Tuesday, November 3, 2020

Indonesia Perlu Guru Profesional






Indonesia Perlu Guru Profesional


Guru profesional bukan hanya perlu mendapatkan landasan undang-undang, tetapi juga menjadi tujuan bersama masyarakat Indonesia. Karena guru profesional memiliki peran strategis untuk memajukan bangsa.


Jabatan Profesional guru

Profesionalisme guru telah lama dicanangkan negara-negara maju  seperti AS dan Jerman, yang menjadikan sekolah sebagai lembaga untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal untuk mengarahkannya sesuai dengan kemampuan dasar; bakat, dan minatnya.

Jabatan guru sebagai jabatan profesional memiliki pendidikan yang setara dengan pendidikan jabatan profesional lainnya, seperti dokter dan pengacara.

 

Guru Profesional menjadi kebutuhan murid

Hubungan yang kuat antara guru dan peserta didik merupakan pusat proses pengajaran. Pengetahuan bisa diperoleh dalam berbagai cara, apalagi dengan penggunaan teknologi baru di dalam kelas yang telah terbukti efektif. Namun, untuk sebagian besar peserta didik, terutama mereka yang belum menguasai keterampilan berpikir dan belajar, guru tetap menjadi katalis penting.

Demikian juga hal nya dalam kapasitas penelitian independen, kapasitas ini hanya mungkin setelah terjadi interaksi dengan guru atau mentor intelektual. Peran guru dalam keberhasilan proses pendidikan sesungguhnya amat crucial,apalagi pada tahap awal pendidikan dimana citra diri pelajar terbentuk. 

 

Tuntutan terhadap guru profesional yang semakin tinggi

pada  pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah tertinggal, kemampuan guru memotivasi pelajar untuk hadir di sekolah amat penting untuk pelaksanaan wajib belajar yang dicanangkan pemerintah.

Profesionalisme guru juga merupakan tuntutan kerja seiring dengan perkembangan sains teknologi dan merebaknya globalisasi dalam berbagai sektor kehidupan. Suatu pola kerja yang diproyeksikan untuk terciptanya pembelajaran yang kondusif dengan memperhatikan keberagaman sebagai sumber inspirasi untuk melakukan perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan.

Guru sebagai tenaga pendidikan secara substantif memegang peranan tidak hanya melakukan pengajaran atau transfer ilmu pengetahuan (kognitif), tetapi juga dituntut untuk mampu memberikan bimbingan dan pelatihan.

Untuk Indonesia, jabatan guru sebagai tenaga profesional ditetapkan melalui undang- undang guru dan dosen: Pasal 1: (1) Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Pasal 2: (1). Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.(2). Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Mengenai prinsip profesionalitas Pasal 7 menjelaskan, (1). Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; Mengenai kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi guru pasal 8 menjelaskan, Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

 

Tujuan pengakuanguru sebagai tenagaprofesional.

 

Tujuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai misi antara lain:  
1. mengangkat martabat guru dan dosen; 
2. menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen; 
3. meningkatkan kompetensi guru dan dosen; 
4. memajukan profesi serta karier guru dan dosen; 
5. meningkatkan mutu pembelajaran; 
6. meningkatkan mutu pendidikan nasional; 
7. mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antardaerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi; 
8. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah; dan 
9. meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu. 


Meningkatkan martabat guru profesional

Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Secara akademis, seorang guru profesional mestinya memiliki keahlian atau kecakapan akademis dalam bidang ilmu tertentu; cakap mempersiapkan penyajian materi (pembuatan silabus; program tahunan, program semester) yang akan menjadi acuan penyajian; melaksanakan penyajian materi; melaksanakan evaluasi atas pelaksanaan yang dilakukan; serta mampu memperlakukan siswa secara adil dan secara manusiawi.

