Thursday, December 3, 2020

Indonesia Perlu Pemimpin Politik Berkarakter

 





 

Hadirnya pemimpin-pemimpin politik yang berkarakter dan berkualitas adalah mutlak. Mereka yang telah berjuang memperkembangkan karakter-karakter mulia mestinya juga berambisi untuk menduduki jabatan politik demi menghadirkan Indonesia yang adil dan makmur. 

Jabatan politik harus diperjuangkan jatuh ketangan orang yang tepat, jujur, berkarakter, dan berkualitas. Karena politi itu kudus dan sejatinya diisi oleh orang-orang berkarakter untuk menjaga kekudusan politik.

Dalam konteks ini gereja dan agama-agama harus berperan penting, yakni mendorong umatnya yang memang terpanggil dalam dunia politik untuk hadir menguduskan politik. 

Karena politik itu kudus, dan harus diisi oleh orang-orang yang berdedikasi tinggi terhadap Tuhan dan sesamanya.

“Terang,”dalam hal ini orang-orang terbaik negeri ini, tidak boleh tidak peduli dengan dunia politik yang amat penting itu, dan harus memberikan terangya di dunia politik. 

Apabila “Terang”itu tidak lagi memberi terangnya, betapa gelapnya dunia politik di negeri ini.

Negeri ini akan terus mengalami restorasi apabila kesadaran politik rakyat semakin meningkat. Kesadaran politik rakyat itu akan menjadi benteng yang kuat untuk membendung hadirnya politisi-politisi busuk yang menyengsarakan rakyat, dan ini akan menjadi jalan tol bagi hadirnya pemimpin-pemimpin berkarakter, berkualitas yang akan memakmurkan Indonesia.
Jagad politik Indonesia akhir-akhir ini mengalami dinamika dengan hadirnya politisi-politisi yang mendapat dukungan rakyat. Pembangunan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur harus melalui jalan yang berliku-liku karena absennya putra-putra terbaik bangsa Indonesia yang berkarakter jujur dan berkualitas.
Dalam perspektif Kristen negara adalah lembaga yang didirikan Allah untuk menegakkan keadilan Allah. karena itu, Kekeristenan bertanggung jawab untuk mendorong pemerintah yang berkuasa agar bertindak secara bertanggung jawab yakni menyatakan keadilan Allah demi terciptanya tatanan pemerintahan yang adil dan damai.

Kekristenan dalam hal ini harus memiliki peran penting dalam pemerintahan untuk menciptakan pemerintahan yang adil, hadirnya pemimpin-pemimpin Kristen dalam pemerintahan adalah implementasi dari ketaatan tersebut.  kekristenan pada sisi yang lain juga harus menjadi warga Negara yang bertanggung jawab, dalam hal ini mentaati pemerintah yang adil, ruang publik sejatinya menjadi arena kesaksian kekristenan. Mereka yang memiliki kapasitas sebagai pemimpin harus didorong hadir dalam kontestasi politik di negeri ini.

Dalam pandangan Kristen Kedaulatan Allah merupakan determinasi Allah yang ditentukan (predestined) untuk mengusung komunitas manusia  menuju keadaan yang didalamnya kesetaraan, kebebasan dan keadilan tumbuh. Jadi, kedaulatan Allah tidak boleh mereduksi manusia menjadi boneka serta membenarkan tirani politik dan sosial .
 

Tidak sedikit komunitas Kristen yang pasrah berada dibawah pemerintahan absolutis. Kedaulatan Allah mestinya mende-absolutisasi dan merelativisasi semuan klaim atas kekuasaan absolut. 

Konsep Kedaulatan Allah dalam kekristenan lebih sering sebagai senjata melawan tirani daripada mendukungnya. Tugas kritis gereja adalah untuk melakukan desakralisasi, relativisasi, dan demokratisasi.

Dalam perspektif kekristenan suara rakyat bukanlah suara Tuhan. Rakyat bukanlah Allah, rakyat tidak memiliki penalaran dan kebaikan sempurna tanpa cacat, kehendak rakyat atau  roh rakyat bukanlah memutuskan apa yang adil dan tidak adil . Rakyat harus tunduk pada hukum moral yang melampaui dirinya.

