Showing posts with label Pemerintahan. Show all posts
Showing posts with label Pemerintahan. Show all posts

Thursday, November 9, 2023

Kapan Kegaduhan Akan Berakhir?

 



Kapan Kegaduhan Akan Berakhir?

 

Atas nama stabilitas politik, Tito Karnavian melabrak ketetapan pendahulunya dengan menempatkan salah seorang Cagub Jakarta menjadi tersangka. 


Panglima TNI Gatot Nurmantyo sempat mengingatkan bahwa kebijakan tersebut bisa menjadi preseden buruk pada Pemilihan Kepala Daerah yang sedang masuk masa kampanye. 

Polisi bisa disibukkan dengan banyaknya tuntutan kelompok-kelompok  dengan tujuan memenangkan “jagoannya”.

Kebijakan itu sesaat memang mujarab, karena berhasil meredam aksi demo besar-besaran yang belum pernah terjadi sebelumnya. 


Meski disinyalir, demo besar-besaran itu terkait hiruk-pikuk pertarungan perebutan kursi Gubernur.  

Mungkin ada benarnya, dilihat dari perspektif pengelompokkan partai politik pendukung pasangan calon, Kompetisi politik di di DKI Jakarta adalah proxy pertarungan Pemilihan Presiden  tahun 2019.

Kebijakan Kapolri tampaknya selaras dengan model perumusan kebijakan teori  kelompok. Pada model ini kebijakan diandaikan sebagai titik keseimbangan kelompok (equilibrium)

Harus diakui, kebijakan itu tepat sasaran. Kegaduhan memang masih terjadi, namun interaksi antar kelompok untuk memengaruhi kebijakan dapat diatur lewat penegakkan hukum, dan semua kelompok mendapatkan kesempatan yang sama. 

Kelompok-kelompok berhasil digiring  kedalam interaksi antar kelompok yang “fair” dengan setiap kelompok mendapatkan independensinya. 

Kelompok-kelompok  suka atau tidak suka digiring kedalam “model permainan,”setiap kelompok berada pada pilihan yang sama-sama bebas. 

Istilah ‘game’ mengandung arti pembuat kebijakan harus memutuskan kebijakan yang hasilnya tergantung pada pilihan aktor yang terlibat.

 

Kondisi independen kelompok-kelompok itu kemudian menimbulkan kegaduhan baru. Atas nama hukum, secara independen satu kelompok kemudian menuntut kelompok lain yang mengancam eksistensinya.

 Karena kelompok independen itu cukup banyak, fenomena saling melaporkan menjadi budaya baru di negeri ini. 

Secara bersamaan pemerintah harus memahami, hukum bisa jadi instrumen untuk kepentingan tertentu, dan jauh dari semangat untuk memberikan keadilan untuk semua.

Fenomena saling melapor yang ada saat ini tidak boleh diselesaikan dengan jalan tebang pilih, pemerintah harus menegakkan hukum untuk menciptakan kondisi nyaman kembali menaungi negeri ini. 

Apalagi, kegaduhan politik saat ini mulai memasuki masa mencemaskan, setidaknya para investor harus berpikir ulang untuk menempatkan dananya di negeri ini.

 

Mengakhiri kegaduhan

Stabilitas politik yang dijanjikan pemerintah menanggapi kecemasan masyarakat atas kegaduhan politik saat ini mestinya mengadopsi cara-cara demokrasi, bukannya cara-cara lama, yang sempat dihembuskan aktor-aktor politik terkait “isu makar.”

Harus diakui, hukum di negeri ini belum menjadi panglima. Ketidakadilan dalam penegakkan hukum bisa dilihat pada sejarah perjalanan panjang negeri ini.  

Hukum kerap hanya tajam ke bawah, untuk mereka yang lemah, dan tumpul ke atas bagi mereka yang mempunyai kekuasaan. 

Wajar saja jika fenomena saling melapor dicurigai membuktikan bahwa hukum masih menjadi alat untuk memaksakan kehendak kelompok tertentu, bukannya menyemaikan keadilan untuk semua.

 Terlebih lagi dalam kondisi kompetisi antar kelompok di negeri ini sangat kuat, ditambah lagi, persaingan politik pemilihan kepala daerah yang kian memanas.

Untuk mengakhiri kegaduhan politik yang terjadi saat ini mustahil mengadopsi  cara memuaskan semua kelompok, karena dalam permainan pasti ada yang kalah dan ada yang menang.

