Sunday, October 25, 2020

Teologi Gereja

 




Teologi Gereja

Teologi Gereja Perlu Mengalami Pertumbuhan

Sejatinya pemahaman Kristen perlu mengalami pertumbuhan. Apabila umat Perjanjian Baru memiliki pengetahuan yang lebih mendalam dibandingkan pengetahuan umat perjanjian lama. Biasa dikenal dengan “progressive Revelation” maka sejatinya gereja pada masa kini perlu memiliki pengetahuan yang lebih mendalam dibandingkan pemahaman bapak-bapak gereja masa lampau, juga para tokoh-tokoh gereja yang telah meninggalkan warisan sejarah untuk gereja masa kini.
 

Pertanyaannya kemudian, bagaimana gereja bisa mengalami perkembangan dalam pemahaman Alkitab sedangkan gereja makin terpecah-pecah? Kemudian, bagaimana gereja mengalam reformasi dalam bangunan-bangunan doktrin gereja yang justru diabsolutkan, apalagi tujuan gereja-gereja membangun sekolah-sekolah teologi sebagai ujung tombak perubahan  justru sekadar untuk melestarikan doktrin gereja-gereja itu?

 

Doktrin Gereja


Pada awalnya gereja adalah satu. Gereja-gereja di seluruh kekaisaran Roma Tahu betul bahwa mereka adalah gereja yang esa dengan kepala gereja yaitu Yesus Kristus. Gereja umunya menghadapi tantangan, ancaman dari luar gereja.

 

Dengan berjalannya waktu, gereja yang kemudian memiliki kekuasaan, dengan tokoh-tokoh gereja sebagai tokoh pemerintahan, atau memiliki kekuasaan dalam pemerintahan, atas nama kekuasaan mereka merasa berhak memurnikan gereja. Jika gerakan pemurnian gereja pada gereja mula-mula adalah tanpa kekerasan, maka setelah gereja memiliki kekuasaan gerakan pemurnian gereja itu sarat dengan kekerasan.

 

Untuk melindungi dirinya gereja membangun doktrin yang dianggapnya doktrin yang absolud. Berbeda dengan pengakuan iman gereja mula-mula yang bisa diterima secara universal hingga saat ini, doktrin-doktrin gereja masa kini itu lebih kepada pengagungan tokoh. Kita mengenal calvinisme, armenianisme dll. Layaknya pertarungan anggota jemaat di dalam kitab Korintus yang Paulus sebuat gereja sebagai anak-anak rohani.

 

Apakah gereja yang makin terpecah-pecah dan gemar bertengkar itu bisa kita samakan dengan kanak-kanak rohani yang menganggap diri paling sempurna? Kita kerap mendengar saat ini ada gereja yang mengklaim diri paling menjaga kemurnian gereja, kemurnian doktrin dll, meski tak ada satu gereja pun yang sukses.

 

Kita juga kerap mendengar ada gereja yang mengklaim diri paling injili, paling suci, dan semua jemaatnya lahir baru, meski tak ada data akurat dari klaim-klaim gereja yang tak ubahnya mempromosikan dirinya untuk dipilih sebagai tempat aman untuk berlabuh.

 

Doktrin gereja yang mestinya terus berkembang seiring dengan kayanya gereja masa kini dengan warisan gereja masa lampau, ironisnya yang terlihat justru sebaliknya. Pemahaman gereja seakan-akan makin dangkal. Kemudian kita perlu bertanya, bagaimana dengan kondisi suku-suku yang terabaikan, yang jauh dari kemajuan peradaban. Tampaknya gereja belum punya strategi yang lebih maju untuk menjalankan Misi Allah pada kelompok-kelompok yang masih belum tersentuh kemajuan teknologi itu.

 

Jika kita berbicara tentang teologi kontekstual, atau teologi yang dibawa dalam konteks aktual, ini makin rumit. Pemahaman teologi yang kian membeku, karena doktrin tidak mengalami perkembangan berarti, sedang konteks aktual berubah cepat, maka gereja tampaknya kerap gagap merespon jaman.

