Sunday, June 2, 2024
Pelatihan review jurnal
Saturday, February 17, 2024
Menyusun Struktur Argumen Karya ilmiah
Menyusun Struktur Argumen Karya ilmiah
Kemampuan untuk menyusun argumen karya ilmiah yang baik tidak datang dengan sendirinya, tapi memerlukan latihan yang serius. Langkah awal adalah memiliki pengetahuan stuktur argumen ilmiahm dan selanjutnya melatih diri menyusun argumen karya ilmiah dengan baik dan benar.
A. Pengertian Argumen
Argumentasi merupakan inti dari bagian terbanyak penulisan ilmiah. Secara Ringkas, dalam sebuah tulisan ilmiah penulis menyampaikan pendapatnya tentang suatu gejala, konsep atau teori tentunya dengan harapan bahwa ia dapat meyakinkan pembacanya akan kebenaran pendapatnya. Oleh karena itu, seseorang penulis harus benar-benar memahami apa yang dimaksud dengan sebuah argument. Ia perlu tahu jenis-jenis pernyataan yang diajukan dengan cara merangkaikan semuanya dengan benar.[1]
B. Unsur-unsur Argumen
Sebuah Argumen dapat disampaikan dalam beberapa kalimat, beberapa alinea atau sebuah tulisan sepanjang satu buku. Berapapun panjangnya sebuah argument, juta dapat mengkajinya dengan memperhatikan unsur-unsur pembentuknya. Ada berbagai cara yang dipergunakan untuk membedah sebuah argument, yang semuanya merupkan modifikasi dari logika formal. Berikut ini akan dibacakan tentang beberapa cara sebuah argument terstruktur.
LogikaFormal
Argument
dalam logika formal memiliki paling sedikit tiga buah pernyataa. Pernyataan
pertama adalah premis mayor, yaitu sebuah pernyatan umum tentang
hubungan antara dua hal: A dan B. Pernyataan kedua adalah Premis
Minor, yaitu pernyataan yang lebih spesifik tentang sebuah hal baru
(C), yang dihubungkan pada hal A. Pernyataan ketiga adalah kesimpulan yang
engaitkan B dengan C (Remage dan Bean 199:98).
Contoh
:
Premis Mayor : Setiap manusia (A) akan mati (B).
Premis Minor : Sokrates (C) adalah manusia (A).
Kesimpulan : Sokrates (C) akan mati (B).
Rumusan seperti ini disebut silogisme, dan dilihat dari susunan pernyataannya dan jenis hubungan antara hal-hal yang terkandung dalam setiap pernyataan, ada berbagai bentuk silogisme yang mungkin dirumuskan[2].
C. Keterbatasan Logika Formal
Keterbasan
dari logika formal adalah bahwa perhatian kita tertuju pada struktur argument
saja dan tidak pada isi atau kebenaran dari pernyataan-pernyataannya.[3]
D. Struktur Argumen dari Toulmin
Stephen
Toulmin mengajukan cara lain untuk melihat sebuah argument, yng memperhatikan
struktur argument maupun isi dari pernyatan-pernyataanya.[4] Ia berpendapat bahwa sebuah argument
harus terdiri dari enam unsur yaitu ;
Grounds : segala data atau informasi
yang kita miliki dan dapat dijadikan dasar untuk membuat sebuah pernyataan.
Claim : kesimpulan atau
pernyataan yang ingin kita ajukan, yang didasarkan atasgrounds.
Warrant : pernyataan yang
menghubungkan sebuah claim dengan grounds yang
ada.
Backing : bukti-bukti untuk mendukung warrant.
Qualifier : pernyataan yang
menunjukan besarnya kemungkinan claim.
Condition for rebuttal (kondisi penyangkalan) :
pernyataan tentang pengecualian-pengecualian terhadap claim.
Skema
Toulmin lebih tepat bagi penulis karena tujuan penulisan ilmiah pada umumnya
adalah untuk meyakinkan pembaca tentang kebenaran pernyataan-pernyataan
penulis. Penulis dapat membayangkan seorang pembaca yang siap mempertanyyakan
tiap-tiap pernyataan yang dibuat penulis.
E. Kesalahan-kesalaha dalam Argumen
Banyak
argument yang memiliki kelemahan karena mengandung kesalahan-kesalahan yang
bersifat informal. Ini adalah kesalahan-kesalahan yang tidak terkait pada
struktur logis sebuah argument yang dapat jelas terlihat salah atau benar
tetapi pada hal-hal yang hanya dapat dikira-kira. Apabila kita berbicara
tentang kesalahan informal, seringkali kita temukan bahwa penilaian orang dapat
berbeda-beda. Serrangkaian kalimat yang dianggap tidak tepat oleh satu orang
mungkin saja dianggap benar oleh orang lain. Berikut adalah uraian dari
beberapa kesalahan yang sering dilakukan seorang penulis ;
· Supporting Idea : Pengulangan dari
controlling idea dengan pilihan kata yang berbeda
· False dilemma : apabila penulis
menyederhanakan sebuah argument sehingga seolah-olah hanya ada dua kemungkinan
dalam masalah yang dibahasnya.