Profesionalitas seorang guru antara lain terlihat dalam hal:  1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; 2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; 3) Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status social ekonomi perserta didik dalam pembelajaran; 4) Menjunjung tinggi peraturan perundangundangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan 5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Tuntutan terhadap guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan sains, teknologi dan seni merupakan tuntutan profesi, sehingga guru dapat senantiasa menempatkan diri dalam perkembangannya. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi akibat kemajuan teknologi yang memberikan banyak peluang untuk setiap orang menjadi guru bagi dirinya sendiri, artinya ia bisa mengakess aneka jenis informasi sebagai pengetahuan baru. Guru lebih diposisikian sebagai partner belajar, memfasilitasi belajar siswa sesuai dengan kondisi setempat secara kondusif. Dalam kerja profesional, guru dituntut untuk bisa melayani siswa sebagai subyek belajar dan memperlakukannya secara adil, melihat keberbedaan sebagai keberagaman pribadi dengan aneka potensi yang harus dikembangkan. Maka hubungan antara guru dengan siswa merupakan pola hubungan yang fleksibel, ada kalanya guru menempatkan diri sebagai patner belajar siswa, saat yang lain sebagai pembimbing, dan berposisi sebagai penerima informasi yang belum diketahuinya. Di inilah pembelajaran berlangsung dalam sebuah orkestrasi pembelajaran yang melihat segala sesuatu di sekitar guru sebagai pembelajar potensi untuk mencapai kesuksesan belajar .

Ukuran kesuksesan kerja profesional bagi seorang guru dapat dilihat dari target yang ingin dicapai dalam pembelajaran, serta kemampuan mengoptimalkan fasilitas belajar dan kondisi setempat. Persiapan pembelajaran menjadi sesuatu yang wajib dikerjakan, dan pelaksanaan aplikasi dalam kelas berpijak kepada persiapan yang telah dibuat dengan menyesuaikan terhadap kondisi setempat atau kelas yang berbeda. Kepedulian untuk mengembangkan kemampuan afektif, emosional, sosial dan spiritual siswa, sesuatu yang vital untuk bisa melihat kelebihan atau keunggulan yang terdapat dalam diri anak. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan diri dan menemukan aktualisasi sehingga tumbuh rasa percaya diri.

Di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 ditegaskan pada pasal 39 bahwa, pengelolaan, pengembangan, pelayanan dalam satuan pendidikan, juga sebagai tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses serta menilai hasil pembelajaran, bimbingan dan pelatihan. Sebagaimana pengertian profesional yang terdapat dalam UU Guru dan Dosen dapat seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan.

Sementara prinsip profesionalitas guru dan dosen UU No.14 tahun 2005 pasal 7 ayat 1, merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut; 1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; 2) Memiliki kualifikasi akademik atau atar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; 3) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; 4) memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; 5) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; 6) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; 7) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan 8) Memiliki organisasi profesi yang mempunyaikewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

 

Kompetensi guru profesional

Untuk Indonesia, jabatan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan adanya 4 kompetensi guru, antara lain: 


1. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi ini menyangkut kemampuan seorang guru dalam memahami karakteristik atau kemampuan yang dimiliki oleh murid melalui berbagai cara. Cara yang utama yaitu dengan memahami murid melalui perkembangan kognitif murid, merancang pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi hasil belajar sekaligus pengembangan murid.


2. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian ini adalah salah satu kemampuan personal yang harus dimiliki oleh guru profesional dengan cara mencerminkan kepribadian yang baik pada diri sendiri, bersikap bijaksana serta arif, bersikap dewasa dan berwibawa serta mempunyai akhlak mulia untuk menjadi sauri teladan yang baik.


3. Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional adalah salah satu unsur yang harus dimiliki oleh guru yaitu dengan cara menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam. 


4. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik melalui cara yang baik dalam berkomunikasi dengan murid dan seluruh tenaga kependidikan atau juga dengan orang tua/wali peserta.

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat


https://www.binsarhutabarat.com/2020/11/indonesia-perlu-guru-profesional.html

Monday, November 2, 2020

Perancis Perlu Merenungkan "Common Word





Perancis Perlu Merenungkan Common Word


Peristiwa di Perancis baru-baru ini tidak akan menimbulkan ketegangan bagi dunia, jika Emanuel Macron memahami kata bersama yang merupakan suatu kesepakan agama-agama yang dilontarkan umat Islam.


