Mainstreaming Pendidikan Tinggi Teologi di Indonesia perlu menjadi kepedulian gereja-gereja di indonesia.
Pada pelatihan menulis karya ilmiah yang diselenggarakan Binsar Hutabarat Institute dengan pembicara Dr. Binsar Antoni Hutabarat seorang peserta bertanya, “Pak, apakah penelitian konseptual atau kajian literatur itu termasuk penelitian, bukankah penelitian itu tidak melakukan penelitian lapangan?”
Kebingungan apakah penelitian konseptual, atau kajian teori, dan juga yang biasa disebut penelitian literatur dapat dikategorikan penelitian ilmiah juga ada pada pendidikan tinggi teologi. Bahkan parahnya lagi, dalam pendidikan tinggi teologi tertentu yang tidak mengajarkan statistik, pendidikan tersebut mewajibkan mahasiswa mengerjakan penelitian kuantitatif dalam karya akhir mereka.
Ironis memang, sebagai akademisi-akademisi teologi persoalan penedekatan penelitian yang sejatinya sudah umum dikenal dan patut dikuasai, pendidikan tinggi teologi di indonesia masih kebingungan. Bisa jadi ini adalah indikasi bahwa pendidikan tinggi teologi belum diperhitungkan keberadaannya.
Penelitian kajian teori, penelitian konseptual atau penelitian literatur adalah umum dilakukan pada program studi teologi, bahkan pada awalnya di indonesia pendidikan tinggi teologi hanya mewajibkan penelitian konseptual, meski diijinkan untuk melengkapinya dengan penelitian yang melibatkan temuan data melalui wawancara untuk memastikan kebaruan dari tulisan itu.
Penulisan artikel ilmiah dalam jurnal akademik dapat berupa kajian teori, atau kajian konseptual, penelitian literatur dan penelitian lapangan. Data yang dikumpulkan dapat berupa data-data kualitatif (kata-kata), dan data kuantitatif (angka-angka).
Namun terkait dengan paradigma penelitian, saat ini hanya dikenal dua paradigma yakni, paradigma induktif-kualitatif, dan paradigma deduktif-kuantitatif. Kedua paradigma penelitian itu tidak bisa digabung. Istilah mix method lebih cocok untuk penggabungan jenis data kualitatif dan kuantitatif.
Pendidikan tinggi teologi secara khusus tidak perlu meninggalkan penelitian konseptual yang amat penting. Hanya saja metode yang digunakan harus tepat dan kualifikasi penelitian terlihat jelas. Misalnya saja kualifikasi penelitian tingkat Sarjana adalah analisis, untuk magister evaluasi bisa berupa kritik atau perbandingan, dan untuk tingkat doktoral adalah sintesis berupa pengembangan teori atau penerapan baru.
Hal yang perlu ditingkatkan dalam penelitian konseptual adalah bukan hanya kemampuan menyimpulkan literatur, tetapi juga kemampuan analisis, evaluasi, dan juga sintesis. Karena penelitian bukanlah memindahkan pandangan orang lain ke dalam laporam penelitian penulis.
Apabila kajian konseptual itu dikerjakan dengan serius, secara khusus dalam bidang teologi maka temuan temuan baru terkait teologi berupa pengembangan teori akan sangat mewarnai khasanah pemikiran teologi di Indonesia. Sayangnya, Indonesia kini hanya dibanjiri buku-buku teologi hasil terjemahan penulis asing yang pada umumnya tidak menguasai konteks Indonesia.
Menurut saya, sekolah-sekolah teologi harus menghasilkan teolog-teolog yang mampu mengembangkan pemikiran teologi, dan juga mengembangkan penerapan-penerapan baru terkait pemikiran-pemikiran teologi itu. Ini tugas penting dalam pengarusutamaan pendidikan tinggi teologi di Indonesia.
Sudah bukan pada tempatnya, teolog-teolog Indonesia menerima apa saja yang dari Barat. Demikian juga menerima apa saja yang dikatakan pengkhotbah-pengkhotbah yang kerap berbicara tanpa dasar teologi yang mumpuni.
Pada sisi lain, sekolah-sekolah teologi juga perlu belajar metode penelitian lapangan, baik kuantitatif maupun kualitatif. Dengan memadukan ketiga pendekatan penelitian itu pemikiran-pemikiran teologi yang kontekstual indonesia dapat dikembangkan, demikian juga penerapan-penerapan teologi yang kontekstual.
Ketiga pendekatan penelitian itu tidak ada yang lebih unggul, tetapi masing-masing pendekatan itu memiliki keunggulan tersendiri, dan jika dipadukan akan menghasilkan pemikiran-pemikiran teologi yang unggul pada masa kini.
Kristen Nusantara perlu menjadi konteks pengembangan teologi di Indonesia, demikian juga penerapan-penerapan baru dari konsep-konsep teologi yang telah dikembangkan. Kiranya Gereja di Indonesia makin maju dan dapat menjalankan fungsi kenabiannya, tetapi itu tentu perlu andil pendidikan teologi yang unggul.
Pendidikan Tinggi teologi di indonesia perlu mengalami perkembangan mutu, mengarusutamakan pendidikan tinggi teologi mesti jadi kepedulian kita bersama. Mungkin benar pendidikan tinggi teologi tidak boleh berada dibawah gereja yang kerap hanya menjadikan pendidikan tinggi teologi pelestari doktrin gereja tertentu.
Soli Deo Gloria.
Dr. Binsar Antoni Hutabarat
https://www.binsarhutabarat.com/2021/01/mainstreaming-pendidikan-tinggi-teologi.html