 

Pertanyaannya kemudian, dimana peran teolog-teolog akademis yang sejatinya terus mengembangkan pemikiran-pemikiran teologi dan membawanya pada konteks aktual sebagai jawaban Kristen terhadap persoalan masa kini?

 

Paling tidak, gagapnya gereja terlihat ketika terjadi perdebatan tidak produktif dimedia sosial antar tokoh gereja yang sepertinya ingin menyakinkan umat Kristen bahwa dirinya adalah teolog sejati yang paling benar, paling dekat Tuhan dll. Dan yang marak diseminarkan adalah doktrin Allah Tritunggal, Doktrin Roh Kudus, bahkan Doktrin Keselamatan. Gereja masa kini layaknya bayi rohani yang perlu minum susu untuk bertumbuh sehat ditengah pandemi corona.

 

Doktrin Akademis

 

Sekolah tinggi teologi selayaknya sebagai kelompok akademisi mampu mengoreksi doktrin gereja, untuk membawa gereja lebih dewasa dalam pemahaman tentang Alkitab, demikian juga dalam merespons jaman.

 

Kualifikasi seorang Sarjana teologi sejatinya minimal memahami doktrin gereja yang menjadi dasar pendiri institusi pendidikan tinggi teologi. Karena itu tamatannya dapat melayani di gereja sesuai dengan kompetensinya, yaitu berkhotbah berdasarkan Alkitab, memberikan bimbingan konseling, melayani pelayanan anak, remaja dan pemuda, serta mengadakan kunjungan-kunjungan jemaat dan juga pelayanan misi keluar gereja.

 

Jika sekolah teologi mengarahkan pada kompetensi pelayanan gereja, maka sejatinya banyak praktik yang diberikan pada mereka yang berada di program sarjana teologi, sedikit menyerupai vokasi, karena tujuan pendidikan teologi yang didirikan gereja adalah untuk mengerjalan pelayanan-pelayanan yang ada di gereja.

 

Untuk mereka yang berada di program magister teologi mestinya kualifikasi luaran nya berbeda dengan sarjana teologi. Kemampuan evaluasi, untuk membandingkan berbagai pandangan teolog, atau doktrin gereja, dan melakukan kritik terhadap pemikiran teolog tertentu dengan teori yang dipahami dengan baik sejatinya dapat memberikan pemikiran-pemikiran untuk pengembangan doktrin gereja. Pada konteks ini gereja mesti sedia menerima masukan para teolog akademis.

 

Pada waktu pendidikan teologi berhasil menamatkan doktor-doktor teologi, sejatinya gereja perlu merespon penerapan baru dan pengembangan doktrin gereja. Review seorang doktor teologi sejatinya mampu memberikan pemikiran yang lebih maju dari para teolog-teolog yang direview itu.

 

Karya akhir seorang doktor teologi sejatinya memang untuk mengembangkan pelayana gereja, dan juga menyempurnakan doktrin gereja, meski doktrin gereja itu sendiri tak pernah jadi sempurna.

 

Sayangnya pendidikan teologi yang didirikan gereja, umumnya masih seperti tamatan vokasi yang memang dipersiapkan hanya untuk memenuhi kekososngan pelayan gereja. Itulah sebabnya ada pendidikan teologi yang berhenti menerima mahasiswa baru, karena gereja pendiri sudah surplus tenaga pendeta.

 

Kemajuan jaman membuat mahasiswa-mahasiswa Indonesia dapat mengenyam pendidikan doktor di luar negeri dengan hanya cukup menyusun disertasi. Pertanyaannya kemudian, kurikulum macam apa yang mereka dapat?

 

Berdasarkan proses belajar yang hanya menyusun disertasi dengan judul tertentu sebenarnya kita cukup paham, bahwa tamatan doktor ini dipersiapakan untuk mengajar mata kuliah tertentu yang memang dibutuhkan di indonesia.