· Post hoc, ego propter
hoc : kesalahan yang
terjadi ketika seseorang menganggap urutan kejadian sebagai hubungan sebab-akibat.
· Kesimpulan yang terlalu luas
berdasarkan data yang sedikit
· Kesalahan dalam penggunaan
analogy
· Mengacu pada otoritas yang
salah
· Mengacu pada pribadi lawan
dan bukan pada argumennya
· Terlalu menyederhanakan
pendapat-pendapat yang berlawanan dengan pendapat sendiri
· Menyajikan bukti yang tidak
dapat dikaji langsung oleh pembaca
· Mengacu pada premis-premis
irrasional
· Menganggap hal-hal yang sudah
dikenal sebagai hal yang lebih baik daripada yang belum dikenal
Dr. Binsar Antoni Hutabarat
Wednesday, May 10, 2023
Penerapan Critical Thinking
Penerapan "Critical Thinking," Berpikir Kristis dalam Menulis Karya Tulis Ilmiah
Penguasaan kemampuan berpikir kritis memerlukan latihan, salah satunya dalam menulis karya ilmiah, baik itu untuk menulis laporan penelitian, Skripsi, Tesis, Disertasi dan Jurnal Akademik.
Penerapan berpikir kritis "Critical Thinking" dalam menulis karya ilmiah bukan saja memudahkan mahasiswa dan dosen dalam menulis karya ilmiah bermutu, tapi juga menghindari plagiarisme. Daftarkan diri anda, dan nikmati gairah meneliti serta meningkatkan publikasi karya ilmiah.
- 30 menit sebelumnya
https://www.binsarinstitute.id/2023/05/penerapan-critical-thinking.html
Wednesday, November 16, 2022
Menulis Pengalaman Pribadi
Menulis Pengalaman Pribadi
Pertama kali mendengar perkataan, apa yang diucapkan akan lenyap, dan apa yang dituliskan akan abadi, perkataan itu langsung saja menyadarkan bahwa saya harus berlatih menulis dan terus menulis secara khusus menulis pengalaman pribadi jika ingin mengabadikan jejak dan karya yang telah saya ukir.
Tekad Untuk Menulis
Menulis itu butuh latihan, untuk trampil menulis, kita perlu banyak berlatih, dan tidak bosan-bosannya berlatih menulis dan memperbaiki tulisan kita. Syukurlah saya terdorong dengan ungkapan yang mengatakan, "Apa yang dikatakan akan lenyap, dan apa yang dituliskan akan abadi!"
Sejak mendengar kalimat itu, saya berjuang untuk terus menulis, untuk mewariskan jejak sejarah perjuangan, Jejak perjuangan yang ditulis itu tak akan lenyap, dan generasi demi generasi akan menikmati karya tulis saya terkait pengalaman pribadi yang tentu saja penting.
Dengan menuliskan karya kita, karya pribadi itu bukan sekadar jadi monumen, tapi menjadi pendorong, pemberi pencerahan untuk menghadirkan temuan karya yang terus berkelanjutan. Sebuah monumen yang bisa jadi mercusuar untuk mengawasi hadirnya monumen-monument baru yang jauh lebih berkualitas.
Jejajk-jejak perjuangan, raihan bidang keilmuan kita itu perlu diketahui generasi penerus, agar jangan melangkah pada jejak yang sama, atau sekadar menikmati tenda tempat peristirahatan kita saat berpikir untuk berkarya lebih lanjut .
Memperindah monument
Generasi penerus itu perlu melanjutkan jejak-jejak yang merupakan kelanjutan perjuangan kita. jejak itu bisa berupa pengalaman hidup dalam keluarga, berelasi dengan sesama, tetapi khususnya terkait jejak perjuangan seorang ilmuwan, untuk pengembangan keilmuan, memperindah monumen yang kita warisi.
Teori dan pengembangan teori perlu untuk dapat melihat realitas lebih jelas, dari mana kita berada, mengapa kita ada pada kondisi dan situasi seperti saat ini, untuk kemudian melangkah maju mencapai Visi, Misi yang telah kita tetapkan.
Soal Check Plagiarism
https://www.facebook.com/Binsarhutabaratcenter
Soal Check Plagiarism
Menulis selalu saja menghadirkan sebuah karya baru, dan jika menulis tidak menghadirkan kebaruan, itu berarti penulis hanya mengutip saja hasil karya orang lain atau biasa disebut plagiat.
Plagiarism Checker
Mengutip karya orang lain perlu mencantumkan sumber, itu berarti penulis menghargai karya tulis orang lain. Jika pengutipan dilakukan tanpa mencantumkan sumber, atau tidak mengungkapkan sumber ide atau kalimat yang dikutip, tindakan itu biasa disebut plagiasi.