 

Nasionalisme memiliki baik kapasitas untuk    memperbesar kebebasan maupun potensi  untuk menghancurkan kebebasan. Nasionalisme kesukuan di negeri ini akan mengikis kemajemukan dan toleransi.

Nasionalisme Indonesia harus berada dalam taman sarinya internasionalisme. Nasionalisme Indonesia harus menjaga kemajemukan dan toleransi di indonesia.

 

Kehadiran pemimpin-pemimpin Kristen yangmemiliki komitmen moral dalam hal ini amat penting untuk hadirnya Indonesia yang lebih baik. 

Seruan revolusi mental yang didengungkan Presiden RI Jokowidodo mestinya menjadi tantangan bagi kekristenan untuk bersama mewujudkan Indonesia yang bersih dan bermoral. 

Karena memang harus diakui bahwa di negeri ini telah terjadi dehumanisasi yang amat memperihatinkan. 

Revolusi mental dalam hal hanya dapat terjadi dengan terjadinya transformasi budaya yang berkelanjutan

Itulah sebabnya pendidikan di negeri ini sejatinya perlu menitikberatkan pada pengembangan budaya nasional sebagaimana pernah dinyatakan oleh Ki hajar Dewantara.

Pendidikan harus berperan dalam pengembangan kebudayaan nasional. 

Kementerian pendidikan dan kebudayaan merupakan nama yang tepat bagi kementerian pendidikan yang menjadi ujung tombak pemajuan kebudayaan Indonesia. 

Kebudayaan adalah kemuliaan manusia yang tertinggi. Karena hanya manusia yang memiliki akal budi, dan mampu mengembangkan kebudayaan.

Pendidikan yang berhasil mengembangkan kebudayaan bangsa akan memuliakan bangsa tersebut. Keberhasilan kebudayaan adalah kemuliaan seluruh umat manusia. 

Sumbangsih dan keberhasilan kebudayaan seharusnya dimiliki seluruh umat manusia.Itulag sebabnya pendidikan adalah untuk semua. 

Pendidikan adalah hak asasi manusia. Hanya melalui pendidikan manusia dapat menjadi manusia seutuhnya.

 Pada sisi lain, kejatuhan manusia dalam dosa merupakan fakta, bahwa dalam perkembangan kebudayaan manusia tersebut tersembunyi fakta kejatuhan.

 Itulah sebabnya perkembangan kebudayaan “tidak baik-baik saja”. Ada kejahatan, korupsi, pelanggaran hak-hak asasi manusia, pelanggaran kebebasan beragama, bahkan peperangan, yang tidak jarang menampilkan wajah bengis manusia.

Umat manusia dalam hal ini harus mewaspadai involusi budaya yang menghinakan martabat manusia, dan kemudian berjuang bersama-sama untuk mencapai taraf kebajikan tertinggi. Apalagi jika kita setuju bahwa kebudayaan adalah jiwa masyarakat, the soul of society.

Memahami bahwa masyarakat adalah komunitas “interdependen” maka sudah sepatutnya seluruh rakyat di negeri ini  menyadari tanggung jawabnya untuk membangun kehidupan masyarakat Indonesia, menuju pada kehidupan masyarakat yang adil, sejahtera dan hidup saling menghargai. Karena itu

Berlangsungnya transformasi budaya yang berpusat pada kemuliaan Tuhan, dan bagi kemanusiaan harus menjadi tujuan semua orang di negeri ini. Tepatlah perkataan yang mengatakan, “Jika masyarakat manusia mencapai tingkat kebudayaan yang cukup tinggi, maka masyarakat itu membangun kota.

 Perkembangan budaya dari manusia yang telah jatuh dalam dosa harus diakui juga tercemari keberdosaan manusia. Jadi perkembangan peradaban tidaklah baik-baik saja. 

