Sunday, November 29, 2020

Misi Allah Untuk Umat Manusia

 







 

Peristiwa Sigi baru-baru ini menjadi kedukaan bagi gereja diseluruh muka bumi. Bahkan Peristiwa itu telah mengoyakkan martabat kemanusiaan kita. Gereja-gereja di seluruh dunia tidak boleh tidak perduli. Gereja-gereja diseluruh muka bumi, dan seluruh umat manusia di bumi ini harus bergandengan tangan untuk melindungi sesamanya dari ancaman kemanusiaan. Itu adalah misi Allah untuk umat manusia.

 

 

 

 

 

 

Kepada Jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, Yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita. Kasih Karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus kristus menyertai kamu.(I Korintus 1:1-2)

 

Gereja adalah Alat Allah untuk menjalankan Misi Kasih Allah atas dunia yang telah jatuh ke dalam dosa. Gereja sepatutnya memberikan terang Allah untuk menerangi kegelapan.

Apa jadinya, jika terang itu tak dapat menampakkan terangnya? Betapa gelapnya dunia tempat kita berada.

Realitas gereja yang membawa kecemaran terjadi dalam jemaat Korintus. Dalam kitab Roma 1:18-32, Paulus menjelaskan kecemaran yang masuk kedalam gereja di Korintus.

Kecemaran yang terjadi dalam jemaat Korintus juga mencemari jemaat-jemaat lainnya. Apabila, gereja tidak menyucikan dirinya dari segala kecemaran, maka kecemaran itu bukan hanya mempengaruhi kehidupan individu, tetapi juga jemaat, demikian juga jemaat-jemaat lainnya, atau gereja di seluruh dunia.

 

Misi Allah untuk Gereja

Gereja adalah umat Allah yang dipanggil keluar dari kecemaran dunia. Tujuan Allah memanggil gereja keluar dari kecemaran dunia adalah untuk hidup kudus, hidup memuliakan Tuhan.

Gereja yang hidup kudus dan memuliakan Tuhan itu akan dipakai Tuhan untuk mengajak semua orang hidup memuliakan Tuhan. Jadi tugas Misi Allah untuk gereja adalah memberitakan kasih Allah kepada semua manusia. Dengan Kristus sebagai kepala gereja yang telah mengalahkan maut dan kegelapan.

 

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (yohanes 3:16).

 

Gereja dikuduskan dalam Yesus yang sudah menang

Untuk menjalankan misi Allah orang percaya perlu bergantung dengan Tuhan. Karena dengan kekuatannya sendiri, manusia tidak dapat menjalankan misi Allah. Iblis, kegelapan akan selalu berusaha  menghalang-halangi orang percaya untuk menjalankan misi Allah dengan hidup di dalam Tuhan dan bergantung dalam Tuhan.

Untuk menjalankan misi Allah manusia yang telah dibebaskan dari perbudakan dosa itu harus terus menerus bergantung pada Tuhan, atau menyediakan diri untuk dikuasai Roh Kudus, dengan hidup dipenuhi Roh Kudus.

 

Karena yang memanggil gereja keluar dari kegelapan dunia adalah Allah, dan rencana misi Allah membebaskan manusia dari dosa itu digenapi dalam diri Yesus melalui kematian Yesus di kayu salib, maka yang menjadi pemimpin gereja adalah Yesus yang telah mengalahkan maut.

Gereja yang dipanggil keluar dari kegelapan itu mendapatkan jaminan kemenangan dalam Yesus. Karena itu, betapapun beratnya tugas misi Allah yang diberikan kepada orang percaya, di dalam Yesus yang sudah menang, orang percaya mendapatkan jaminan untuk hidup dalam kemenangan untuk melaksanakan misi Allah.

Kemenangan orang percaya berada dalam Yesus yang sudah menang, maka untuk menjalankan misi Allah yang telah digenapi oleh Yesus yang sudah menang itu, orang percaya harus hidup dalam Yesus. Terus menerus hidup berada dalam anugerah Tuhan.

Dengan demikian dapat kita pahami bahwa menurut Alkitab semua orang percaya diseluruh muka bumi ini dikuduskan dalam kematian Yesus di kayu salib, dan orang percaya itu harus terus menguduskan dirinya di dalam anugerah Tuhan untuk hidup sebagai umat Allah.

 

Gereja perlu hidup dalam persekutuan

Selain hidup kudus, orang percaya juga dipanggil untuk hidup dalam persekutuan. Gereja yang adalah Tubuh Kristus, bukan hanya milik Kristus, tetapi juga milik anggota-anggota tubuh yang lain.