 

Tamatan doktor seperti ini, jika mereka tidak melakukan riset dengan mengaitkannya pada konteks Indonesia, kita sudah dapat memahami bahwa mereka ini diharapkan menjadi benteng pelindung doktrin tertentu, ini mungkin baru asumsi saya berdasarkan data yang saya miliki. Untuk penelitian lebih kanjut, sekolah tinggi teologi perlu mendalaminya.

 

Doktrin Gereja Versus Doktrin Akademis
 

Berdasarkan paparan saya diatas jelaslah bahwa doktrin gereja di Indonesia pada umumnya tidak mengalami perkembangan berarti, karena pendidikan teologi sebagai ujung tombak perubahan kearah yang lebih baik belum dimaksimalkan oleh gereja.

 

Pada sisi lain, pendidikan tinggi teologi yang luarannya berharap mendapatkan pekerjaan di gereja tidak mungkin dapat memberikan kontribusi pemikirannya untuk pengembangan doktrin gereja. Apalagi untuk gereja-gereja yang didirikan oleh gereja dengan doktrin gereja tertentu.

 

Sekolah tinggi teologi bukan hanya tidak dapat memberikan kontribusi berarti untuk pengembangan doktrin gereja, tetapi juga pada pendidikan itu tidak ada kebebasan akademis. Semua dosen harus memegang doktrin yang dipegang oleh gereja, apalagi biasanya sekolah tinggi teologi itu berada dibawah gereja. Jadilah STT sebagai benteng pelestari doktrin gereja.

 

Kita tentu berharap pendidikan tinggi teologi di indonesia yang dibangun oleh gereja denominasi apapun, dapat menemukan jati dirinya sebagai teolog-teolog akademis. Tokoh-tokoh gereja juga tidak perlu takut denga kepakaran teolog akademis, karena gereja sesungguhnya membutuhkan teolog-teolog akademis untuk memajukan gereja.

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat, M.Th.


https://www.binsarhutabarat.com/2020/10/teologi-gereja.html

Misteri Keselamatan Allah

 




Misteri Keselamatan Allah


Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai. Untuk itulah Ia telah memanggil kamu oleh Injil yang kami beritakan, sehingga kamu boleh memperoleh kemuliaan Yesus Kristus, Tuhan kita. (II Tesalonika: 2: 1314)

 

Pengharapan kedatangan Kristus pada akhir jaman tidak boleh mengabaikan tanggung jawab yang harus dikerjakan gerejapada masa kini. Gereja perlu mengerjakan apa yang Kristus inginkan pada masa kini, yakni menegakkan keadilan. membawa damai dan kesejahteraan pada dunia milik Allah sebagi wujud mengasihi sesama.

 

Paulus juga menekankan kebenaran Allah dengan mengontraskan pada kebohongan Iblis. Karena itu Orang Kristen harus memilih kebenaran, dan menjaga kebenaran Allah, Mempraktekkan kebenaran Allah dan menceritakan kebenaran Allah itu kepada orang lain. Dengan tetap membangun relasi yang baik dengan sesama, dan antar denominasi gereja.

 

Salah satu kebenaran Allah yang kerap menjadi pertentangan antar denominasi gereja adalah kebenaran tentang karya keselamatan Allah. Bagaimanapun dalam dan luas pemahaman kita tentang kebenaran itu, karya keselamatan Allah merupakan misteri yang sejatinya tidak perlu memecahkan gereja dengan pandangan yang berbeda, secara khusus terkait kepastian keselamatan.

 

Allah mengasihi manusia. Keselamatan Allah berakar pada kasih Allah, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16).

Paulus bersyukur terhadap jemaat Tesalonika yang merespon pemberitaan firman Tuhan yang disampaikannya. Paulus bersyukur kepada Allah, karena respon jemaat Tesalonika terhadap firman Tuhan yang disampaikan Paulus itu adalah karena kasih karunia Allah. Apapun yang Allah kerjakan untuk menyelamatkan manusia berdosa dari hukuman kekal adalah  mengalir dari kasih Allah yang kekal.

