Monday, November 2, 2020

Perancis Perlu Merenungkan "Common Word





Perancis Perlu Merenungkan Common Word


Peristiwa di Perancis baru-baru ini tidak akan menimbulkan ketegangan bagi dunia, jika Emanuel Macron memahami kata bersama yang merupakan suatu kesepakan agama-agama yang dilontarkan umat Islam.


Kata bersama (Common Word) itu sendiri menyatakan  bahwa sesungguhnya Umat Islam dan Kristen sama-sama mengakui adanya Allah yang esa dan kedua agama sama-sama diperintahkan untuk mengasihi Allah dan sesamanya, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu.


Konflik yang disebabkan oleh oknum yang beragama tertentu tidak boleh dijadikan representasi komunitas agama itu. Apalagi ketika konflik itu sendiri terjadi karena adanya permasalahan dalam kedua belah pihak yang sama-sama tidak memuliakan agama itu.


Untuk Indonesia, katabersama itu sendiri memiliki tempat yang jelas, yaitu dibawah payung Pancasila. Agama-agama di indonesia mendapatkan persemaiannya dalam payung Pancasi ng lebar. Tapi, itu tidak berarti Indonesia bisa streril dari konflik-konflik yang mengatasnamakan agama.



PANCASILA DAN "KATA BERSAMA"

Kristen dan Islam mengakui bahwa dunia yang mereka tempati diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Pengasih. Tuhan Yang Esa tersebut juga berdaulat atas dunia ini, dan telah memerintahkan kepada kedua agama itu untuk hidup “mengasihi Allah dan sesamanya,”yang dikenal dengan sebutan kata bersama (common word). Lantas, mengapa kekerasan atas nama agama masih saja terus berlanjut di negeri ini, dan ini juga terjadi pada kedua agama itu?

 

Populasi umat Islam dan Kristen yang merupakan jumlah terbesar di negeri ini memiliki peran strategis bagi terciptanya Indonesia yang penuh kedamaian. Indonesia seharusnya bisa menjadi teladan bagi negera-negara lain dalam menciptakan kedamaian antara agama-agama, apalagi Indonesia telah memiliki kata bersama jauh sebelum dokumen  itu dilahirkan, yakni di dalam Pancasila yang adalah konsensus bersama agama-agama di Indonesia.

 

Geneologi “kata bersama”

 

September 2007, bentuk akhir dari dokumen yang berisi Sebuah “Persamaan di antara Kami dan Kamu” yang digagas oleh 138 cendikiawan, ulama dan intelektual Muslim diperlihatkan dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh Akademi Kerajaan dan Institut Aal al- Bayt, dengan tema “Kasih di dalam Al Quran”.

 

Dokumen yang menetapkan adanya kata bersama antara umat Islam dan Kristen tersebut ditanda tangani oleh setiap denominasi, dan kelompok pemikiran Islam. Setiap negara atau wilayah Islam besar di dunia terwakili dalam pesan yang disingkat menjadi kata bersama.  Dan pesan tersebut ditujukan kepaada pemimpin, dan Gereja di seluruh dunia.

 

Dalam pesan tersebut juga dinyatakan bahwa sesungguhnya Umat Islam dan Kristen sama-sama mengakui adanya Allah yang esa dan kedua agama sama-sama diperintahkan untuk mengasihi Allah dan sesamanya, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu. Dan Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Bunyi kata bersama itu ada dalam kedua kitab suci agama itu, dan bukan merupakan usaha mengkompromikan ajaran agama-agama yang mereduksikan nilai-nilai agama-agama itu.

 

Apabila kita melihat lebih jauh pada agama-agama di luar Islam dan Kristen, pengakuan adanya “kata bersama” sebenarnya bukan hanya ada pada agama Islam, Kristen dan Yahudi yang memiliki akar tradisi yang dekat, namun juga terdapat pada agama-agama lain. Jadi, agama-agama sesungguhnya memiliki tugas mulia untuk menciptakan kedamaian di bumi, sebagaimana dikatakan oleh Hans Kung, “tidak mungkin ada kedamaian tanpa kedamaian di antara agama-agama. Sebagai seorang yang beragama, tidaklah patut berbicara tentang kedamaian tanpa berusaha untuk hidup damai dengan agama-agama lain.