Sayangnya, kemalasan penulis kemudian memunculkan cara instan dalam menulis, yaitu menggunakan cara-cara tak terpuji menghindari plagiasi. Memang alat check plagiarism bisa diperdaya dengan menekan indeks plagiasi, tapi bagi para ahli yang paham tentu saja mampu membedakan, karena alat check plagiarism hanya alat bantu, dan yang menentukan sebuah artikel itu plagiarism atau tidak adalah reviewer.
Banyaknya cara mensiasati untuk terhindar dari check plagiarism itu kemudian menyebabkan bermunculannya
karya-karya yang dipublikasikan di jurnal tidak berkontribusi penting bagi kemajuan masyarakat, tetapi hanya sekadar memperbaharui kalimat, tanpa menghadirkan temuan baru, jika demikian, maka tenaga yang begitu banyak dikeluarkan itu, bisa jadi tak berdampak apapun.
Meningkatkan ketrampilan menulis
Menulis merupakan ketrampilan, berarti menulis itu perlu latihan, makin giat kita berlatih menulis, maka tulisan kita akan semakin baik, dan mudah dibaca orang lain, artinya pesan yang ingin kita sampaikan lewat tulisan, dapat diterima dengan baik sesuai dengan maksud si penulis.
Menulis juga memerlukan pengetahuan, antara lain pengetahuan tata bahasa, terkait kata, prasa atau kalimat. Demikian juga pengetahuan tentang paragraf.
Alur logis tulisan dapat semakin baik dengan makin bertambahnya pengetahuan tentang logika, dan kemampuan berpikir kritis. Semua pengetahuan itu menunjang penulis untuk terampil menulis dengan baik.
Penulis juga perlu menghargai sebuah tulisan sebagai sebuah karya yang menghadirkan temuan baru. Itulah sebabnya penulis yang menghargai sebuah karya tulis akan menjauhkan diri dari kegiatan yang menjurus pada plagiasi.
Selamat Menulis!!!
https://www.binsarinstitute.id/2022/11/soal-check-plagiarism.htmlHOME SCHOOL KLIK DISINI!
Wednesday, October 26, 2022
Mabuk Scopus, Jurnal Bereputasi
https://www.facebook.com/Binsarhutabaratcenter
Mabuk Scopus, Jurnal Bereputasi
Jabatan, takhta atau kedudukan masih saja menjadi incaran manusia-manusia ambisius nir etis yang berpusat pada ego tanpa peduli dampak menghancurkan yang kerap menyertai tindakan meraup kekayaan sebesar-besarnya melalui jabatan itu.
Napsu untuk mendapatkan jabatan fungsional Guru Besar dengan menghalalkan segala macam cara menjadi fenomena biasa bagi para cendikiawan, penjahat berkerah putih yang “Mabuk Scopus”jurnal bereputasi.
Meski harus menggelontorkan puluhan juta rupiah, mereka yang mabuk scopus itu rela tak peduli, asalkan napsu memilik artikel yang dimuat pada jurnal terindeks scopus sebagai syarat menjadi Guru Besar (Profesor) terpenuhi.
Persyaratan jabatan Guru Besar yang mewajibkan seorang dosen memiliki artikel yang dimuat pada jurnal terindeks scopus terindikasi berpengaruh sinifikan terhadap menjamurnya lembaga-lembaga bimbingan menulis artikel ilmiah, bahkan terindikasi ada joki-joki scopus yang menjamin dosen yang tak mampu meneliti dan menulis karya ilmiah bisa memiliki artikel yang dimuat di jurnal terindeks scopus.
Mereka yang mabuk scopus bukannya berjuang menghasilkan karya penelitian yang berguna bagi masyarakat dengan temuan-temuan baru mereka, tapi dalam mabuknya mereka kerap berceloteh artikel scopus mereka terus bertambah, bahkan dalam mabuknya mereka kerap lupa bahwa utamanya bukanlah publikasi, tapi karya bermutu!
Bisnis jurnal terindeks scopus, juga diikuti bisnis jurnal bereputasi terindeks Sinta, apalagi jurnal-jurnal terindeks Sinta 1 dan Sinta 2, syarat untuk memiliki jabatan Lektor Kepala dan Guru Besar. Apa jadinya jika publikasi pada jurnal bereputasi itu tidak menghadirkan artikel hasil penelitian bermutu?
Check Plagiarism yang menjadi alat untuk membantu mendeteksi apakah sebuah artikel itu plagiasi atau tidak, sebaliknya dijadikan alat untuk “mengelabui”bahwa artikel plagiasi itu tidak terdeteksi alat check Plagiarism. Apalagi dengan hadirnya aplikasi-aplikasi yang memudahkan membuat paraphrase sehingga artikel plagiat itu tidak terdeteksi sebagai artikel plagiat. Untuk mereka yang paham tentu saja tetap mampu mendeteksi, apakah sebuah artikel itu plagiasi atau tidak.