 

Allah memilih Jemaat di Teslonika

Jika keselamatan hanya karena  kasih, dan Allah mengasihi seluruh dunia, mengapa tidak seluruh dunia diselamatkan? Pengetahuan tentang pemilihan Allah ini hanya diketahui oleh Allah.

Allah mengungkapkan kasih-Nya dalam Anugerah dan kemurahan.  Anugerah dan Kemurahan Allah dilimpahkan kepada manusia berdosa. Kita tidak dapat menjelaskan pemilihan Allah terhadap manusia berdosa ini. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapannya. (Epesus 1:4).

 

Allah menguduskan umat pilihan-Nya

Pengudusan orang percaya terjadi secara bertahap. “ Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus Tuhan kita” (I Teslonika 5:23).

Mekipun pada saat pengudusan berlangsung kita tidak menyadarinya, karena pengudusan adalah pekerjaan Roh kudus. Tetapi orang percaya akan dapat melihat perkembangan yang terjadi dalam hidupnya melalui pengalaman-pengalaman orang percaya yang berjalan dalam Tuhan, dan bertumbuh dalam iman kepada kristus. Karena pekerjaan Roh Kudus orang tidak percaya beriman kepada Kristus.

 

Allah memanggil orang percaya untuk melaksanakan Misi Allah

Kita mesti mengakui ada misteri dalam keselamatan orang percaya. Kita tidak bisa bersukacita dengan kepastian keselamatan yang kita yakini sebagai sandaran kita, kemudian meremehkan mereka yang tidak memiliki kepastian keselamatan.

Saya setuju bahwa doktrin pemilihan Allah tidak boleh memecahkan gereja, atau meremehkan umat Kristen yang tidak meyakini kepastian keselamatan. Karena mereka yang meyakini pasti selamat pun sebenarnya tidak bisa menjelaskan seluruh peristiwa keselamatan yang dialaminya, karena itu adalah sebuah misteri Allah.

 

Allah memberikan kemuliaan kepada mereka yang percaya

Orang percaya pada masa datang akan mendapatkan bagian dalam kemuliaan Allah. “ Ya Bapa, Aku mau supaya, dimanapun Aku berada, mereka juga  berada Bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan  kepada-Ku, agar mereka memandang kemulian-Ku yang telah Engkau berikan kepada-Ku. Sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan.” (Yohanes 17: 24).

Orang percaya telah memiliki kemuliaan Allah, “Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu.” (Yohanes 17: 22). Tetapi orang percaya akan mendapatkan kemuliaan yang lebih besar lagi pada waktu kedatangan Yesus yang kedua kali,  tinggal dalam Kota Allah yang hidup.

 

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat



Allah Mengasihi Manusia Berdosa

https://www.binsarhutabarat.com/2020/10/misteri-keselamatan-allah.html



Friday, October 23, 2020

Museum Hagia Sophia Beralih Jadi Masjid


  



Museum Hagia Sophia Beralih Jadi Masjid


Museum Hagia Sophia dalam bahasa Turki Ayasofia adalah magnet wisatawan mancanegara. Pada awalnya adalah sebuah

katedral terbesar dunia pada masa Kaisar Bizantium, Justinian, sekitar 537 Massehi. 


Seiring dengan jatuhnya  Konstantinopel ke tangan Sultan Mehmet II dari Turki Ottoman pada 1435, katedral terbesar itupun beralih fungsi menjadi masjid. Hagia Sophia Menjadi simbol penaklukan Kekaisaran Ottoman Muslim.


Setelah 500 tahun menjadi masjid, Pada tahun 1934, pada masa Mustafa Kemal Ataturk yang merupakan "Bapak Turki Modern,"melalui penetapan pemerintah pada tahun 1934, Hagia Sophia beralih menjadi museum. 

Hagia Sophia tercatat sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Situs ini menjadi titik fokus dari kekaisaran Bizantium Kristen dan Kekaisaran Ottoman Muslim dan sekarang menjadi salah satu monumen yang paling banyak dikunjungi di Turki. 