Tangan menjadi milik anggota tubuh yang lain, demikian juga kaki menjadi milik anggota tubuh yang lain. Itulah sebabnya untuk mengalami pertumbuhan yang baik, gereja perlu bergantung satu dengan yang lain.

Tidak boleh ada gereja yang merasa lebih hebat dari yang lain. Tidak boleh ada denominasi gereja yang merasa lebih baik dari denominasi gereja yang lain.

Gereja diseluruh dunia itu satu. Setiap denominasi gereja sejatinya perlu bekerjasama dengan baik. Apabila gereja dan denominasi gereja hidup harmoni, maka itu akan membuat pertumbuhan gereja di seluruh muka bumi bertumbuh dengan baik.

Gereja-gereja yang merasa diri lebih baik, dan ingin memisahkan diri dari anggota-anggota tubuh yang lain, tentu akan mengalami kecemaran, dan mengalamai kemerosotan.

 

Gereja di seluruh dunia hanya bisa menjadi saksi jika hidup dalam kesatuan. Keragaman denominasi gereja, keragaman doktrin tidak bisa menjadi alasan perpecahan gereja.

Tidak ada sebuah denominasi gereja diseluruh muka bumi ini yang memiliki doktrin yang sempurna. Kesempurnaan doktrin gereja itu hanya terjadi Ketika setiap orang hidup di dalam Kristus.

Bukan persetujuan kepada doktrin dan ketaatan pada doktrin yang menguduskan orang percaya, tetapi pengorbanan kristus di salib yang menguduskan orang percaya.

Di dalam Kristus, orang percaya harus hidup dalam kesatuan untuk menuju kepada kesempurnaan dengan Kristus sebagai teladan.

Apabila gereja-gereja di seluruh muka bumi dapat hidup dalam kesatuan, maka, gereja-gereja diseluruh muka bumi dapat menjadi pelopor untuk menguatkan kesatuan umat manusia diseluruh muka bumi. Kesatuan umat manusia ciptaan Tuhan.

Bersama-sama semua orang diseluruh muka bumi, gereja berjuang saling melindungi sesamanya untuk dapat memuliakan Tuhan Pencipta langit dan bumi. Secara bersamaan juga berjuang bersama semua umat manusia untuk menghadirkan hidup sejahtera di bumi yang satu ini, di bumi milik Tuhan.

Jika gereja dan semua umat manusia dimuka bumi ini hidup bergandengan tangan untuk melindungi sesamanya, maka peristiwa sigi tidak perlu terjadi. 

Kita berharap serta berdoa agar peristiwa seperti itu tidak lagi terjadi di dunia milik Tuhan. Pemerintah Indonesia mampu melindungi warganya untuk hidup aman disentero Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Peristiwa Sigi baru-baru ini menjadi kedukaan bagi gereja diseluruh muka bumi. Bahkan Peristiwa itu telah mengoyakkan martabat kemanusiaan kita. Gereja-gereja di seluruh dunia tidak boleh tidak perduli. Gereja-gereja diseluruh muka bumi, dan seluruh umat manusia di bumi ini harus bergandengan tangan untuk melindungi sesamanya dari ancaman kemanusiaan. Itu adalah misi Allah untuk umat manusia.

 

 

Dr. Binsar Antoni Hutabarat

 

https://www.binsarhutabarat.com/2020/11/misi-allah-untuk-umat-manusia.html

Thursday, November 26, 2020

Proyek Kebangsaan Indonesia

 

Cara Menulis Bebas Plagiarisme, KLIK DISINI!




 

Sumpah Pemuda 28 oktober 1928 merupakan peristiwa penting bagi lahirnya Indonesia sebagai sebuah bangsa.


 Sejak itu rakyat Indonesia secara bersama-sama, bahu membahu, bersatu, berjuang dengan cara modern  mengerjakan proyek kebangsaan untuk mewujudkan kemerdekaan bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Pada perjuangan tersebut memang memang ada hambatan dari penghianat yang meghinakan diri menjadi kaki tangan penjajah, demi kepentingan individu yang bertentangan dengan proyek kebangsaan. namun, rakyat Indonesia yang bersatu itu memosisikan para penghianat itu sebagai musuh bersama, sebagaimana layaknya para penjajah. Jadi, perjuangan kebangsaan melawan penjajahan secara bersamaan juga perjuangan melawan penghianat yang tidak memiliki komitmen pada proyek yang bersifat kebangsaan.