Pemerintah harus berpegang pada aturan hukum, dan menjadikan hukum sebagai panglima, bukannya berpihak pada kelompok yang bersuara keras, atau menggerakan massa besar.

Tiap kelompok independen boleh saja menuntut lahirnya kebijakan yang adil untuk mereka, tapi kebijakan itu belum tentu baik untuk semua, apalagi dengan persaingan antar kelompok yang saling menuntut dominasinya, kebijakan rasional tidak mungkin bisa dihadirkan.

Berharap kegaduhan politik dinegeri ini tenang dengan sendirinya adalah mustahil. Kelompok independen, apalagi yang tak perduli dengan cita-cita negeri ini yang di dasarkan pada Pancasila, tentu saja akan merongrong pembangunan bangsa ini untuk menjadi bangsa yang kuat. 

Tidak mustahil, di negeri ini ada kelompok-kelompok yang tidak menginginkan hadirnya pemerintah yang kuat, sehingga bertindak semaunya. 

Pemerintah harus bertindak tegas menegakkan kebijakan yang telah dirumuskan untuk kemuliaan bangsa dan negara ini. 

Tindakan nyata pemerintah menenangkan kegaduhan untuk memberikan kenyamanan menjadi harapan semua rakyat Indonesia yang mencintai negeri ini, yang tersohor dengan keramahtamahannya.


Dr. Binsar A. Hutabarat

https://www.binsarinstitute.id/2020/11/kapan-kegaduhan-akan-berakhir.html

 

Sunday, August 29, 2021

Soal Pelabelan Teroris




   

Baru-baru ini saya membaca surat dengan kop surat Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) terkait pelabelan teroris terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB)) sebagai kelompok teroris. 

Status pelabelan teroris terhadap KKB Papuan tersebut diumumlan oleh Menko Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia pada 29 April 2021.

 

Dalam surat yang berisi siaran pers PGI itu tertulis kekuatiran PGI bahwa Pelabelan itu berdampak psikososial pada msyarakat Papua. Menurut PGI menyikapi rentetan peristiwa kekerasan yang terjadi di pegunungan tengah Papua pemerintah sebaiknya mengutamakan pendekatan humanis dan kultural.

 

Saya setuju dengan imbauan PGI kepada pemerintah agar menggunakan cara-cara damai untuk menyelesaikan masalah-masalah di Papua. Pemerintah sebaiknya mempelajari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan untuk Papua.

 

Pada era informasi saat ini, dimana informasi begitu cepat menyebar, maka kemampuan mengolah informasi secara benar menjadi kebutuhan yang amat penting. Kemampuan berpikir tingkat tinggi diperlukan untuk membandingkan kejadian-kejadian yang memiliki relasi, tapi pada setiap kejadian-kejadian tersebut tentu saja ada teori yang mendasarinya.

Pada kondisi itu kemampuan pakar peneliti sangat dibutuhkan untuk menganalisis sebuah kejadian, mengevaluasi, membandingkan, bahkan mencari metode-metode atau terapan-terapan baru dalam penyelesaian masalah di Papua.

 

Sebagai seorang peneliti saya perihatin, kejadian yang sama terus berulang pada penanganan kasus-kasus di Papua. Padahal masyarakat Papua kerap memproklamirkan diri Papua sebagai tanah damai, itulah sebabnya penyelesaian kasus-kasus di Papua perlu mengedepankan cara-cara damai sebagaimana komitmen masyarakat Papua yang menyatakan diri sebagai tanah damai?

 

Kiranya kasus-kasus di Papua dapat diselesaikan dengan damai, Papua adalah indonesia, maka persoalan Papua adalah persoalan semua masyarakat Indonesia, PGI, dan kita semua.

 

 Dr. Binsar Antoni Hutabarat

 

Siaran Pers

Pelabelan Teroris : PGI Meminta Pemerintah Berhati-hati

 

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) meminta Pemerintah berhati-hati terhadap keputusan yang dikeluarkan yang menetapkan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sebagai kelompok teroris. Status itu diumumkan oleh Menko Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia pada pada 29 April 2021 lalu. Pelabelan itu pula dikhawatirkan akan berdampak psiko- sosial pada masyarakat Papua. Juga bagi warga Papua yang berada di daerah perantauan.