Perubahan situs Museum Hagia Sophia menjadi masjid dengan sendirinya menjadi polemik, karena Hagia Sophia bukan lagi menjadi monumen kemajuan Kristen dan Islam pada masa lampau dalam negara Turki yang sekuler, tetapi telah diklaim sebagai situs agama tertentu, dan itulah sebabnya benda-benda bersejarah yang tersimpan dalam situs itu yang bukan warisan Islam perlu disembunyikan, sebagai klaim kejayaan agama tertentu.

Sejak Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) dan Presiden Erdogan berkuasa di panggung politik Turki pada 2002, kelompok sekuler di Turki sudah mencemaskan Hagia Sophia difungsikan kembali menjadi masjid, kekuatiran tersebut ternyata beralasan

Presiden Recep Tayyip Erdogan yang mengusulkan untuk memulihkan status masjid dari Situs Warisan Dunia UNESCO, dan juga menandatangani perubahan Situs Museum Hagia Sofia, menurut para kritikus telah memangkas pilar sekuler negara mayoritas Muslim itu. Pada masa-masa sebelumnya, Erdogan berulang kali menyerukan agar bangunan yang menakjubkan itu diganti namanya menjadi masjid.

Sejalan dengan Presiden Erdogan, Asosiasi yang membawa kasus itu kepengadilan mengklaim, Hagia Sophia adalah milik pemimpin Ottoman yang merebut kota pada tahun 1453 dan mengubah gereja Bizantium yang sudah berusia 900 tahun menjadi masjid. 

Kekaisaran Ottoman Muslim membangun menara di samping struktur kubah yang luas, sementara di dalamnya ditambahkan panel kaligrafi besar bertuliskan nama-nama Arab dari para khalifah Muslim awal di samping ikonografi Kristen kuno monumen itu. Itulah sebabnya, Hagias Sofia diklaim milik Muslim. 

Hagia Sophia diubah menjadi museum di masa-masa awal negara Turki sekuler modern di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Ataturk.


Sekilas Tentang Hagia Sofia


Meski mendapatkan banyak tekanan internasional, Turki tetap gigih mengembalikan status Hagia Sophia di Istanbul menjadi masjid yang secara turun-temurun menjadi warisan Sultan Ottoman Muhammad sang penakluk. 

Landasannya adalah agama bukan pada konstitusi negara. Itu terlihat pada pernyataan Menteri Kehakiman Turki Abdulhamit Gul yang menetapkan Hagia Sophia secara hukum dimiliki oleh sebuah yayasan yang didirikan oleh Sultan al-Fatih. “Menurut undang-undang wakaf, apa yang diwakafkan harus difungsikan sesuai tujuannya,” tutur dia. 

Dia menekankan Hagia Sophia telah diwakafkan oleh Muhammad al-Fatih khusus untuk tempat ibadah sebagai masjid. Mengembalikan Hagia Sofia sebagai masjid adalah untuk mengembalikan kebesaran Kekaisaran Ottoman Muslim.

Masalah status Hagia Sophia muncul ketika Yunani keberatan terhadap Turki yang memperingati hari penaklukan Istanbul yang ke-567 pada 29 Mei 2020, dengan membacakan surat Al-Fath di dalam Hagia Sophia. 

Feridun Emecen, dekan Fakultas Sastra Universitas Mayis di Istanbul, mengatakan "Fatih adalah pendiri Kekaisaran Ottoman, dia melakukan ini dengan menaklukkan Istanbul. 

Oleh karena itu, penaklukan, yang merupakan titik balik, sangat penting bagi sejarah Turki." Hagia Sofia adalah simbol penaklukkan Kekaisaran Ottoman Muslim.

Warga Turki memberikan respon beragam terkait kembalinya Hagia Sophia menjadi masjid. Kebanyakan masyarakat Turki memeluk agama Islam, namun sebagian dari mereka ada yang tidak setuju dengan keputusan ini, karena Turki adalah negara sekuler dengan mayoritas penduduk muslim. 

