Monday, November 9, 2020

Apakah Gereja atau STT Patut Peduli Terhadap Entrepreneurship?

                              





 

Pemimpin-pemimpin Kristen mestinya menjadi ujung tombak perubahan bagi negeri yang masih bergelut dengan kemiskinan ini. Pertanyaannya kemudian, apakah Gereja atau Sekolah Tinggi Teologi perlu lebih peduli terhadap Entrepreneurship yang didengung-dengungkan bisa mendongkrak kemajuan Indonesia.









8 Oktober 2020, Jam 19.00-21.00 WIB dengan pembicara utama Dr. Drs. I Ketut Putra Suarthana, M.M., Ketua Umum Asosiasi Yayasan Untuk Bangsa (AYUB), Pengusaha Hotel, Sekolah dan Founder Lembaga Kemasyarakatan, dan Dr. Ir. Antonius Tanan, MBA., MSc.,MA. Educational advisor, independent, Ciputra University, Independent Commisioner PT Ciputra Development Tbk, membuat peserta secara khusus dosen-dosen teologi dan para pendeta dari berbagai daerah di Indonesia terperangah. Kreativitas dan Inovasi menjadi kata penting yang kerap didengungkan kedua pembicara. 

 

 


Mengawali Webinar Entrepreneurship Pdt. Dr. Togardo mengulas secara singkat pengertian kata Entrepreneurship yang mestinya tidak ditabukan dalam pelayanan dan pengelolaan gereja. Dalam renungan singkatny Pdt. Togardo sempat melemparkan pertanyaan,bagaimanakah praktik baik Entrepereneurship dalam pegelolaan gereja?

 

Dr. Antonius Tanan mengawali presentasinya dengan sebuah pertanyaan penting, Apakah Gereja atau STT Patut peduli dengan Entrepreneurship? Selanjutnya, untuk membuktikan bahwa Entrepreneurship penting untuk segala bidang kerja dan pelayanan, beliau memulainya dengan memberikan definisi entrepreneurship

 

 

 


 

 Dr. Antonius Tanan menampilkan tokoh kondang pelopor Entrepreneurship Indonesia, Ciputra yang karyanya sulit dihitung bahkan sam pai akhir hayatnya. Menurutnya tokoh legendaris,Ciputra mendefinisikan Entrepreneurship dengan kata sederhana, Mengubah kotoran menjadi emas.


 


 


Dr. Antonius Tanan mengakhiri presentasinya dengan memberikan tantangan kepada pimpinan gereja dan dosen-dosen STT demikian:

 

 

 


 

 

Pembicara kedua, Dr. Drs. I Ketut Putra Suarthana, M.M., Ketua Umum Asosiasi Yayasan Untuk Bangsa (AYUB) kembali menampilkan tokoh Entrepreneurship Indonesia Ciputra. Beliau memaparkan ketokohan Ciputra yang tak pernah kering dengan ide-ide segar untuk perubahan. Menurutnya, pimpinan gereja dan STT perlu memiliki ide-ide kreatif, karya-karya inovatif didukung dengan keterampilan yang mendukung pelayan.

 

Webinar Entrepreneurship yang digelar melalui aplikasi zoom ternyata tidak meredupkan semangat peserta untuk belajar dan terus melakukan perubahan dalam seantero pelayanan dan pekerjaan.  Kita berharap karya-karya kreatif, inovasi akan mewarnai sejarah pelayan gereja dan STT di Indonesia untuk menjadi pelopor dalam perubahan.

 

Binsar Hutabarat institute

https://www.binsarhutabarat.com/2020/10/apakah-gereja-atau-stt-patut-peduli-entrepreneurship.html

Menyongsong Windows Open Opportunity











Menyongsong Windows Open Opportunity

Wabah covid-19 membuat pemerintah harus mengalihkan banyak program pembangunan untuk menolong masyarakat terdampak virus corona. Tapi, pembangunan sektor pendidikan perlu menjadi perhatian penting pemerintah untuk meningkatkan kompetensi manusia Indonesia. 


Menyongsong Windows Open Opportunity

 

Tuhan memberikan “hujan dan panas” kepada semua orang. Artinya, semua individu, komunitas, bangsa dan negara di seantero dunia ini memiliki kesempatan untuk memiliki peluang hidup sejahtera. Persoalanya adalah sampai sejauh mana individu, komunitas, bangsa dan negara itu telah berusaha memanfaatkan kesempatan tersebut untuk dapat hidup sejahtera adalah hal yang amat menentukan pencapaian tersebut.