Kata bersama (Common Word) itu sendiri menyatakan  bahwa sesungguhnya Umat Islam dan Kristen sama-sama mengakui adanya Allah yang esa dan kedua agama sama-sama diperintahkan untuk mengasihi Allah dan sesamanya, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu.


Konflik yang disebabkan oleh oknum yang beragama tertentu tidak boleh dijadikan representasi komunitas agama itu. Apalagi ketika konflik itu sendiri terjadi karena adanya permasalahan dalam kedua belah pihak yang sama-sama tidak memuliakan agama itu.


Untuk Indonesia, katabersama itu sendiri memiliki tempat yang jelas, yaitu dibawah payung Pancasila. Agama-agama di indonesia mendapatkan persemaiannya dalam payung Pancasi ng lebar. Tapi, itu tidak berarti Indonesia bisa streril dari konflik-konflik yang mengatasnamakan agama.



PANCASILA DAN "KATA BERSAMA"

Kristen dan Islam mengakui bahwa dunia yang mereka tempati diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Pengasih. Tuhan Yang Esa tersebut juga berdaulat atas dunia ini, dan telah memerintahkan kepada kedua agama itu untuk hidup “mengasihi Allah dan sesamanya,”yang dikenal dengan sebutan kata bersama (common word). Lantas, mengapa kekerasan atas nama agama masih saja terus berlanjut di negeri ini, dan ini juga terjadi pada kedua agama itu?

 

Populasi umat Islam dan Kristen yang merupakan jumlah terbesar di negeri ini memiliki peran strategis bagi terciptanya Indonesia yang penuh kedamaian. Indonesia seharusnya bisa menjadi teladan bagi negera-negara lain dalam menciptakan kedamaian antara agama-agama, apalagi Indonesia telah memiliki kata bersama jauh sebelum dokumen  itu dilahirkan, yakni di dalam Pancasila yang adalah konsensus bersama agama-agama di Indonesia.

 

Geneologi “kata bersama”

 

September 2007, bentuk akhir dari dokumen yang berisi Sebuah “Persamaan di antara Kami dan Kamu” yang digagas oleh 138 cendikiawan, ulama dan intelektual Muslim diperlihatkan dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh Akademi Kerajaan dan Institut Aal al- Bayt, dengan tema “Kasih di dalam Al Quran”.

 

Dokumen yang menetapkan adanya kata bersama antara umat Islam dan Kristen tersebut ditanda tangani oleh setiap denominasi, dan kelompok pemikiran Islam. Setiap negara atau wilayah Islam besar di dunia terwakili dalam pesan yang disingkat menjadi kata bersama.  Dan pesan tersebut ditujukan kepaada pemimpin, dan Gereja di seluruh dunia.

 

Dalam pesan tersebut juga dinyatakan bahwa sesungguhnya Umat Islam dan Kristen sama-sama mengakui adanya Allah yang esa dan kedua agama sama-sama diperintahkan untuk mengasihi Allah dan sesamanya, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu. Dan Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Bunyi kata bersama itu ada dalam kedua kitab suci agama itu, dan bukan merupakan usaha mengkompromikan ajaran agama-agama yang mereduksikan nilai-nilai agama-agama itu.

 

Apabila kita melihat lebih jauh pada agama-agama di luar Islam dan Kristen, pengakuan adanya “kata bersama” sebenarnya bukan hanya ada pada agama Islam, Kristen dan Yahudi yang memiliki akar tradisi yang dekat, namun juga terdapat pada agama-agama lain. Jadi, agama-agama sesungguhnya memiliki tugas mulia untuk menciptakan kedamaian di bumi, sebagaimana dikatakan oleh Hans Kung, “tidak mungkin ada kedamaian tanpa kedamaian di antara agama-agama. Sebagai seorang yang beragama, tidaklah patut berbicara tentang kedamaian tanpa berusaha untuk hidup damai dengan agama-agama lain.