Orhan Pamuk berkomentar, dikembalikannya Hagia Sophia menjadi tempat peribadahan suatu agama menghilangkan kebanggaannya atas negara yang selama ini dikenal sekuler yang  memisahkan urusan agama dan politik. "Ada jutaan orang Turki sekuler seperti saya yang menangis menentang hal ini, tetapi suara mereka tidak terdengar," kata Pamuk.

Sebaliknya, banyak juga warga Turki yang bergembira atas status terbaru dari Hagia Sophia. Terbukti saat azan pertama dikumandangkan dari dalam bangunan itu untuk pertama kalinya tidak lama setelah ditetapkan kembali menjadi masjid, banyak warga yang bersorak-sorai dan mengabadikan momen tersebut dari luar bangunan. 

Hal itu karena Islamis di Turki sudah lama meminta hal ini untuk diwujudkan, namun selalu mendapat tentangan dari anggota oposisi sekuler.

Keputusan Turki yang mengubah monumen era Bizantium, Hagia Sophia kembali menjadi masjid menuai kritik internasional, antara lain datang dari Sri Paus Fransiskus pada Minggu (12/7/2020) yang mengatakan bahwa dia 'sangat sedih' atas keputusan Turki yang mengubah monumen era Bizantium, Hagia Sophia kembali menjadi masjid.

AS, Yunani, dan para pemimpin gereja termasuk di antara mereka yang menyatakan keprihatinan tentang pengubahan status bangunan besar abad ke-6. Hagia Sophia diubah menjadi museum di masa-masa awal negara Turki sekuler modern di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Ataturk.

selama proses ibadah shalat berlangsung Uni Eropa, termasuk Yunani, Perancis dan Amerika Serikat (AS) telah melayangkan kritik serius terhadap keputusan Turki yang mengubah museum Hagia Sophia kembali menjadi masjid. 

Keputusan itu menimbulkan kekhawatiran akan masa depan Hagia Sophia yang pernah menjadi tempat ibadah umat Kristiani itu dan sudah menjadi salah satu situs warisan dunia UNESCO.


Pembangunan Dunia Milik Tuhan


Pembangunan dunia milik Tuhan sejatinya hanya untuk memuliakan Tuhan dan memberikan kebaikan kepada sesama. Pembangunan dunia milik Tuhan harus didasarkan pada kasih kepada Allah, kasih kepada diri sendiri, dan kasih kepada sesama manusia.

Peristiwa Turki sejatinya menjadi pelajaran bagi umat manusia di seluruh dunia. Simbol-simbol agama yang sejatinya menunjukkan kebesaran Tuhan tidak boleh diklaim sebagai kebesaran individu, kelompok, atau agama tertentu. Perjuangan agama sejatinya untuk semua manusia, untuk memuliakan Tuhan pencipta manusia.

Kasih Tuhan yang dicurahkan kepada setiap pribadi, kelompok, agama, tidak boleh diklaim sebagai kesuksesan individu, kelompok, agama tertentu, bahkan negara tertentu, seperti kata Presiden Sosekarno, Nasionalisme Indonesia harus bersemayam dalam taman sarinya Internasionalisme. 

Kesejahteraan individu, kelompok, kelompok agama tertentu, bahkan negara sejatinya untuk kesejahteraan umat manusia.


Kasih Tuhan adalah universal dan untuk kemuliaan Tuhan semata. Tuhan memberi hujan dan panas untuk semua manusia. Maka, kehadiran simbol-simbol agama, apapun agamanya adalah untuk kebaikan bersama, kebaikan umat manusia ciptaan Tuhan.


Orientasi beragama yang hanya untuk kepentingan individu atau kelompok akan berdampak buruk bagi agama itu sendiri. 

Politisasi agama yang menggunakan agama untuk kepentingan individu atau kelompok merupakan contoh orientasi beragama yang bukan untuk kemuliaan agama itu. Akibatnya, agamalah yang paling dirugikan dalam politisasi agama itu.

Wajah garang agama kerap hadir dalam politisasi agama yang sejatinya bukan penampilan diri agama itu sendiri, tapi agama telah diperalat untuk kepentingan tertentu yang tak ada manfaatnya bagi agama apapun. 