Kementerian Pendidikan Indonesia perlu tanggap terhadap banyaknya jurnal-jurnal predator, tetapi juga terhadap gencarnya publikasi artikel tak bermutu pada jurna-jurnal bereputasi seperti jurnal terindeks scopus dan jurnal terindeks Sinta.
Para dosen pendidikan tinggi keagamaan yang tergabung dalam Kementerian Agama Republik indonesia perlu mewaspadai fenomena “mabuk scopus,” apalagi, Jabatan Guru Besar rumpun ilmu agama kini berada di Kementerian Agama.
Kita bersyukur atas meningkatnya publikasi cendekiawan Indonesia pada jurnal-jurnal bereputasi, seperti jurnal terindeks scopus dan terindeks Sinta. Tapi, jika publikasi pada jurnal-jurnal bereputasi itu tidak menghadirkan karya-karya bermutu, dan hanya menghadirkan multiplikasi mereka yang mabuk scopus, apa gunanya untuk kemajuan pendidikan bangsa indonesia?
Pemerintah dan para cendikiawan di negeri ini mesti mewaspadai jatuhnya jabatan-jabatan penting pada mereka yang tidak bermutu. Pemerintah Indonesia perlu waspada pada hadirnya para makelar jabatan, tapi juga joki-joki jurnal terindeks scopus, atau jurnal bereputasi.
Kiranya negeri ini bisa bebas dari penjajahan jurnal terindeks scopus dan juga jurnal bereputasi. Publikasi hanyalah alat, bukan tujuan.
Dr. Binsar A. Hutabarat
Ketua Umum Asosiasi Program Studi Teologi dan PAK (ASPROTEPAK)
Friday, May 6, 2022
Menulis dan Mengarang Itu Beda
Menulis dan Mengarang Itu Beda
Menulis artikel ilmiah berbeda dengan mengarang. Menulis artinya, penulis sudah mengetahui apa yang akan ditulis dan kemudian baru menuangkannya dalam bentuk tulisan. Sedang mengarang, biasanya pengarang langsung menuliskan apa yang terlintas di benak pengarang atau dalam imajinasi pengarang. Pada awal membuat karangan, pengarang belum tahu keseluruhan yang akan dituangkan dalam karangannya.
Mengarang lebih bergantung pada imajinasi pengarang yang terus bergerak maju. Meskipun tetap karangan itu perlu memiliki relasi dengan realitas agar dipahami pembaca.
Menulis perlu riset
Untuk membuat sebuah tulisan ilmiah, penulis harus terlebih dulu memahami apa yang akan ditulis dengan terlebih dulu melakukan penelitian.
Setelah persoalan yang telah diteliti itu dipahami dengan baik, barulah hasil penelitian itu dituangkan dalam bentuk tulisan. Model tulisan tentu saja bergantung pada target pembacanya.
Untuk skripsi, Tesis, atau disertasi target pembacanya adalah dosen pembimbing serta dosen penguji, pemilihan kata atau diksi perlu memerhatikan target pembaca.
Semua orang bisa menulis
Menulis artikel ilmiah untuk Jurnal, Skripsi, tesis, atau disertasi tidak memerlukan bakat seperti untuk menjadi seorang pengarang. Menurut saya semua orang bisa menulis karya ilmiah, asalkan memiliki ketekunan, dan terus belajar meningkatkan kemampuan menulisnya.
Peningkatan kemampuan menulis setidaknya terkait dengan pengetahuan tentang penalaran dan pengetahuan bahasa tulis. Kemampuan penalaran dapat ditingkatkan dengan banyak membaca. Demikian juga perihal ide atau gagasan sebagai syarat utama menulis, itu di dapat melalui membaca.
Karena itu, jangan duduk-duduk mencari ilham untuk mempersiapkan menulis sebuah karya ilmiah. Pergilah ke perpustakaan, bacalah jurnal-jurnal ilmiah. Pahami baik-baik teori-teori yang akan menjadi alat analisis masalah. Dan pahami baik-baik masalah yang akan diteliti sebelum menulis proposal penelitian.
Menulis adalah merekam, menyimpan dan mendokumentasikan apa yang kita baca, mengonstruksinya, menata kembali, kemudian memproduksi sesuatu yang bermanfaat.
Kita tentu setuju bahwa bahasa mempengaruhi pikiran, dan demikian juga pikiran mempengaruhi bahasa. Karena itu untuk menghasilkan karya tulis yang baik, dibutuhkan kemampuan bernalar, dan juga kemampuan bahasa tulis. Keduanya itu di dapat melalui membaca dan menuliskan apa yang telah dibaca.