 

Pengakuan kata bersama menjadi penting bagi umat Islam dan Kristen, bukan hanya karena keduanya memiliki garis tradisi yang dekat, namun Islam dan Kristen merupakan agama-agama yang dipeluk oleh banyak masyarakat di dunia. Artinya, apabila ada kedamaian antara kedua agama tersebut, maka kedamaian dunia sudah hampir dapat dipastikan terjadi. Hubungan Islam dan Kristen yang harmonis sudah pasti dapat menjadi motivasi bagi semua agama-agama untuk hidup bersama dengan damai.

 

Kata bersama yang memersatukan

 

Umat beragama di Indonesia menerima Pancasila bukan karena Pancasila itu menguntungkan bagi kelompok agama tertentu. Tapi lebih karena sebagaimana dikatakan oleh TB Simatupang, Pancasila ibarat payung yang lebar bagi agama-agama. Identitas agama-agama yang beragam di Indonesia diakui identitasnya, bahkan agama-agama didorong untuk dapat memberikan kontribusinya bagi pembangunan bangsa sebagaimana pernah didengungkan para pendidri bangsa ini.  

 

Pancasila adalah konsensus bersama agama-agama sebagaimana tertuang dalam “kata bersama,” karena tidak satu pun agama di negeri ini yang menganggap agama lain sebagai musuh, dan sila-sila di dalam Pancasila memiliki pembenaran pada setiap agama-agam yang ada di negeri ini.

 

Kalau saja semua orang dinegeri ini mau konsisten dengan Pancasila, maka koflik antar agama atau konflik dalam agama yang terjadi karena perbedaan ajaran atau doktrin, sesungguhnya tidak perlu terjadi. Pancasila memberikan tempat pada agama-agama tanpa harus melepaskan identitasnya. Demikian juga perbedaan ajaran agama dapat diselesaikan dengan cara-cara yang santun sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

 

Sebagaimana kata bersama adalah dasar bagi dialog antar agama untuk saling memahami, demikian juga adanya dengan Pancasila. Masyarakat Indonesia sepatutnya tidak jemu-jemu mendengungkan Pancasila sebagai kata bersama semua umat beragama di Indonesia untuk menghadirkan Indonesia yang penuh dengan kedamaian.


Perancis sebagai negara sekuler perlu menghormati agama. Tesis negara sekuler yang meminggirkan agama dalam ruang publik perlu direvisi, jika tidak ingin dikatakan agara Perancis perlu mengubur doktrin sekularisasi yang mendeskriminasikan agama.


Semua umat manusia perlu menghargai sesamanya, mungkin kaidah kencana, "perbuatlah apa yang kamu ingin orang lain perbuat bagimu"perlu terus didengungkan agar pelaksanaan kebebasan berjalan dalam koridor hukum yang non deskriminatif.


 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat

https://www.binsarhutabarat.com/2020/11/perancis-perlu-merenungkan-common-word.html


 

Sunday, November 1, 2020

Radikalisme Eskatologis




 Radikalisme Eskatologis

Tetapi kami berpesan kepadamu, saudara-saudara, dalam nama Tuhan Yesus Kristus, supaya kamu menjauhkan diri dari setiap saudara yang tidak melakukan pekerjaannya dan yang tidak menurut ajaran yang telah kamu terima dari kami. Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja diantara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu. Bukan karena kami tidak berhak untuk itu, melainkan karena kami mau menjadikan diri kami teladan bagi kamu, supaya kamu ikuti. Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu , kami memberi peringatan ini juga kepada kamu: Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan. (II Tesalonika 3: 6-10)

 

 

Radikalisme Eskatologis di Tesalonika

 

Radikalisme Eskatologis menurut kitab II Tesalonika adalah mereka yang berpegang pada keyakinan bahwa kedatangan Yesus yang kedua kali berada pada waktu yang mereka ketahui dengan pasti.

