Sewaktu mendengar paparan awal Visi, Misi calon Presiden Anies Baswedan saya sempat terkagum-kagum, tapi ketika Visi, Misi itu berusaha di operasional kan saya berpikir ulang, Program yang diturunkan dari Visi, Misi itu menurut saya masih berada pada tataran ide, atau janji-janji kampanye yang tak menjamin mewujud.
Pemaparan Visi, Misi Anies Baswedan disertai tanya jawab di lembaga riset CSIS baru-baru ini yang disiarkan melalui Televisi memang indah, apalagi pada awal pemaparannya. Tentu saja sebagai seorang yang pernah menjabat rektor di sebuah universitas Anies paham betul bagaimana mekanisme merumuskan Visi,Misi.
Rumusan Visi, Misi Anies bagi saya keren, secara khusus peran internasional Indonesia baik pada Perserikatan bangsa-Bangsa (PBB), maupun dalam hubungan antar negara, seperti peran yang bisa dimainkan Indonesia dalam mengusahakan damai di Palestina.
Sayangnya, ketika Visi,Misi itu dioperaional kan, saya kecewa karena masih berada pada tataran ide. Tentu saja saya menghargai ide kreatifnya, misalnya menjadikan warga Indonesia tamu yang baik di negeri orang untuk mempromosikan Indonesia, atau untuk Indonesia dapat menancapkan pengaruhnya pada negara-negara lain.
Mengapa saya kecewa dengan operasionalisasi Visi,Misi Anies? Visi, Misi Anies layaknya Visi Misi banyak perguruan tinggi yang hanya berada pada tataran dokumen. Tidak diturunkan secara baik dalam program yang meyakinkan dan dapat dilakukan, tentunya berdasarkan evaluasi program-program terkait, yang kemudian menjadi program pengembangan. Artinya program itu mestinya juga memiliki kaitan dengan program-program yang telah dikembangkan Indonesia, atau juga pada negara-negara lain yang tentunya membutuhkan penyesuaian konteks.
Ide menjadikan warga Indonesia tamu di luar negeri untuk memajukan Indonesia, serta peran Indonesia pada dunia internasional perlu didasari pada evaluasi terhadap persoalan-persoalan yang relevan dengan program yang akan dikembangkan. Jangan seperti perubahan kurikulum yang merepotkan pendidikan tinggi, dan tanpa evaluasi memadai. Itulah sebabnya kebijakan kurikulum yang seharusnyaa sudah bisa diterapkan tiga tahun setelah dikeluarkan, hingga belasan tahun belum juga sukses.
Bisa saja ide kreatif Anies itu muncul dari pengalaman keluarga besarnya, yang dianggap menjadi tamu yang baik di Indonesia, bahkan orang tua Anies berperan penting dalam pengakuan kedaulatan kemerdekaan Indonesia secara internasional, tapi itu belum bisa digenaralisasi memiliki dampak perubahan besar bagi Indonesia, meski Anies menyebut kiprah Sri Mulyani dll.
Saya percaya negeri ini menunggu program-progrma Capres yang bukan hanya janji-janji, tapi bisa memajukan Indonesia.