 

Pengakuan kata bersama menjadi penting bagi umat Islam dan Kristen, bukan hanya karena keduanya memiliki garis tradisi yang dekat, namun Islam dan Kristen merupakan agama-agama yang dipeluk oleh banyak masyarakat di dunia. Artinya, apabila ada kedamaian antara kedua agama tersebut, maka kedamaian dunia sudah hampir dapat dipastikan terjadi. Hubungan Islam dan Kristen yang harmonis sudah pasti dapat menjadi motivasi bagi semua agama-agama untuk hidup bersama dengan damai.

 

Kata bersama yang memersatukan

 

Umat beragama di Indonesia menerima Pancasila bukan karena Pancasila itu menguntungkan bagi kelompok agama tertentu. Tapi lebih karena sebagaimana dikatakan oleh TB Simatupang, Pancasila ibarat payung yang lebar bagi agama-agama. Identitas agama-agama yang beragam di Indonesia diakui identitasnya, bahkan agama-agama didorong untuk dapat memberikan kontribusinya bagi pembangunan bangsa sebagaimana pernah didengungkan para pendidri bangsa ini.  

 

Pancasila adalah konsensus bersama agama-agama sebagaimana tertuang dalam “kata bersama,” karena tidak satu pun agama di negeri ini yang menganggap agama lain sebagai musuh, dan sila-sila di dalam Pancasila memiliki pembenaran pada setiap agama-agam yang ada di negeri ini.

 

Kalau saja semua orang dinegeri ini mau konsisten dengan Pancasila, maka koflik antar agama atau konflik dalam agama yang terjadi karena perbedaan ajaran atau doktrin, sesungguhnya tidak perlu terjadi. Pancasila memberikan tempat pada agama-agama tanpa harus melepaskan identitasnya. Demikian juga perbedaan ajaran agama dapat diselesaikan dengan cara-cara yang santun sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

 

Sebagaimana kata bersama adalah dasar bagi dialog antar agama untuk saling memahami, demikian juga adanya dengan Pancasila. Masyarakat Indonesia sepatutnya tidak jemu-jemu mendengungkan Pancasila sebagai kata bersama semua umat beragama di Indonesia untuk menghadirkan Indonesia yang penuh dengan kedamaian.


Perancis sebagai negara sekuler perlu menghormati agama. Tesis negara sekuler yang meminggirkan agama dalam ruang publik perlu direvisi, jika tidak ingin dikatakan agara Perancis perlu mengubur doktrin sekularisasi yang mendeskriminasikan agama.


Semua umat manusia perlu menghargai sesamanya, mungkin kaidah kencana, "perbuatlah apa yang kamu ingin orang lain perbuat bagimu"perlu terus didengungkan agar pelaksanaan kebebasan berjalan dalam koridor hukum yang non deskriminatif.


 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat

https://www.binsarhutabarat.com/2020/11/perancis-perlu-merenungkan-common-word.html


 

Sunday, November 1, 2020

Radikalisme Eskatologis




 Radikalisme Eskatologis

Tetapi kami berpesan kepadamu, saudara-saudara, dalam nama Tuhan Yesus Kristus, supaya kamu menjauhkan diri dari setiap saudara yang tidak melakukan pekerjaannya dan yang tidak menurut ajaran yang telah kamu terima dari kami. Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja diantara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu. Bukan karena kami tidak berhak untuk itu, melainkan karena kami mau menjadikan diri kami teladan bagi kamu, supaya kamu ikuti. Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu , kami memberi peringatan ini juga kepada kamu: Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan. (II Tesalonika 3: 6-10)

 

 

Radikalisme Eskatologis di Tesalonika

 

Radikalisme Eskatologis menurut kitab II Tesalonika adalah mereka yang berpegang pada keyakinan bahwa kedatangan Yesus yang kedua kali berada pada waktu yang mereka ketahui dengan pasti.

 

Kemudian, dengan dasar waktu yang pasti tentang kedatangan Yesus itu, kaum radikalisme esaktologis tidak lagi bekerja dan hanya menantikan kedatangan Yesus. Kemalasan kaum radikalisme eskatologis ini kemudian menjadi beban bagi umat Allah di Tesalonika.

 

Melihat ketidaktertiban kaum radikalisme eskatologi ini, maka Paulus menasihati jemaat Tesalonika untuk menjaga jarak sosial agar tidak tertular virus kemalasan yang ditebarkan mereka.