 

Menyikapi Rentetan peristiwa kekerasan yang terjadi di Pegunungan Tengah Papua, PGI berpendapat;

 

1. Meminta negara lebih hati-hati mengenai keputusan tersebut. Pendekatan kekerasan dan security approach yang digunakan selama ini terbukti tidak menyelesaikan masalah Papua, selain hanya makin menimbulkan kebencian di kalangan rakyat.

2. Pemerintah agar fokus kepada akar masalah Papua dengan pendekatan humanis dan kultural menuju Papua Tanah Damai. Sudah banyak hasil kajian yang menunjukkan upaya menuju ini, semisal “Road Map Papua”, yang dikeluarkan oleh LIPI, sebagai hasil studi dan kajian secara komprehensif bertahun-tahun.

3. Menyelesaikan masalah Papua dengan solusi damai adalah jauh lebih bijaksana daripada menambah rumit upaya damai yang terus disuarakan oleh Gereja-gereja di Indonesia. Pemerintah harus tetap optimis bahwa jalan damai bagi Papua itu langkah yang benar dan tepat seperti pengalaman yang sukses di Aceh.

4. Meningkatnya eskalasi kekerasan di Pegunungan Tengah Papua akhir akhir ini perlu dievaluasi Pemerintah secara menyeluruh. Peran Pemerintah Daerah dan para pemangku kepentingan di daerah perlu ditingkatkan secara signifikan utk memediasi danmengakhirikekerasan di Pegunungan Tengah Papua. Hasil evaluasi tersebut dapat dijadikan dasar untukmembuat keputusan baru yang lebih manusiawi bagi masyarakat Papua, dan wibawa negara dihormati karena bijak menyikapi situasi Papua.

5. Pemerintah perlu memberikan perhatian penuh terhadap ribuan warga di pengungsian yang terpaksa mengungsi dan meninggalkan kampung halaman mereka sebagai akibat dari operasi militer di Nduga, Intan Jaya dan Puncak Papua.


Jakarta, 1 Mei 2021 Humas PGI,

Philip Situmorang




https://www.binsarhutabarat.com/2021/05/soal-pelabelan-teroris.html

Thursday, June 3, 2021

Save Pancasila





 #SavePancasila#

 

 

Sejarah melaporkan kepada kita, Pancasila bukan hanya memersatukan Indonesia, tapi juga kerap digunakan oleh mereka yang berkuasa untuk melatenkan kekuasaannya. 

Tiga puluhan tahun lebih Pancasila dibekukan, meminjam istilah Syafei Maarif, Pancasila sekadar dijadikan Etalase politik.

 

Menafsirkan Pancasila

 

Pancasila adalah nilai-nilai yang diam dalam sanubarinya rakyat Indonesia. Jadi, tepatlah ketika Presiden Soekarno mengatakan, beliau hanya menggali nilai-nilai Pancasila. Pancasila bukan produk pemikiran Soekarno semata, tapi seluruh rakyat Indonesia.

 

Karena nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila itu diam dengan rukun dalam sanubarinya rakyat Indonesia, maka menafsirkan  sila-sila Pancasila sederhananya tidak boleh menegasikan nilai-nilai yang ada pada sila-sila yang lain.

 

Sila ketuhanan yang maha esa menyatakan bahwa rakyat Indonesia adalah rakyat yang ber-Tuhan, Tuhan yang dikenal dalam agama-agama dan kepercayaan-kepercayaan dalam agama-agama suku. Itu berarti, Pancasila tidak boleh menggusur agama atau kepercayaan apapun yang ada di indonesia.

 

Pancasila sejatinya memersatukan semua agama-agama yang ada di Indonesia, yang diwujudkan dalam kesepakatan bahwa semua manusia Indonesia adalah manusia yang bermartabat.

 Manusia adalah ciptaan Tuhan yang mulia, dan wajib hidup saling menghargai. Itulah yang dituangkan dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab.

 

Manusia Indonesia yang ber-ketuhanan yang maha esa itu juga mengakui bahwa manusia itu terbatas, manusia itu memiliki keunikan masing-masing.

Manusia yang beradab itu wajib hidup dalam persatuan untuk membangun hidup bersama yang baik. Itulah yang dituangkan dalam sila ketiga, Persatuan Indonesia.

 

Manusia Indonesia yang ber-ketuhanan yang maha esa itu bukan hanya mengakui bahwa manusia itu manusia yang beradab, perlu hidup dalam persatuan.

Dalam membangun hidup bersama demi kebahagiaan bersama, manusia Indonesia yang beradab itu juga mengakui keberadaan manusia Indonesia yang tidak sempurna.