 

 

Meski Max Lane beranggapan bahwa, Indonesia adalah “bangsa yang belum selesai”. Tapi, itu tidak berarti bahwa kekuatan sumpah pemuda-pemudi Indonesia yang mewakili rakyat Indonesia dapat dibatalkan, sebaliknya itu harusnya mengingatkan, betapa kita harus berjuang lebih keras mewujudkan keutuhan Bangsa Indonesia yang berulang kali mengalami gempuran dan bahaya disintegrasi.

 

Pada peringatan Sumpah Pemuda kali ini, rakyat di negeri ini perlu bertanya, apakah janji sebagai bangsa yang merdeka itu masih tersimpan dalam dada mereka, sumber ungkapan bahagia yang mestinya menjadi dasar utama, dan apakah janji itu telah direfleksikan dalam kehidupan berbangsa pada saat ini.

 

Seandainya saja janji sebagai bangsa itu kita pegang teguh dan kemudian diwariskan pada generasi muda, warna perayaan sumpah pemuda kali ini tentu akan penuh dengan tawa dan juga tangis bahagia rakyat negeri ini, meski ada banyak masalah yang menghadang negeri ini. Momentum sumpah pemuda kali ini bisa jadi akan melahirkan komitmen baru bagi perjuangan bersama untuk menyejahterakan rakyat yang sebagian besar berada dalam kemiskinan, dan penderitaan karena berbagai bencana, itulah harapan rakyat di negeri ini.

 

Kita tentu prihatin, pada  realitasnya, rakyat miskin di negeri ini masih saja belum mendapatkan perhatian memadai. Ditengah kemelaratan rakyat, sulitnya mencari kerja, menderita karena berbagai bencana yang belum juga teratasi, elite di negeri ini justru mempertontonkan kemewahannya, khususnya  Pilkada Jakarta yang menghamburkan ratusan miliar. Bukti bahwa rakyat  miskin belum mendapat perhatian utama. Mudah-mudahan pilkada damai menumbuhkan kesadaran elite bahwa rakyat amat merindukan implementasi janji-janji mereka.

 

Makna janji

 

Janji, ikrar sebagai bangsa memiliki makna yang penting, karena itu perlu dipegang erat. Pentingnya sebuah janji terlihat jelas dalam suatu perkawinan. Janji melahirkan keberanian untuk menerima satu sama lain apa adanya. Dalam janji itu terkandung tekad untuk tetap bersama meski ada banyak tantangan yang mesti dihadapi dan tak terpikirkan sebelumnya. Karena berpegang pada janjilah sebuah rumah tangga dapat bertahan menghadapi badai cobaan bagaimanapun derasnya.

 

Demikian juga, Janji sebagai bangsa yang satu mestinya juga terus dipegang erat, meski kita tahu negeri ini telah amat menderita oleh gelombang krisis yang datang silih berganti. Konflik yang timbul diberbagai daerah, konflik partai politik, dll. Konflik itu bisa di musiumkan, jika kita berpegang pada janji sebagai bangsa.

 

Apabila janji sebagai bangsa itu kemudian diwariskan pada  generasi penerus bangsa ini, kekuatiran munculnya separatisme yang biasanya mudah menjalar di kalangan kaum muda,sebagaimana terjadi di berbagai daearah, tidak perlu terjadi. Seperti pada peristiwa Sumpah Pemuda, kaum muda akan berjuang keras demi kebesaran bangsa ini, seperti yang dilakukan team olimpiade fisika dan sains yang telah mengharumkan negeri ini.

 

Pengampunan

 

Jika kita setuju pada Hannah Arendt, bahwa tindakan manusia memiliki dua kelemahan yaitu unpredictable (tak dapat diramalkan) dan irreversible (tak bisa dikembalikan ke titik nol) maka niscaya komitmen untuk berpegang lebih erat pada janji kebangsaan akan lahir dalam peringatan kemerdekaaan Indonesia kali ini.

 

Perlakuan sesama warga bangsa yang menyakitkan tidak mesti ditafsirkan sebagai sesuatu yang lahir dari semangat membinasakan, karena kelemahan manusia bisa melahirkan interpretasi berbeda, perbuatan baik bisa direspons negative, dan bukan melulu karena nafsu ingin membinasakan, tetapi hanya karena salah pengertian, suatu tindakan yang unpredictable

 

Konflik yang terjadi dalam perjalanan bangsa ini juga mesti dilihat dari keterbatasan manusia Indonesia. Memang konflik itu telah menggoreskan luka, dan tak mungkin kembali seperti sedia kala. Luka yang disembuhkan tetap menyisakan bekas luka, tapi kesadaran akan keterbatasan manusia membuat kita mampu untuk saling memaafkan. Karena tak ada manusia yang luput dari salah.

