diskusi ataupun perdebatan agama berada pada tataran implementasi berpikir kritis, maka agama-agama bisa saling belajar, dan mendapatkan data-data yang lebih baik untuk mendukung klaimnya.
Itulah sebabnya
tidak jarang kita mendengar bahwa dialog antar agama bukan hanya akan membuat
kita makin mengenal agama-agama lain, tetapi juga pemeluk masing-masing agama agama memiliki pemahaman yang mendalam tentang agamanya melalui perjumpaan dengan yang berbeda agama.
Kemampuan berpikir kritis juga akan menolong mahasiswa tidak menerima begitu saja apa yang disampaikan dosen ataupun tokoh-tokoh agama. Apalagi pada sekolah-sekolah keagamaan yang didirikan oleh lembaga agama tertentu dan bertujuan untuk melindungi doktrin agama, atau untuk menjalankan misi agama.
Apabila mahasiswa sekolah keagamaan mampu berpikir kritis, maka doktrin-doktrin agama rumusan masa lampau yang eksklusif itu tidak akan dipaksakan, apalagi menuduh yang berbeda itu sesat. Bukankah mereka bisa saling belajar untuk mengembangkan doktrin agama yang lebih baik?
Pengembangan doktrin agama pada perguruan tinggi keagamaan itu akan membuat komunitas agama atau lembaga-lembaga keagamaan itu bisa menyelesaikan konflik masa lampau, dan menghadirkan kehidupan antaragama yang lebih baik.
Penelitian-penelitian pada perguruuan tinggi keagaman yang memiiki kemampuan kritis tentu akan sarat dengan hasil-hasil penelitian untuk membangun hidup antaragama yang lebih baik.
Tidak salah mengklaim memiliki pengalaman nyata keagamaan. Namun, karena itu pengalaman subyektif individu, jangan memaksakan pengalaman itu perlu berlaku pada semua agama, ini sama saja menihilkan kemampuan berpikir kritis.
Dr. Binsar A. Hutabarat
https://www.binsarinstitute.id/2024/09/kemampuan-berpikir-kritis.html
No comments:
Post a Comment