Ketidaksempurnaan memungkinkan adanya perbedaan dan konflik. Tetapi itu semua dapat diselesaikan dengan menjunjung persatuan untuk kepentingan bersama.


Perbedaan pendapat, konflik dalam kehidupan bangsa indonesia itu harus diselesaikan dengan jalan musyawarah dan mufakat. Itulah yang dituangkan dalam sila ke empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyahwaratan perwakilan.  

 

Sila pertama. Kedua, ketiga dan keempat jelas telah  menyatukan tekad rakyat Indonesia untuk merdeka dengan cita-cita kemerdekaan untuk menghadirkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Itulah yang dituangkan dalam sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Pancasila melawan korupsi

 

Korupsi adalah musuh masyarakat Pancasila. Korupsi melemahkan pemerintah untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. 

Korupsi dana bencana makin menyengsarakan masyarakat Indonesia yang berada dalam kesusahan akibat bencana yang banyak melanda masyarakat Indonesia.

 

Salah satu lembaga yang menjadi harapan rakyat Indonesia untuk memberantas korupsi adalah KPK. Tapi, sayangnya orang-orang yang berprestasi di KPK digusur justru dengan alasan tidak lolos test wawasan kebangsaan.

 

Kontroversi TWK yang belum selesai itu kemudian membuat banyak orang bergetar, apa yang terjadi dengan Pancasila, mengapa tanggal 1 Juni yang merupakan hari lahirnya Pancasila itu dijadikan hari proklamasi penggusuran mereka yang berprestasi di KPK dengan alasan tidak lolos TWK.

 

Mungkin benar apa yang dikatakan Syafei Maarif, Pancasila hanya dijadikan etalase politik, bahkan dijadikan alat untuk melatenkan kekuasaan mereka yang berkuasa, termasuk melatenkan koruptor.

 Bagaimana dengan masa depan bangsa ini jika Pancasila terus sekadar dijadikan etalase politik, apalagi jadi instrumen memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa?

Save KPK!

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat


https://www.binsarhutabarat.com/2021/06/save-pancasila.html

Wednesday, June 2, 2021

Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme

 




 

Peraturan Presiden tentang Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan Yang mengarah Pada Terorisme dibawah ini penting dipahami oleh semua elemen bangsa untuk mengatasi persoalan kekerasan di negeri ini .








Menimbang : a.

 

b.

C.

bahwa seiring dengan semakin meningkatnya ancaman ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme di Indonesia, telah menciptakan kondisi rawan yang mengancam  hak atas rasa aman dan stabilitas keamanan nasional; bahwa dalam upaya pencegahan dan penanggularigan   ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme, diperlukan suatu strategi komprehensif, untuk memastikan langkah yang   sistematis, terencana, dan terpadu dengan melibatkan peran aktif seluruh pemangku kepentingan;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasari yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024;

 

Mengingat

-2-

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2002  tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4284) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor S Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2002  tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 62 16);

 

MEMUTUSKAN:


Menetapkan : PERATURAN  PRESIDEN  TENTANG  RENCANA  AKSI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN EKSTREMISME BERBASIS KEKERASAN YANG MENGARAH PADA TERORISME TAHUN 2020-2024.


Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:

1. Pencegahan  dan  Penanggulangan   Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme yang selanjutnya disebut PE adalah upaya yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan terpadu dalam rangka mencegah dan menanggulangi ekstremisme berbasis  kekerasan  yang  mengarah pada terorisme.

2. Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme adalah keyakinan dan/ atau tindakan yang menggunakan cara-cara kekerasan atau ancaman kekerasan  ekstrem dengan tujuan mendukung atau melakukan aksi terorisme.

3. Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/ atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.

4. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme yang selanjutnya disebut RAN PE adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana untuk mencegah dan menanggulangi Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme yang digunakan sebagai acuan  bagi kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme.


5. Aksi Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme yang selanjutnya disebut Aksi PE adalah kegiatan atau program sebagai penjabaran lebih lanjut dari RAN PE untuk dilakukan oleh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.

6. Sekretariat Bersama RAN PE adalah unit Pelaksana RAN PE yang dibentuk untuk mengoordinasikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan RAN PE di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.

 

Pasal 2

(1) Dengan Peraturan Presiden ini ditetapkan RAN PE Tahun 2020-2024.