Perhatikan Proses Penulisan
Banyak mahasiswa gagal menghasilkan skripsi, tesis, disertasi yang baik, karena belum mampu membedakan menulis dan mengarang. Tidak jarang saya jumpai, mahasiswa langsung saja menulis skripsi sambil mengumpukan bahan atau data, utamanya mereka yang menulis karya ilmiah, skripsi, tesis atau disertasi berupa sebuah kajian teori.
Sambil membaca buku, mereka menuliskan langsung apa yang mereka baca. Itulah sebabnya struktur tulisan biasanya kurang bagus. Bahkan tidak jarang sulit memahami isi tulisan itu. Dan mungkin mahasiswa itu sendiri pun tidak memahami apa yang ditulisnya, sehingga tidak heran ketika sidang skripsi, atau tesis banyak diantara mereka yang gagal.
Untuk menulis sebuah karya ilmiah seorang mahasiswa sebaiknya mempunyai catatan penelitian yang tersimpan baik, dan kemudian menyusun catatan tersebut dengan cara yang sistematis. Setelah memahami hasil penelitian itu, barulah disusun menjadi sebuah draft tulisan.
Setelah selesai membuat draft tulisan, lakukanlah revisi, pada revisi ini jangan ragu untuk merombak struktur tulisan jika dianggap urutannya tidak logis. Sebaiknya struktur tulisan dianalisis dengan baik, secara berulang-ulang sampai sungguh-sungguh yakin bahwa urutannya sudah logis, dan sistematis.
Setelah melakukan revisi, barulah dilakukan editing. Pada fase editing ini penulis perlu fokus pada analisis kata dan kalimat yang digunakan, dengan memperhatikan pemilihan kata atau diksi yang sesuai dengan target pembaca. Setelah itu barulah tulisan itu diserahkan kepada dosen sebagai pembaca.
Banyak tulisan paper mahasiswa memiliki hasil yang buruk, karena penulisan tidak didahului penelitian, dan proses penulisan tidak memenuhi urutan penulisan yang baik, untuk dapat menghasilkan naskah yang baik.
Menulis itu sendiri sebenarnya tidak sulit, dan dapat dipelajari. Tapi, persoalannya adalah, tidak ada karya besar yang dapat dihasilkan dengan cara mudah, semua itu membutuhkan kerja keras. Demikian juga hal nya dengan mengarang, untuk menghasilkan karya besar, pengarang-pengarang tersohor itu perlu kerja keras. Baik dalam hal melatih imajinasi mereka, dengan tetap mengikuti persoalan-persoalan terkini yang menjadi kebutuhan pembaca masa kini.
Kontak:
Email: antonihutabarat@gmail.com
Dr. Binsar Antoni Hutabarat
Tuesday, April 26, 2022
Pelatihan Online Jurnal dengan OJS 3
Pelatihan Online Jurnal dengan OJS 3
Untuk menghadirkan jurnal ilmiah berkualitas bidang Teologi dan Pendidikan Kristen diperlukan kerjasama dengan asosiasi profesi , asosiasi keilmuan program studi.
Merespon kebijakan pedoman akreditasi jurnal ilmiah yang menekankan pada proses penyuntingan dan substansi artikel, maka Asosiasi Prodi Teologi dan Pendidikan Agama Kristen (ASPROTEPAK) menggelar pelatihan Jurnal dengan OJS 3.
Pelibatan Mitra Bestari
Penyuntingan jurnal ilmiah menuntut digunakannya sistem penelaahan dan penyaringan secara objektif oleh mitra bestari [single blind reviewatau double blind review oleh peer-reviewer) yang melibatkan ahli dan penilai dari berbagai institusiyang sesuai dengan bidang ilmunya.
Mitra bestari ini berbeda dengan dan bukan anggota dewan penyunting (sehingga tidak dapat dicantumkan sebagai penyunting, penelaah tamu, board of editors, dan sebutan lain yang sejenis secara tetap).
Reputasi kepakaran seorang mitra bestari ditentukan oleh jumlah publikasi di jurnal ilmiah bereputasi, keseringan karya atau pendapatnya diacu secara luas, keterlibatan kecendekiaannya dalam forum ilmiah internasional, kesesuaian dengan bidang ilmu jurnal, dan/ataubentuk-bentuk pengakuan berbobot lainnya.
Untuk itu mitrabestari dinyatakan berkualifikasi internasionaljikadalam5 (lima)tahun terakhir paling sedikit pernah menulis sebuah artikel (sebagai penulis utama atau penulis korespondensi) atau sebagai penulis anggota paling sedikit 3 (tiga) artikel yang terbit di jurnal ilmiah internasional.
Mitra bestari dinyatakan berkualifikasi nasional jika dalam 5 (lima) tahun terakhir paling sedikit pernah menulis sebuah artikel (sebagai penulis utama atau penulis korespondensi) atau sebagai penulis anggota paling sedikit 3 (tiga) artikel yang terbit dalam jurnal ilmiah terakreditasi.