Sebaliknya pemuasan kepentingan individu, kelompok dengan meminta kekhususan serta menampilkan hegemoniya, akan melemahkan kebersamaan dan persatuan umat manusia.

Orientasi beragama sejatinya tertuju untuk memuliakan Tuhan, bukan untuk kemuliaan individu atau kelompok tertentu. Dalam Kristen orientasi beragama yang benar harus tertuju pada kerinduan untuk mengasihi Allah dan mengasihi sesama."

Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."

Orientasi beragama yang memuliakan Tuhan itu terlihat pada praktik beragama yang memuliakan Tuhan dan mengasihi sesama. Pada praktiknya, mengasihi sesama manusia harus lebih dulu dilakukan. 

Melalui tindakan mengasihi sesama itu seseorang akan tahu apakah dia mengasihi Allah atau tidak. 

Agama itu untuk manusia, maka pengetahuan akan Tuhan sejatinya akan membawa seorang Kristen mengasihi sesamanya. 

Membawa kebaikan semua manusia, untuk kemudian bersama-sama merawat dunia ciptaan Tuhan untuk kemuliaan Tuhan.

Mengasihi sesama itu sendiri adalah sebuah tindakan aktif bukan pasif atau dengan menunggu untuk dikasihi. "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang  perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka."

Orang Kristen, mengasihi sesamanya karena Tuhan lebih dulu mengasihi manusia. Karena kemurahan Tuhan, maka Yesus mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia. 

Kemurahan Allah itu menjadi dasar bagi manusia untuk mengasihi sesamanya sekaligus sebagai ungkapan mengasihi Tuhan.

Kehadiran Hagia Sofia nampaknya sarat dengan simbol manusia yang mencari kemuliaan untuk diri sendiri, atau kelompok tertentu. 

Apabila umat Kristen memaknai kehadiran Hagia sofia sebagai simbol kebesaran Kristen adalah salah besar, karena betatapapun besar dan megahnya Hagia Sofia, bangunan buatan manusia itu tidak pernah menambah kebesaran Tuhan, kecuali memuaskan nafsu manusia untuk menyamai Allah.

Dosa menara Babel, dosa manusia yang mencari nama, bukan memuliakan Tuhan, adalah perlawanan kepada Allah, dan sekaligus sumber perpecahan persekutuan manusia di dunia. 

Umat Kristen tidak perlu marah, sebaliknya perlu mengingatkan bahwa kebijakan pemerintahan Turki sejatinya perlu diarahkan kepada kebaikan semua masyarakat Turki tanpa kecuali dan semua umat manusia di bumi ini.

Lihatlah Bangunan Bait Allah yang akhirnya diijinkan untuk dihancurkan menjadi bukti bahwa kemuliaan Tuhan tidak bergantung pada bangunan megah yang dibuat manusia, sekalipun pernah digunakan untuk memuliakan Tuhan, apalagi jika itu sekadar dibangun untuk menujukkan kebesaran manusia.

Kita berharap agama-agama di Indonesia mampu melepaskan diri dari sejarah kelam masa lampau. Agama-agama di Indonesia yang tersohor dengan toleransinya tak perlu mencontoh pemerintah Turki.

Di Indonesia juga banyak situs yang terkait keragaman agama dengan jatuh kerajaan-kerajaan yang banyak di indonesia yang mewarisi kejayaan sejarah kerajaan-kerajaan itu.

Tapi, jika kita melihat situs sebagai monumen, peringatan untuk manusia lebih memanusiakan manusia, maka pertimbangan kita adalah kemanusiaan, bukan kepentingan individu atau kelompok tertentu. 

Biarlah kita saling belajar dari keragaman agama-agama yang ada untuk bersama membangun dunia yang satu, yang adalah milik Tuhan, bagi kesejahteraan sesama, dan untuk kemuliaan Tuhan pencipta dunia dan segala isinya.


Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik

  Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik Pernyataan Suswono, Janda kaya tolong nikahi pemuda yang nganggur, dan lebih lanjut dikat...