(2) RAN PE bertujuan untuk meningkatkan pelindungan hak atas rasa aman warga negara dari Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme, sebagai bagian dari pelaksanaan kewajiban negara terhadap hak asasi manusia dalam  rangka memelihara stabilitas keamanan  nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

Pasal 3

(1) RAN PE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 memuat:

a. pendahuluan; dan

b. strategi RAN PE Tahun 2020-2024.

(2) RAN PE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.

 


-  5 -

 

    Strategi RAN PE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilengkapi dengan Aksi PE.

(4) RAN PE Tahun 2020 telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 4

(1) Menteri dan pimpinan lembaga, bertanggung jawab atas pelaksanaan RAN PE  sesuai  dengan kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Gubernur dan bupati/walikota, bertanggung jawab atas pelaksanaan RAN PE di daerahnya masing- masing dengan koordinasi kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal S

(1) Dengan Peraturan Presiden ini dibentuk Sekretariat

Bersama RAN PE.

    Sekretariat Bersama RAN PE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur:

a. kementerian yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan bidang politik, hukum, dan keamanan;

b. kementerian yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan bidang pembangunan manusia dan kebudayaan;

C. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional;


d. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri;

e. kementerian yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang luar negeri; dan

f. badan yang menyelenggarakan urusan di bidang

penanggulangan terorisme.

(3) Sekretariat Bersama RAN PE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin dan dikoordinasikan kepala badan yang menyelenggarakan urusan di bidang penanggulangan terorisme.

 

Pasal 6

Dalam pelaksanaan Aksi PE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Sekretariat Bersama RAN PE dapat menambah dan/ atau melakukan penyesuaian Aksi PE sesuai dengan kondisi dan kebutuhan, yang ditetapkan melalui peraturan badan yang menyelenggarakan urusan di bidang penanggulangan terorisme.

 

Pasal 7

(1) Sekretariat Bersama RAN PE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 bertugas:

a. mengoordinasikan, memantau, dan mengevaluasi

pelaksanaan RAN PE di kementerianJ lembaga;

b. mengompilasi laporan-laporan yang disampaikan oleh kementerian/1embaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan RAN PE; dan

C. merumuskan dan menyiapkan laporan capaian pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan RAN PE.


(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disampaikan oleh kepala badan yang menyelenggarakan urusan di bidang penanggulangan terorisme kepada Presiden paling sedikit 1 (satu) tahun sekali dan/atau sewaktu-waktu jika diperlukan.

(3) Laporan capaian pelaksanaan dan hasil evaluasi pelaksanaan RAN PE sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dipublikasikan sebagai wujud akuntabilitas publik.

 

Pasal 8

Dalam melaksanakan RAN PE, kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dapat bekerja sama  dan melibatkan peran serta masyarakat.

 

Pasal 9

(l) Menteri dan pimpinan  lembaga  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) menyampaikan perkembangan capaian pelaksanaan RAN PE kepada Sekretariat Bersama RAN PE secara periodik setiap 6 (enam) bulan sekali.

(2) Gubernur dan  bupati/walikota  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) menyampaikan perkembangan capaian pelaksanaan RAN PE melalui kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri secara periodik setiap 6

{enam) bulan sekali.

(3) Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan   dalam   negeri   menyampaikan kompilasi capaian pelaksanaan RAN PE di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Sekretariat Bersama RAN PE secara periodik setiap 6 (enam) bulan sekali.

 

(4) Sekretariat Bersama RAN PE menghimpun capaian perkembangan pelaksanaan RAN PE sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) sebagai bahan perumusan dan penyiapan laporan capaian pelaksanaan RAN PE.

 

Pasal 10

(1) Dalam mengoordinasikan pelaksanaan RAN PE, Sekretariat Bersama RAN PE melakukan pertemuan paling sedikit 6 (enam) bulan sekali.

(2) Tata cara koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan RAN PE disusun oleh Sekretariat Bersama RAN PE yang ditetapkan oleh kepala badan yang menyelenggarakan urusan di bidang penanggulangan terorisme.

 

Pasal 11

Pendanaan RAN PE bersumber dari:

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/ atau

c. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 12

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal 

diundangkan.

 



Januari 2021
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 

MENTERI 1-HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

 

ttd.

 

YASONNA H. LAOLY

 

 

 https://www.binsarhutabarat.com/2021/01/pencegahan-dan-penanggulangan-ekstremisme.html


Interpretasi terhadap Tuhan beragam karena manusia terbatas.

http://dlvr.it/TDQy4L