 

Kekuatan pengampunan memang tidak akan melenyapkan bekas luka, namun, kekuatan pengampunan mampu menyembuhkan luka, dan memampukan yang terluka melihat sisi positif dari kejadian tersebut, tanpa perlu menghapuskan realitas yang pernah terjadi. Sebaliknya, itu menjadi pengalaman berharga untuk dapat hidup bersama lebih baik, mengalami kedewasaan sebagai warga bangsa.

 

Seandainya kita mengerti pentingnya makna sebuah janji, maka usaha menjaga janji itu untuk tetap lestari niscaya tertanam di lubuk hati kita yang terdalam. Keperihan menerima realitas menjadi kerelaan, karena kesadaran pentingnya janji itu aakan menghadirkan kesediaan untuk berkorban. Jika, rakyat di negeri ini dahulu rela menyerahkan jiwa raga mereka untuk kemerdekaan bangsa ini, sepatutnyalah kita rela mengampuni sesama warga bangsa untuk tetap berpegang pada janji sebagai bangsa yang merdeka.


Binsar Antoni Hutabarat


https://www.binsarhutabarat.com/2020/11/proyek-kebangsaan-indonesia.html

Mewaspadai agamaisasi konflik

 






 Agamaisasi konflik sama sekali tak memiliki pijakan agama. Semua orang dinegeri ini perlu menjauhkannya, karena konflik yang membawa-bawa nama agama kerap memperbesar konflik yang sejatinya tak mendapatkan dukungan agama.

 

Pada acara makan malam peringatan hari jadi Singapura, Minggu (2/8), dalam pidato bertajuk tantangan masa depan Singapura, Menteri senior Goh Chok Tong mengingatkan agar Singapura mewaspadai potensi bahaya  yang meningkat dengan semakin religiusnya warga Singapura.

 

Menurutnya, semakin religius seseorang akan membuat orang membentuk kelompok hanya dengan pemilik kepercayaan yang sama, yang kemudian bermuara pada pembagian kelompok-kelompok berdasarkan agama. Ini akan menyebabkan timbulnya kesalahpahaman akibat kurangnya pemahaman akan kepercayaan yang beragam tersebut, kesalahpahaman tersebut bisa menimbulkan konflik agama.

 

Goh Chok Tong tampaknya mewaspadai betul apa yang dikatakan tentang wajah ganda agama yang oleh Jose Casanova diartikan sebagai “bermuka dua”, “janus face” dimana agama dapat menampilkan wajah garang dan wajah perdamaian. Meskipun demikian pemerintah Singapura tetap mengakui bahwa agama merupakan kekuatan positif di masyarakat dalam memberikan panduan menghadapi dunia yang berubah dengan cepat.

 

Kejujuran Goh Chok Tong mengungkapkan bahwa agama memiliki potensi konflik harus dihargai, dan pernyataan tersebut tentu bebas dari usaha untuk merendahkan agama, sebaliknya itu harus dimaknai sebagai suatu kejujuran dalam melihat realitas saat ini dimana konflik agama menjadi problematika yang tidak mudah diselesaikan, dan itu terjadi diberbagai belahan dunia ini. Karena itu, wajar saja jika pemerintah Singapura berusaha berjaga-jaga untuk menghindari terjadinya konflik agama di negerinya, apalagi konflik agama ini di berbagai negara telah menelan korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit, serta meninggalkan akar kebencian yang sulit untuk dipadamkan.

 

Menurut penulis yang perlu diwaspadai bukanlah gairah yang makin tinggi dari masyarakat dalam menekuni agama atau kepercayaan yang ada, tetapi fenomena meruyaknya agamaisasi koflik dewasa ini, yaitu usaha membawa-bawa agama dalam konflik antar individu atau golongan yang sebenarnya  bukan konflik agama, apalagi parahnya itu terjadi disaat usaha mempromosikan pluralisme agama menjadi hal yang sering kali  terabaikan.

 

 
Agamaisasi konflik

 

Pernyataan  Robert W. Hefner bahwa kekerasan agama terjadi karena negara memanfaatkan agama (politisasi agama) dan “tokoh agama” memanfaatkan negara (Agamaisasi politik) jelas menunjukan bahwa agama sering kali dibawa-bawa untuk memuluskan baik ambisi politisi maupun mereka yang menyebut diri sebagai tokoh agama.

 

Perjuangan terorisme internasional, seperti juga Alqaeda adalah untuk mengembalikan pemerintahan berdasarkan agama. Menurutnya, Islam sebagai agama sukses,  kekuasaan Islam melebihi daerah kekuasaan Romawi pada awal masehi, dan berlangsung hampir seribu tahun sejak wafatnya Muhammad, sebelum akhirnya dikalahkan bangsa-bangsa Barat, telah dijadikan alat kampanye untuk membangkitkan kemarahan radikalisme Islam terhadap bangsa-bangsa barat.