 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan, jumlah penduduk Indonesia pada 2010 mencapai 234 juta jiwa, dan akan naik menjadi 248 juta jiwa pada 2015. Pada tahun 2020 melonjak menjadi 261 juta jiwa, dan terus meningkat menjadi 273 juta jiwa di tahun 2025. Seiring dengan itu porsi usia produktif ikut melonjak dari 68,6% pada 2010 menjadi 69,1 % pada 2015 dan 2020. Usia produktif diperkirakan akan menurun menjadi 68,7% pada tahun 2025.

 

Berdasarkan data statistik tersebut jelaslah fase jendela terbuka , windows open opportunity  yakni jumlah penduduk ideal mendukung perekonomian dan sekaligus tidak menjadi beban negara, untuk Indonesia terjadi pada 2020-2030. Fase ini adalah peluang bagi Indonesia  untuk mengalami pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya, setelah fase itu pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami grafik yang menurun, seiring dengan menurunnya porsi usia produktif.

 

Persoalannya sekarang, apakah  Indonesia bisa memanfaatkan fase jendela terbuka ini atau tidak, itu akan sangat menentukan masa depan negeri ini, khususnya untuk keluar dari jerat kemiskinan yang sangat menyakitkan itu.

 

Persoalan Kompetensi

Kompetensi adalah daya saing individu atau suatu bangsa yang diukur dalam produktivitasnya. Meningkatnya kompetensi nasional otomatis akan mengangkat produktivitas nasional. Apabila usia produktif yang amat besar di Indonesia pada tahun 2020-2030 itu memiliki peningkatan dalam hal kompetensi maka itu akan meningkatkan produktivitas nasional.

 

Sektor penting untuk meningkatkan kompetensi nasional adalah pendidikan, dengan pendidikan yang berkualitas setiap orang dapat meningkatkan produktivitas dalam dirinya, baik pada saat ia bekerja di pabrik, maupun saat tenaga manusia diganti dengan tenaga mesin, seiring dengan arus globalisasi yang melanda dunia.

 

Menurut data  UNDP hampir  55% dari  laki-laki berumur 12 – 17 tahun di Indonesia hanya mengecap pendidikan sampai SMP,  dan  30% hanya menikmati sampai dengan SD, itupun pada sekolah dengan mutu rendah. Itulah sebabnya sebagian besar penganggur di Indonesia berada pada kelompok usia muda dan produktif yaitu 15-24 tahun., karena kompetensi usia produktif yang amat rendah. Parahnya lagi, berdasarkan standar nasional pendidikan, 65 % pendidikan di Indonesia masih berada dibawah standar, hanya 35 persen yang memenuhi standar tersebut.

 

Komposisi pengajar sekolah dasar hanya 8,3 % yang memenuhi kualifikasi pendidikan S-1 sebagian berpendidikan D-2 kebawah. Kompetensi guru di sekolah menengahpun juga belum menggembirakan, dari jumlah yang kini ada baru 62,08 % guru yang memiliki izajah S-1

 

Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia juga terlihat dari masih buruknya fasilitas perpustakaan sekolah. Dari sekitar 250.000 sekolah, mulai tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas dan sederajat, hanya sekitar 16.000 sekolah atau tak sampai 7 % yang memiliki perpustakaan sekolah. Sekolah yang memiliki perpustakaan itu sebagian besar sekolah menengah atas dan sekolah menengah pertama. Itulah sebabnya minat baca pelajar Indonesia masih rendah, dan itu berdampak sampai pada perguruan tinggi.

 

Pemerintah dalam hal ini harus memfasilitasi penduduk produktif di Indonesia dengan pendidikan berkualitas agar mampu memanfaatkan dengan sebesar-besarnya fase windows open opportunity. Ini  tentu akan menjadi peluang untuk membawa Idonesia menjadi lebih sejahtera. Sebaliknya, apabila kompetensi Indonesia tak mengalami perubahan berarti, itu akan menjadi peluang bencana untuk Indonesia, yakni meningkatnya jumlah pengangguran.

 

 

Windows open Opportunity


Dengan demikian jelaslah bahwa untuk menyongsong Windows Open Opportunity banyak pekerjaan rumah yang mesti dikerjakan oleh pemerintah. 

 

Windows open opportunity adalah kesempatan yang tidak mungkin terulang kembali. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada fase itu merupakan kesempatan besar untuk Indonesia agar dapat tampil sebagai negara yang disegani baik di Asia maupun di dunia. 

Kemiskinan telah menghinakan bangsa ini, dan kesempatan untuk keluar dari penderitaan akibat kemiskinan terbuka lebar. Karena itu, pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia harus memanfaatkan fase jendela terbuka ini dengan sungguh-sungguh.