Mitra bestari paling sedikit berasal dari 4 (empat) institusi berbeda dan kepakarannya harus sesuai dengan bidang ilmu pada jurnalnya.
Keterlibatan Mitra Bestari dalam menelaah artikel harus dapat dibuktikan di sistem informasi jurnalnya dan menghasilkan artikeljurnal ilmiah yang berkualitas baik. Pelibatan Mitra Bestari akan mendapatkan nilai tinggi jika sebagian besar Mitra Bestari berkualifikasi internasional dan berasal dari beberapa negara.
https://www.binsarhutabarat.com/2022/04/pelatihan-online-jurnal-dengan-ojs-3.html
Thursday, January 27, 2022
Bahan Pelatihan Metode Penelitian
Bahan Pelatihan Metode Penelitian
Mengikuti banyak pelatihan menulis karya ilmiah sangat penting untuk sukses memublikasikan artikel ilmiah bermutu. Itulah sebabnya ada banyak pelatihan yang digelar lembaga-lembaga penelitian, dan juga pendidikan tinggi untuk meningkatkan publikasi karya ilmiah.
Mengikuti pelatihan karya ilmiah perlu juga disertai keuletan untuk berlatih menulis karya ilmiah. Tanpa disiplin menulis karya ilmiah sulit mengharapkan kemampuan menulis karya ilmiah yang berkelanjutan.
Pelatihan menulis karya ilmiah dapat meningkatkan motivasi peserta, serta memperlengkapi peserta memiliki banyak strategi penulisan efektif yang merupakan faktor penting untuk menghasilkan karya ilmiah bermutu.
Link-link dibawah ini adalah bahan-bahan pelatihan yang digunakan Dr. Binsar Hutabarat silahkan menikmatinya dan silahkan memberi masukan untuk kemajuan program pelatihan menulis karya ilmiah yang digelar oleh Binsar Hutabarat Institute,
Dr. Binsar A. Hutabarat
https://www.binsarhutabarat.com/2022/01/bahan-pelatihan-metode-penelitian.html
Saturday, November 20, 2021
Pelatihan Menulis Karya Ilmiah Akademik
Pelatihan Menulis Karya Ilmiah Akademik
Hari pertama pelatihan menulis karya ilmiah akademik online membuktikan bahwa pada masa covid-19 , dengan menjaga jarak fisik berdasarkan protokol kesehatan, tidak membatasi kita untuk berkarya.
Peserta yang berasal dari beragam lulusan, baik lulusan sarjana, magister, maupun doktor tampak antusias mengikuti acara itu.
Narasumber Dr. Binsar A. Hutabarat membawakan tema Kiat menentukan topik tulisan dengan sangat baik, peserta dibukakan wawasan baru bahwa menentukan topik tulisan memerlukan strategi tertentu.
Diawali dengan menjelaskan perbedaan menulis dan mengarang, narasumber menjelaskan bahwa untuk menentukan topik yang tepat, penulis juga perlu menguasai topik yang akan ditulis secara baik.
Tentu saja penulis juga harus mampu melihat bahwa teori dari topik yang dikuasainya berelasi dengan pemecahan masalah yang ditawarkan dalam karya tulis ilmiah akademik itu.
Hal utama yang perlu diketahui dalam menentukan topik tulisan adalah penulis telah memahami bagian-bagian yang akan dibahasnya secara umum sudah dipahami melalui riset awal.
Untuk membuktikan penguasaan bahan itu penulis perlu memiliki sumber-sumber bacaan yang berisi teori, realitas dan problem yang akan dipecahkannya melalui penerapan teori yang dikuasainya.
Disamping itu, data-data penelitian yang relevan, secacara khusus hasil-hasil penelitian pakar juga mudah di dapat, atau tersedia. Dengan demikian sebuah topik karya ilmiah bisa dipilih jika penulis meminati topik itu, menguasainya, dan penguasaan itu dibuktikan dengan sumber-sumber bacaan yang bermutu.
Dalam semua jenis penelitian, baik itu berupa kajian teori, penelitian kualitatif, dan kuantitatif secara global telah dipahami penulis, sehingga penulis bisa masuk ke detail masalah untuk melakukan penelitian secara mendalam.
Karena antusias peserta mengikuti acara itu, pembahasan juga sempat mengarah lebih jauh kepada metode penelitian yang akan dibahas pada acara berikut. Namun kepiawaian narasumber membuat acara tetap fokus pada tema yang ditentukan.
Kita berharap pertemuan selanjutnya akan berjalan dengan baik, dan peserta bisa menghasilkan karya-karya ilmiah akademik bermutu, sehingga dapat mendorong hadirnya jurnal-jurnal ilmiah bermutu.