 

Semangat berkuasa untuk menjadi pemimpin dunia tersebut telah membuat pemimpin-pemimpin agama menggunakan legitimasi agama untuk memuluskan ambisinya. Konflik yang terjadi antara individu dengan individu atau kelompok dengan kelompok demi kekuasaan tersebut menjadi semakin luas dengan adanya agamaisasi konflik.

 

Komunitas agama-agama adalah komunitas yang melintasi batasan suku, budaya dan bangsa. Itulah sebabnya agamaisasi konflik cenderung memperluas konflik, dan jika terjadi, sulit untuk dipadamkan. Karena itu, wajar saja jika Goh Chok Tong mewaspadai munculnya konflik yang membawa-bawa nama agama itu.

 

Konflik Israel dan Palestina adalah contoh klasik dari agamaisasi konflik yang bukan hanya melibatkan kedua bangsa tersebut, tetapi juga bangsa-bangsa lain. Padahal Israel adalah negara sekular, dan negara Palestina yang menjadi lawan tandingnya juga negara sekular, namun konflik kedua negara tersebut selalu saja dikaitkan dengan agama.

 

 

Pluralisme

 

Dialog yang jujur terhadap mereka yang berbeda agama akan menyadarkan kita bahwa kita sesungguhnya membutuhkan orang lain. Apalagi, jika kita menyadari betapa sabarnya orang lain menerima kelemahan-kelemahan kita. Tepatlah apa yang dikatakan Hannah Arendt,  manusia memiliki dua kelemahan yaitu unpredictable (tak dapat diramalkan) dan irreversible (tak bisa dikembalikan ke titik nol), maka sudah sepatutnyalah kita belajar sabar untuk menerima kelemahan-kelemahan orang lain. Ini adalah sikap moderat yang dibutuhkan untuk menjadikan Indonesia tempat persemaian yang subur bagi agama-agama, dan semua orang yang berdiam di negeri ini. Tanpa harus menyamarkan identitas agama-agama itu sendiri.

 

Dialog yang jujur itu bisa terjalin jika kita menerima pluralisme agama sebagai dasar bagi pijakan bersama. Dialog dalam bingkai pluralisme agama bukan sarana untuk mengajak orang beragama lain berpindah agama, tetapi dialog adalah suatu penghargaan dan pengakuan bahwa sesungguhnya agama-agama itu unik bagi setiap pemeluknya, dan agama-agama yang ada itu dapat memberikan kontribusinya bagi kehidupan bersama.

 

Agama-agama yang berbeda itu sesungguhnya memiliki nilai-nilai yang universal yang berguna untuk semua orang. Mengabaikan keberadaan agama-agama yang berbeda dalam membangun suatu kehidupan bersama adalah suatu kerugian yang teramat besar. Untuk Indonesia, pluralisme itu sendiri sesungguhnya sudah termuat dalam sila pertama dari Pancasila yang juga menjiwai sila-sila lain dari Pancasila yang mengadopsi nilai-nilai Islam,Kristen dan agama-agama lain. Suatu sintesa dari nilai-nilai agama-agama, suku dan budaya yang telah lama hidup dalam masyarakat Indonesia, dan memungkinkan semua orang di bumi Indonesia dapat hidup bersama dengan rukun  tanpa terdiskriminasikan.

 

Penerimaan terhadap pluralisme agama adalah  jalan terbaik menghindari sisi negatif yang bisa muncul dari semangat religius yang menjurus pada sikap eksklusif agama, yakni sikap eksklusif yang menganggap diri sebagai pemilik kebenaran tunggal, dan membuat umat beragama tertentu enggan belajar dari umat beragama lain, sikap eksklusif umat beragama ini bisa menjurus pada konflik antar agama, bukan karena ajaran agama itu melegitimasikan konflik, tapi lebih karena kurangnya pengetahuan tentang agama-agama lain, yang bisa menimbulkan perasaan curiga satu sama lain, khususnya pada agama-agama yang bersifat missioner.

 

Binsar Antoni  Hutabarat


https://www.binsarinstitute.id/2020/11/mewaspadai-agamaisasi-konflik.html

NATIONAL QUALIFICATIONS FRAMEWORK

 SINOPSIS DISERTASI POLICY EVALUATION INDONESIAN NATIONAL QUALIFICATIONS FRAMEWORK FIELD HIGHER EDUCATION EVALUASI KEBIJAKAN KERANGKA KUALIF...