 

Pemerintah harus fokus pada pembangunan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Ketiga bidang tersebut sangat berkaitan erat dalam meningkatkan kompetensi nasional Indonesia. Pembangunan gedung-gedung sekolah, dan perbaikan gedung-gedung sekolah yang tidak memadai, serta pengadaan tenaga-tenaga guru yang handal tidak boleh ditunda-tunda lagi. Setelah keberhasilan wajib belajar 9 tahun, pemerintah harus melanjutkannya pada wajib belajar 12 tahun, dengan terus meningkatkan kualitas pendidikan yang ada.

 

Pemerintah dalam hal ini tidak boleh bersikap diskriminatif dengan hanya memberikan pendidikan bermutu bagi mereka yang kaya. Makin lebarnya jurang antara mereka yang kaya dan yang miskin adalah pertanda adanya diskriminasi dalam bidang pendidikan, dan makin tingginya pengangguran terdidik mengindikasikan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia

 

 

Pendirian balai-balai latihan kerja untuk tamatan sekolah menengah, bisa menjadi cara ampuh untuk meningkatkan kompetensi usia produktif di negeri ini, dan demi membuka peluang kerja baru. Apabila usaha ini dikerjakan dengan sungguh-sungguh oleh pemerintah dengan dukungan seluruh masyarakat Indonesia, maka fase jendela terbuka akan menjadi berkat besar bagi Indonesia, dan bukan malapetaka yang melahirkan ledakn pengangguran.

 

 

Binsar Antoni Hutabarat

https://www.binsarhutabarat.com/2020/11/menyongsong-windows-open-opportunity.html

Pendidikan Bermutu Naikkan Martabat Bangsa




Pendidikan Bermutu Naikkan Martabat Bangsa

 Pendidikan bermutu menaikkan martabat bangsa Indonesia. Melalui pendidikan bermutu kompetensi manusia Indonesia dapat disandingkan dengan masyarakat negara-negara maju di dunia. Itulah sebabnya kerap dikatakan, "Pendidikan Bermutu adalah Hak Azasi Manusia."


Di Indonesia, pada tahun 1971 setiap 86 anak ditanggung 100 pekerja dan pada 2010 rata-rata 51 anak ditanggung 100 pekerja. Bila keadaan ini terus berlanjut, pada 2020-2030 akan terbuka jendela peluang, window of opportunity, saat angka ketergantungan mencapai titik terendah, yaitu hanya 44 anak ditanggung tiap 100 pekerja. Setelah 2030, jendela peluang akan menyempit karena meningkatnya jumlah lansia sehingga angka ketergantungn naik di atas 50.

Besarnya populasi usia kerja tersebut merupakan pemicu pertumbuhan ekonomi. Pengurangan jumlah anak meningkatkan pendapatan per kapita, sementara besarnya jumlah penduduk usia kerja mendorong peningkatan pendapatan per kapita. Peningkatan usia harapan hidup juga meningkatkan pendapatan per kapita meski kemudian meningkatnya jumlah lansia menurunkan pendapatan tersebut.

Jendela peluang hanya terjadi sekali dalam sejarah suatu penduduk. Karena itu, Indonesia harus dapat memanfaatkannya sebaik-baiknya untuk membantu pertumbuhan ekonomi. 

Banyak negara menjadi kaya karena berhasil memanfaatkan jendela peluang bonus demografinya untuk melentingkan kemampuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, kemudian ledakan jumlah lansia, seperti di Jepang dan Eropa barat, membengkakkan biaya jaminan sosial, terutama pensiun.

Pertanyaannya sekarang, apakah jendela terbuka ini akan menjadi peluang atau bencana untuk Indonesia, karena tingginya angkatan kerja tentu saja membutuhkan lapangan kerja baru, tanpa itu negeri ini akan menghadapi ledakan pengangguran, dan tidak dapat memanfaatkan jendela peluang untuk melejitkan ekonomi Indonesia.

Pendidikan bermutu

Wajar saja jika berbagai kalangan masih meragukan, apakah windows open opportunity (jendela peluang) saat bonus demografi pada 2020- 2030 dapat diraih, atau malah justru bisa menghadirkan bencana bagi Indonesia. Keraguan tersebut wajar saja jika kita melihat kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang ada saat ini. Peluang bonus demografi bisa menjadi sebuah anugerah tapi sekaligus sebuah dilema. Di satu pihak bonus demografi merupakan sebuah momentum yang dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk pembangunan Indonesia. Namun, pada sisi lain, bonus demografi dapat mengakibatkan bencana bila jumlah manusia produktif itu berubah menjadi ledakan pengangguran karena kualifikasi SDM-nya yang rendah atau ketaktersediaan lapangan kerja yang mencukupi.

