Ketika kenikmatan, gelimang harta, puj puji jadi tujuan, tangisan, tetesan airmata, jerit kesakitan, penderitaan orang lain hanya layak jadi cerita fiksi untuk membungkam karya, dan terus berenang di atas penderitaan rakyat, tanpa rasa sesal.
Bencana
covid belum juga tuntas, korban covid yang terus menurun, membuat banyak kita
lupa bunyi sirene yang kita kerap dengar pada hari-hari Covid melanda negeri
ini dan dunia seperti tak pernah ada. Kita cepat lupa, atau kita memang sengaja
melupakan?
Mengapa kita
lupa untuk hidup untuk saling menyenangkan yang lain, hidup menjauhi tindakan
merugikan orang lain, berupaya merawat kehidupan bersama, karena dengan karya
bersama kita memelihara kehidupan.
Indonesia
gagal menjadi penyelenggara piala dunia U-20, kata mereka yang biasa tampil di
media massa itu karena sesumbar politisi. Sepak Bola rupanya tak lolos jadi
alat politik, untuk memuaskan birahi para politisi sesumbar. Korbannya adalah
Timnas U-20, dan tentu juga banyak rakyat di negeri ini.
Apakah para
politisi sesumbar itu tak takut balasan yang akan mereka terima? Mereka yang
menyengsarakan rakyat, mengubur mimpi indah rakyat, Waspadalah kebahagian kalian
akan direnggut yang maha kuasa, apakah mereka tidak takut dengan sumpah serapah
rakyat miskin, apalagi rakyat yang berdoa agar Tuhan menghukum mereka?
Para politis
sesumbar bukan hanya menggunakan konstitusi sebagai instrumen untuk membenarkan
sesumbar mereka, tak jarang menggunakan agama untuk tampil mulia. Tapi,
kemuliaan tak pernah betah pada kejahatan. Penghakiman akan membuktikan itu.
Bertobatlah Tuhan tak akan membenarkan
kejahatan, tetapi Tuhan akan datang menghakimi bumi!
https://www.bhi.binsarhutabarat.com/2023/03/politisi-sesumbar-korbankan-timnas-u-20.html