Untuk anda yang ingin bergabung dalam Pelatihan menulis karya Ilmiah Akademik, dapat menghubungi yvindonesia@gmail.com
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Mariana Hp. 081210641245, 081219700134
Binsar Hutabarat Institute
https://www.binsarhutabarat.com/2020/09/pelatihan-menulis-karya-ilmiah-akademik_28.html
Friday, November 19, 2021
Pelatihan Menulis Karya Ilmiah Akademik
Pelatihan Menulis Karya Ilmiah Akademik
Persiapan apakah yang diperlukan untuk menulis sebuah karya akhir seperti Skripsi, Tesis, dan Disertasi?
Bagaimanakah menentukan topik karya ilmiah akademik?
Bagaimanakah membuat pembatasan Topik?
Bagaimanakah membuat pembatasan masalah?
Bagaimanakah menetapkan Rumusan Masalah atau Pertanyaan Penelitian?
Bagaimanakah menetapkan "State of the art " sebuah karya tulis ilmiah?
Bagaimanakah merumuskan metode penelitian?
Bagaimanakah menyusun instrumen penelitian?
Bagaimanakah membuat Laporan hasil penelitian?
Bagaimanakah menulis bagian pembahasan?
Semua pertanyaan tersebut akan dibahas dalam Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah Akademik yang diselenggarakan oleh
BINSAR HUTABARAT INSTITUTE
PERSYARATAN PESERTA
1. Membayar kontribusi peserta sebelum pelatihan ke. Rekening. BCA 7400166760, atas Nama Binsar Antoni Hutabarat
3. Untuk efektivitas pelatihan, jumlah peserta maksimal 20 orang. Pendafataran ditutup setelah jumlah peserta mencapai 20 peserta.
4. Peserta yang telah mentransfer biaya pendaftaran harap sms ke nomor berikut: Mariana, Hp. 081210641245
https://www.binsarhutabarat.com/2021/07/pelatihan-menulis-karya-ilmiah.html
Wednesday, October 27, 2021
Pendidikan Tinggi Teologi di Indonesia
Pendidikan Tinggi Teologi di Indonesia
Salah satu persoalan yang membuat pendidikan tinggi teologi di Indonesia kurang menghasilkan karya-karya teologi bermutu menurut saya adalah karena lemahnya kemampuan meneliti dosen-dosen teologi, yang kemudian berpengaruh terhadap kemampuan meneliti lulusan pendidikan tinggi teologi.
Pentingnya Penelitian
Menurut pengamatan saya, pendidikan tinggi teologi di indonesia abai untuk memperlengkapi lulusannya dengan kemampuan meneliti yang memadai, itu bisa dilihat dengan pengajar metode penelitian yang umumnya tidak kompeten dibidangnya, dan juga minimnya mata kuliah metode penelitian yang diberikan baik pada program Sarjana, Magister, maupun Doktoral.
Lebih parah lagi, pada beberapa pendidikan tinggi yang penulis temui, tidak ada mata kuliah metode penelitian, yang ada hanya metode penulisan itupun pada program magister. Mata kuliah metode penulisan itu pun kerap di ajar oleh mereka yang bukan berasal dari bidang penelitian.
Persoalan lain yang penulis temui pada pendidikan tinggi teologi di indonesia, bukan hanya lemahnya kemampuan riset, tapi juga terkait dengan menulis karya ilmiah.
Soal Penguasaan konsep teologi
Keanehan lain yang penulis temui dalam karya-karya mahasiswa di pendidikan tinggi teologi adalah, lemahnya penguasaan teori atau konsep-konsep teologi.
Tidak jarang, pada karya akhir mahasiswa yang menggunakan penelitian kuantitatif, variabel laten atau konstruk yang di ukur tidak terkait dengan bidang teologi. Mereka memilih variabel secara “sembrono” yang penting bisa menyelesaikan Tesis.Kajian teori yang digunakan tidak terseleksi dan tidak fokus, atau juga tidak sesuai dengan penguasaan bidang ilmu profil lulusan.
Berdasarkan sejumlah masalah terkait kemampuan meneliti dosen dan mahasiswa, pantaslah jika pendidikan tinggi teologi di Indonesia seakan tidak percaya diri berhadapan dengan prodi-prodi non teologi.
Tragisnya lagi, tidak jarang mahasiswa teologi dianggap tidak berminat dengan pencapaian akademik, yang penting memiliki hidup saleh, meskipun ukuran kesalehannya juga tidak jelas.
Penelitian konseptual, Kuantitatif, dan Kualitatif
Pendidikan teologi di Indonesia mulanya hanya mengembangkan penelitian konseptual, dan asing dengan penelitian kualitatif untuk menemukan teori baru yang dibangun berdasarkan temuan data lapangan, serta asing dengan penelitian kuantitatif yang biasa dipergunakan untuk menguji teori.
Para tokoh teologi, baik di pendidikan tinggi teologi maupun yang melayani di gereja sudah terbiasa mengembangkan penelitian konseptual, baik secara induktif maupun secara deduktif.