Kompetensi suatu bangsa dapat diukur dari tingkat produktivitasnya. Meningkatnya kompetensi nasional otomatis akan mengangkat produktivitas nasional. Apabila usia produktif yang amat besar di Indonesia pada 2020-2030 itu memiliki tingkat kompetensi yang tinggi, maka hal itu akan meningkatkan produktivitas nasional. Tapi, sebaliknya, apabila Indonesia ketika itu memiliki usia produktif yang tinggi tapi tanpa kompetensi yang tinggi, maka produktivitas nasional takkan berubah secara signifikan. 

Karena itu, meningkatkan kompetensi manusia Indonesia adalah kunci penting untuk meraih momentum bonus demografi tersebut. Sektor penting untuk meningkatkan kompetensi nasional adalah pendidikan. 

Dengan mengembangkan pendidikan yang berkualitas, setiap orang dapat meningkatkan produktivitas dalam dirinya, baik pada saat ia bekerja di pabrik, maupun saat tenaga manusia diganti dengan tenaga mesin, seiring dengan arus globalisasi yang melanda dunia. 

Pemerintah harus fokus pada pembangunan pendidikan bermutu yang sangat berkaitan erat dalam meningkatkan kompetensi nasional Indonesia. Karena itu, pembangunan gedung-gedung sekolah, dan perbaikan gedung- gedung sekolah yang tidak memadai harus segera dilakukan,  dan khususnya pengadaan tenaga-tenaga guru yang handal tidak boleh ditunda-tunda lagi.

Satu-satunya jalan meraih bonus demografi ini seluas- luasnya adalah dengan memacu peningkatan mutu SDM yang memadai. Dan kunci dari semuanya itu adalah pendidikan berkualitas. Konstitusi negeri ini menetapkan bahwa rakyat berhak mendapatkan pendidikan bermutu, bukan pendidikan asal ada. Penelitian UNESCO pada tahun 1996 menemukan bahwa mutu pendidikan yang rendah, yang umumnya terdapat di negara berkembang bukan hanya tidak bermakna bagi pencerdasan kehidupan bangsa tetapi sebaliknya akan melahirkan masalah baru bagi bangsa tersebut. Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikanbermutu adalah hak setiap warga Negara, dan sekaligus menjadi hak azasi manusia.

Profesionalisme guru

Guru sebagai jabatan profesional bukan hal yang baru, di negara-negara maju, seperti AS dan Jerman, yang menjadikan sekolah sebagai lembaga untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal dan mengarahkannya sesuai dengan kemampuan dasar; bakat, dan minatnya, telah lama menjadikan jabatan guru sebagai jabatan profesional yang pendidikannya setara dengan pendidikan jabatan profesional lainnya, yaitu dokter dan pengacara.

Hubungan yang kuat antara guru dan peserta didik merupakan pusat proses pengajaran. Pengetahuan bisa diperoleh dalam berbagai cara, apalagi dengan penggunaan teknologi baru di dalam kelas yang telah terbukti efektif. Namun, untuk sebagian besar peserta didik, terutama mereka yang belum menguasai keterampilan berpikir dan belajar, guru tetap menjadi katalis penting. Demikian juga hal nya dalam kapasitas penelitian independen, kapasitas ini hanya mungkin setelah terjadi interaksi dengan guru atau mentor intelektual.  

Peran guru dalam keberhasilan proses pendidikan sesungguhnya amat krusial, apalagi pada tahap awal pendidikan dimana citra diri pelajar terbentuk. Tuntutan terhadap guru semakin tinggi pada  pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah tertinggal, kemampuan guru untuk memotivasi pelajar untuk hadir di sekolah amat penting untuk pelaksanaan wajib belajar yang dicanangkan pemerintah.

Apabila peningkatan kualitas guru dikerjakan dengan sungguh-sungguh maka hal tersebut akan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, dan secara bersamaan itu akan meningkatkan kompetensi manusia Indonesia, dan sekaligus menyatakan bahwa pemerintah memiliki komitmen untuk menghadirkan pendidikan bermutu yang adalah hak setiap warga Negara.

Kompetensi yang tinggi dari manusia-manusia Indonesia, khususnya usia produktif akan memampukan Indonesia memanfaatkan jendela peluang, untuk kemudian meningkatkan derajat manusia Indonesia, dan kemudian mendudukkan Indonesia sejajar dengan negara-negara maju di dunia ini.

Dr. Binsar Antoni Hutabarat


https://www.binsarhutabarat.com/2020/11/pendidikan-bermutu-naikkan-martabat.bangsa.html

Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik

  Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik Pernyataan Suswono, Janda kaya tolong nikahi pemuda yang nganggur, dan lebih lanjut dikat...