 

Rasul Paulus menjelaskan dalam II Tesalonika bahwa akhir zaman adalah suatu periode yang harus dilewati jemaat Tuhan. “Janganlah kamu memberi dirimu disesatkan orang dengan cara yang bagaimanapun juga! Sebab sebelum Hari itu haruslah datang dahulu murtad dan haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka, yang harus binasa” (II Tesalonika 2:3).

 

 

Teladan Paulus menghadapi radikalisme eskatologis

 

Pada waktu melayani di Tesalonika Paulus menjelaskan bahwa dia bekerja siang dan malam. Paulus “tidak makan roti dengan percuma.”Paulus kerap bekerja untuk mencukupkan kebutuhan pelayanannya, meskipun sebenarnya sebagai pelayan Injil  Paulus berhak mendapatkan dukungan dari jemaat Tesalonika.

 

Paulus yang memiliki banyak ketrampilan. Kerap menggunakan keterampilannya, antara lain sebagai pembuat tenda untuk mencukupkan dirinya. Itu dilakukan agar Paulus dapat melayani, dan tidak terhalang dengan lemahnya dukungan jemaat yang dilayani, meskipun Paulus berhak mendapatkan dukungan dari jemaat yang dilayani.

 

Kehidupan Paulus merupakan teladan yang berbicara kuat. Paulus melayani bukan untuk memperkaya diri, tetapi Paulus telah memperkaya jemaat. Sebuah kemurahan Allah yang tidak menuntut apapun mengalir dari Allah dalam kehidupan Paulus, dan kemudian kemurahan itu mengalir kepada setiap orang yang dilayani.

 

Nasihat Paulus terhadap jemaat di Tesalonika sangat berotoritas, karena memang hidup Paulus sesuai kebenaran. Selarasnya antara kata dan perbuatan di demonstrasikan dalam kehidupan Paulus, karena itu nasihat Paulus sangat berotoritas, bukan karena statusnya sebagai pemimpin jemaat Tesalonika.

 

Mereka yang memerintah orang lain untuk hidup menjadi teladan, perlu memeriksa diri apakah dirinya telah menjadi teladan. Karena menjadi teladan adalah tuntutan terhadap diri kita sendiri, bukan tuntutan kepada orang lain. Mereka yang telah mentaatti Allah akan memiliki otoritas ketika menasihati orang lain untuk mentaati Allah.  

 
Menjadi Teladan dengan Menjaga jarak Sosial

 

Menghadapi kaum radikalisme eskatologis, jemaat di Tesalonika perlu berani menasihati ketidaktertiban kaum itu. Tapi, jika nasihat itu diabaikan, maka perlu ada sikap tegas, yaitu dengan menjaga jarak fisik.

 

Jemaat Tesalonika tidak perlu mengikuti kelakuan kaum radikalisme eskatologis untuk membawa mereka ke jalan yang benar. Sebaliknya perlu menjaga jarak sosial agar tidak tertular virus radikalisme esaktologis.

 

Pada sisi lain, jemaat Tesalonika perlu bekerja keras untuk menunjukkan teladan hidup tertib. Mereka yang hidup tertib akan menikmati hidup dalam Tuhan. Sebaliknya mereka yang tidak  hidup tertib tidak akan mengalami damai sejahtera Allah.

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat

 

 

 https://www.binsarhutabarat.com/2020/10/radikalisme-eskatologis.html

 

 

 

 

 

 

 

Friday, October 30, 2020

Pengertian, Metode dan Pendekatan Penelitian Ilmiah

 











Pengertian, metode dan pendekatan penelitian 

Mengetahui apa yang dimaksud dengan penelitian ilmiah, pengertian, metode dan pendekatan ilmiah perlu untuk mengetahui apakah penelitian yang dilakukan itu memenuhi langkah-langkah yang ditetapkan dalam penelitian ilmiah.

 Pengertian penelitian dan metode ilmiah.

Penelitian Ilmiah adalah penelitian untuk mencari kebenaran dengan menggunakan Metode ilmiah.

Metode Ilmiah adalah Metode yang menggunakan logika berpikir atau penalaran deduktif dan induktif.