 

Kemudian, dengan dasar waktu yang pasti tentang kedatangan Yesus itu, kaum radikalisme esaktologis tidak lagi bekerja dan hanya menantikan kedatangan Yesus. Kemalasan kaum radikalisme eskatologis ini kemudian menjadi beban bagi umat Allah di Tesalonika.

 

Melihat ketidaktertiban kaum radikalisme eskatologi ini, maka Paulus menasihati jemaat Tesalonika untuk menjaga jarak sosial agar tidak tertular virus kemalasan yang ditebarkan mereka.

 

Rasul Paulus menjelaskan dalam II Tesalonika bahwa akhir zaman adalah suatu periode yang harus dilewati jemaat Tuhan. “Janganlah kamu memberi dirimu disesatkan orang dengan cara yang bagaimanapun juga! Sebab sebelum Hari itu haruslah datang dahulu murtad dan haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka, yang harus binasa” (II Tesalonika 2:3).

 

 

Teladan Paulus menghadapi radikalisme eskatologis

 

Pada waktu melayani di Tesalonika Paulus menjelaskan bahwa dia bekerja siang dan malam. Paulus “tidak makan roti dengan percuma.”Paulus kerap bekerja untuk mencukupkan kebutuhan pelayanannya, meskipun sebenarnya sebagai pelayan Injil  Paulus berhak mendapatkan dukungan dari jemaat Tesalonika.

 

Paulus yang memiliki banyak ketrampilan. Kerap menggunakan keterampilannya, antara lain sebagai pembuat tenda untuk mencukupkan dirinya. Itu dilakukan agar Paulus dapat melayani, dan tidak terhalang dengan lemahnya dukungan jemaat yang dilayani, meskipun Paulus berhak mendapatkan dukungan dari jemaat yang dilayani.

 

Kehidupan Paulus merupakan teladan yang berbicara kuat. Paulus melayani bukan untuk memperkaya diri, tetapi Paulus telah memperkaya jemaat. Sebuah kemurahan Allah yang tidak menuntut apapun mengalir dari Allah dalam kehidupan Paulus, dan kemudian kemurahan itu mengalir kepada setiap orang yang dilayani.

 

Nasihat Paulus terhadap jemaat di Tesalonika sangat berotoritas, karena memang hidup Paulus sesuai kebenaran. Selarasnya antara kata dan perbuatan di demonstrasikan dalam kehidupan Paulus, karena itu nasihat Paulus sangat berotoritas, bukan karena statusnya sebagai pemimpin jemaat Tesalonika.

 

Mereka yang memerintah orang lain untuk hidup menjadi teladan, perlu memeriksa diri apakah dirinya telah menjadi teladan. Karena menjadi teladan adalah tuntutan terhadap diri kita sendiri, bukan tuntutan kepada orang lain. Mereka yang telah mentaatti Allah akan memiliki otoritas ketika menasihati orang lain untuk mentaati Allah.  

 
Menjadi Teladan dengan Menjaga jarak Sosial

 

Menghadapi kaum radikalisme eskatologis, jemaat di Tesalonika perlu berani menasihati ketidaktertiban kaum itu. Tapi, jika nasihat itu diabaikan, maka perlu ada sikap tegas, yaitu dengan menjaga jarak fisik.

 

Jemaat Tesalonika tidak perlu mengikuti kelakuan kaum radikalisme eskatologis untuk membawa mereka ke jalan yang benar. Sebaliknya perlu menjaga jarak sosial agar tidak tertular virus radikalisme esaktologis.

 

Pada sisi lain, jemaat Tesalonika perlu bekerja keras untuk menunjukkan teladan hidup tertib. Mereka yang hidup tertib akan menikmati hidup dalam Tuhan. Sebaliknya mereka yang tidak  hidup tertib tidak akan mengalami damai sejahtera Allah.

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat

 

 

 https://www.binsarhutabarat.com/2020/10/radikalisme-eskatologis.html

 

 

 

 

 

 

 

Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik

  Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik Pernyataan Suswono, Janda kaya tolong nikahi pemuda yang nganggur, dan lebih lanjut dikat...