Apologet Agama Perlu Membela Tuhan?
Berita agama sejatinya meghadirkan damai, kebaikan dan penghargaan terhadap sesama manusia. Tuhan pencipta manusia tentu bukan hanya menjelaskan diri-Nya untuk dikenal manusia. Tuhan menjelaskan pekerjaan dan kehendak Tuhan agar manusia beragama dapat hidup mentaati Tuhan.
Hidup mentaati Tuhan dengan melakukan hukum-hukum Tuhan yang baik tentu saja secara bersamaan akan membawa umat beragama hidup mengasihi sesama, dan berusaha untuk kesejahteraan sesama manusia.
Tapi pada realitasnya kenapa mereka yang terjebak dalam fanatisme beragama justru menjadi gerakan-gerakan radikalisme. Menurut saya apologet yang memaki agama yang berbeda dengan kata-kata kotor, kutukan sama saja ingin menghapus yang berbeda di ruang public, dan itu bida dikategorikan radikalisme agama medsos.
Wajah ganda agama
Agama pada satu sisi dapat menjadi agen pembawa damai, namun pada sisi alin juga menampilkan wajah garang yang tampil dalam koflik agama.
Umat beragma di Indonesia, termasuk umat Kristen perlu mewaspadai fanatisme agama yang dekat dengan radikalisme agama yang kerap menampilkan kekerasan agama.
Radikalisme tidak identik dengan terorisme, namun, upaya preventif agar mereka yang memiliki paham radikal itu tidak terkooptasi menjadi teroris harus dikerjakan secara bersama.
Dalam terminologi politik, istilah “radikalisme” mengacu pada individu atau gerakan yang memperjuangkan perubahan sosial atau sistem politik secara menyeluruh.
Radikalisasi dalam beragama muncul di tengah panggung politik secara global. Kekerasan atas nama agama seringkali muncul dari perbedaan dalam memahami kitab suci dan agama itu sendiri. Gerakan-gerekan itu tampaknya hadir dalam dunia medsos, apalagi kepentingan ekonomi memiliki pengaruh yang kuat, dan tentu saja kepentingan politik, yaitu menguasai ruang public medsos.
Pelaku tindakan kekerasan atas nama agama merasa paling beriman di muka bumi. Karena menganggap diri sebagai makhluk agung di antara manusia, mereka mengangkat dirinya sebagai orang yang paling dekat dengan Tuhan. Karena itu gemar memaksakan kehendaknya seolah-olah menjadi Tuhan atas semua orang.
Kaum radikalisme agama memandang dirinya berhak memonopoli kebenaran, seakan-akan mereka telah menjadi wakil Tuhan yang sah untuk mengatur dunia ini berdasarkan tafsiran monolitik mereka terhadap teks suci.
Kelompok Radikalisme agama ini kerap mengumandangkan penolakannya untuk memberikan proteksi terhadap kebebasan beragama yang ditetapkan dalam konstitusi negeri ini.
“sebagian besar orang memang mengakui keberagaman dan perbedaan, namun dengan sikap curiga dan merasa terancam, sehingga tidak terjadi pergaulan yang saling memperkaya.”
No comments:
Post a Comment