 

Sedangkan yang dimaksud dengan Kebenaran Ilmiah adalah seperti berikut:

1.Kebenaran Koherensi:Logika induktif,sifatnya rasional

2. Kebenaran Korespondensi: Logika deduktif, sifatnya empirik (faktual)

3. Kebenaran Pragmatis: ditinjau dari kegunaan dilapangan.

 

Dengan demikian dapat ditetapkan Sifat ilmu antara lain adalah:

1.Bersistem

2. Bermetode

3.Objektif: Dapat dianalisis secara empiris

4. Rasional atau logis (dipecahkan oleh akal secara deduktif dan induktif)

 

Pendekatan Penelitian Ilmiah


Penelitian menggunakan dua jenis penalaran: inductive reasoning and deductive reasoning.

Penalaran  ilmiah menggunakan dua paradigma yang berbeda dan tidak bisa dicampur. Pertama, penelitian yang merujuk pada pendekatan pengetahuan “bottom-up”, peneliti menggunakan pengamatan tertentu untuk membangun suatu abstraksi atau menggambarkan sebuah fenomena yang diteliti.

Penalaran induktif mengarah pada metode-metode induktif pengumpulan data, dimana peneliti:

Secara sistematis mengamati fenomena yang diteliti

Mencari pola-pola atau tema-tema dalam pengamatan

Mengembangkan suatu generalisasi dari analisis tema-tema tersebut

Dengan demikian peneliti memproses  dari  pengamatan spesifik ke pernyataan umum  - suatu jenis pendekatan  penemuan pengetahuan.

 

Kedua, Paradigma deduktif, yakni penalaran yang menggunakan pendekatan pengetahuan ‘top-down’. Peneliti menggunakan satu aspek penalaran deduktif  dengan pertama membuat suatu pernyataan umum dan kemudian mencari bukti spesifik yang dapat mendukung atau menolak pernyataan tersebut.

Jenis penelitian ini menggunakan the hypothetic deductive method, yang memulai dengan penyusunan sebuah hipotesis: suatu penjelasan tentatif  yang dapat diuji dengan pengumpulan data.Hipotesis ini harus didasarkan pada sebuah teori  atau suatu pengetahuan yang disusun berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu.

 

Sebuah teori adalah sebuah penjelasan yang dikembangkan dengan baik tentang bagaimana beberapa aspek dari dunia bekerja menggunakan suatu kerangka konsep, prinsip, dan hipotesis-hipotesis lainnya. Ringkasnya, peneliti mulai dengan:

Sebuah teori dan pengetahuan yang didasarkan  dan digunakan untuk menyusun hipotesis.Mengumpulkan data, dan

Membuat suatu keputusan berdasarkan pada data  untuk menerima atau menolak hipotesis atau prediksi.

 

 

Pendekatan induktif dan pendekatan hypothetic-deductive untuk pengetahuan  adalah dua jalur umum yang digunakan dalam penelitian Penalaran induktif sangat dekat diasosiasikan dengan pendekatan penelitian kualitatif, yang mengumpulkan dan merangkum data menggunakan metode naratif atau verbal: observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Peneliti kualitatif  sering dikatakan mengambil pendekatan induktif untuk mengumpulkan data karena mereka merumuskan hipotesis hanya setelah mereka mulai melakukan observasi, wawancara, dan analisis dokumen.

Hipotesis ini diuji dan dimodifikasi dengan pengumpulan data lanjutan ketimbang diterima atau ditolak secara serentak.

Peneliti kualitatif percaya bahwa pemahaman penuh fenemona bergantung pada konteks, dengan demikian mereka menggunakan teori setelah pengumpulan data untuk membantu pola-pola yang diamati.

 

Metode hypothetic-deductive sangat dekat diasosiasikan dengan pendekatan kuantitatif, yang merangkum data menggunakan angka-angka. Hipotesis dan metode pengumpulan data dalam penelitian kuantitatif diciptakan sebelum penelitian dimulai.

Hipotesis atau teori kemudian diuji, dan ketika didukung, biasanya hipotesis atau teori ini dipandang dapatdigeneralisasikan: dapat diaplikasikan pada siatuasi dan populasi yang sama yang lebih luas. Peneliti  sebagaimana mereka mencari pengalaman, hasil, ide, konsep, atau teori yang sama.

 

https://www.binsarhutabarat.com/2020/09/pengertian-metode-dan-pendekatan_28.html

 

 



 



 

 

Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik

  Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik Pernyataan Suswono, Janda kaya tolong nikahi pemuda yang nganggur, dan lebih lanjut dikat...