Persoalannya, mereka sering abai untuk menguji pemikiran teologi mereka. Bahkan ada perasaan tabu dikalangan jemaat untuk menguji pemikiran teologi tokoh tertentu, apalagi tokoh gereja.
Bahkan tidak jarang, pendidikan tinggi teologi dilarang memiliki pemikiran teologi yang berseberangan dengan pemikiran tokoh pendiri pendidikan tinggi teologi, atau tokoh-tokoh gereja yang menjadi penyandang dana pendidikan tinggi teologi.
Akibatnya, pendidikan tinggi teologi tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai laboratorium untuk menguji ajaran-ajaran gereja atau tokoh-tokoh gereja. Sebaliknya, pendidikan tinggi teologi kerap jadi “serdadu pelestari” doktrin gereja semata.
Pendidikan teologi sebagai laboratorium
Saya bersyukur telah belajar banyak mengenai penelitian konseptual saat mengerjakan karya ilmiah untuk mendapatkan gelar Sarjana Teologi dan Magister Teologi.
Sebagai seorang peneliti, saya juga terbiasa untuk melakukan penelitian lapangan, dan menuliskan hasil-hasil penelitian tersebut pada jurnal-jurnal akademik, serta menerbitkannya di koran-koran ibu kota.
Kemudian saya juga bersyukur dapat menyelesaikan program studi (prodi) Doktor Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Karena konsentrasi prodi doktor saya adalah penelitian dan pengukuran, maka bukan hanya persoalan metode penelitian kualitatif, kuantitatif, evaluasi program, tapi juga kami mempelajari pengukuran mental (psikometrika), sehingga kami diperlengkapi dengan pengetahuan kiat-kiat menyusun instrumen penelitian, baik test dan non-test.
Karena penelitian kuantitatif menggunakan analisis statistik, kami juga belajar statistik terapan, sampai kepada statistik multivariat, demikian juga program-program seperti SPSS, dan E-Views.
Pengalaman belajar penelitian konseptual, kuantitatif, kualitatif mengajarkan saya bahwa ketiga pendekatan penelitian itu perlu dipelajari secara bersama, dan dikuasai dengan baik.
Mereka yang hanya bergulat dengan penelitian konseptual, bisa jadi asing dengan lingkungan dimana mereka berada. Itulah sebabnya teologi kontekstual di indonesia seakan berjalan di tempat.
Sedangkan mereka yang ingin terlihat ilmiah dengan mewajibkan penelitian kuantitatif jadi menampakkan keanehan, karena karya akhir mereka jauh dari bidang bahasan yag mereka dapatkan di pendidikan teologi.
Mereka yang berusaha memadukan penelitian kualitatif dan kuantitatif juga kerap mengalami kebingungan. Penulis kerap menjumpai sebuah deskripsi teori ditetapkan sebagai penelitian kualitatif, padahal tidak ada pengumpulan data, reduksi data, dan kemudian menjadikan informasi sebagai temuan teori dengan membandingkannya pada fokus penelitian atau kajian fokus, atau kajian teori.Deskripsi teori baik secara induktif maupun deduktif sebenarnya lebih dekat pada kajian konseptual.
Pemahaman yang baik tentang konsep atau deskripsi konsep ini sangat penting untuk membuat alat ukur untuk sebuah variabel laten. Jadi penelitian konseptual,kuantitatif, dan kualitatif jika dilakukan secara tepat dapat menghasil temuan-temuan baru.
Sebaliknya, ketidakmampuan dosen dan lulusan teologi menguasai ketiga pendekatan penelitian tersebut telah membuat pendidikan teologi tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai laboratorium pengujian doktrin-doktrin yang berseliweran secara bebas melalui berbagai media informasi.
Karena lemahnya kemampuan meneliti itu lulusan pendidikan tinggi teologi tidak diperlengkapi dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi untuk menganalisis, mengevaluasi dan menghadirkan temuan-temuan baru dengan kemampuan sintesis yang diterapkan dalam penyusunan karya ilmiah baik Skripsi, Tesis, dan Disertasi.
Dr. Binsar Antoni Hutabarat
https://www.binsarhutabarat.com/2021/10/pendidikan-tinggi-teologi-di-indonesia.html
Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik
Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik Pernyataan Suswono, Janda kaya tolong nikahi pemuda yang nganggur, dan lebih lanjut dikat...
-
Indiferentisme vs Non-Indiferentisme Hari ini saya akan menjawab tuduhan Patris Allegro yang diterbitkan pada t...
-
KLIK DISINI! Memahami pluralisme agama secara baru Pluralisme agama menurut saya lebih baik dipahami sebagai pengakuan bahwa aga...
-
Mengungkap Kejahatan Pendidikan Saya setuju pendidikan tinggi merupakan institusi tercepat yang dapat menghadirkan perubahan dal...