Transformasi budaya dalam hal ini tidak menolak budaya, namun juga tidak menerimanya begitu saja. Selama hasil akhir kebudayaan itu memuliakan Tuhan, dan memanusiakan manusia, itu dapat diterima, namun “kebudayaan”  yang melawan Tuhan dan menghinakan martabat manusia harus dikuduskan.

Regenerasi Korupsi, kolusi dan nepotisme yang sukses di negeri ini adalah bukti telah terjadinya involusi budaya, belum lagi geliat para makelar kasus yang meminggirkan keadilan, dan menjadikan hukum hanya tajam kebawah, pada mereka yang miskin serta tidak memiliki akses terhadap kekuasaan, dan tumpul ke atas, pada mereka yang memiliki uang dan kekuasaan.
Singkatnya, bukannya nilai-nilai yang agung yang ditinggikan oleh banyak elit di negeri ini, sebaliknya semangat mau menang sendiri, menghalalkan segala cara, dan semangat untuk menghancurkan sesamanya telah mendominasi kehidupan elit, setidaknya itulah yang dipertontonkan lewat media, yang otomatis berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat.

Kondisi negeri ini ternyata masih diperparah lagi dengan meredupnya kecintaan pada Pancasila yang kini terlihat pada pembilahan masyarakat berdasarkan suku, budaya dan agama. 

Ini  bukan hanya  mengakibatkan terjadinya degradasi identitas nasional, tetapi lebih parah lagi bisa mengarah pada kematian identitas bangsa Indonesia yang fenomenanya terlihat pada disintegrasi yang meledak dalam konflik antar suku, agama dan kelompok di negeri ini. 

Padahal, para pendiri bangsa ini telah sepakat, negara, bangsa dan masyarakat Indonesia yang akan dibangun adalah negara bangsa dan masyarakat Pancasila. 

Karena itu mereka menetapkan nilai-nilai Pancasila harus menjiwai batang tubuh dari UUD 45 yang menjadi dasar bagi kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat.

Kita tentu paham bahwa Pancasila bukan sesuatu yang “given,” terberi,  tetapi itu adalah sebuah pencapaian. Pancasila memang bukanlah ide baru, tapi digali dari bumi Indonesia dan merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang berkembang dalam kehidupan rakyat Indonesia yang beraneka ragam. Hingga saat ini, Pancasila merupakan dasar filosofis yang masih perlu terus digali seiring dengan perkembangan terbaru saat ini untuk menghadapi permasalahan-permasalahan relevan saat ini.

Karena itu, penerimaan terhadap  Pancasila harus dimaknai sebagai penerimaan terhadap perjumpaan komitmen-komitmen perbedaan agama, suku dan budaya untuk kemudian membangun hubungan sinergis antar komunitas yang beragam itu.

Agama, suku dan budaya yang beragama dan berbeda itu mesti berusaha mencari sintesa dari keragaman yang ada tersebut. Semangat “Bhinneka Tunggal Ika” yang anti diskriminasi menempatkan perbedaan sebagai sebuah kekayaan dan bukan ancaman. 

Upaya menggali nilai-nilai Pancasila ini menjadi tanggung jawab semua rakyat Indonesia. Transformasi Pancasila mesti membawa pada kehidupan bersama rakyat Indonesia yang lebih baik untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia, yaitu masyarakat adil dan makmur.

 

Partisipasi Rakyat Untuk Demokrasi yang 

bersih dan Bermartabat

Dalam permainan bersama dalam suatu masyarakat, semua individu yang diciptakan sederajat itu harus ikut bermain, dan tidak ada satupun yang boleh dijadikan obyek permainan. Semua individu adalah pemain, karena setiap individu memiliki sumbangsih yang berbeda-beda, dan memiliki peran penting dalam permainan tersebut. Suatu permainan yang akan membahagiakan semua. Hadirnya demokrasi yang bersih dan bermartabat hanya mungkin jika semua elemen masyarakat terlibat aktip dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang akan berlangsung serentak pada Desember tahun ini.


Keterlibatan rakyat dalam hal ini sangat penting dalam memilih calon kepala daerah yang memiliki kapasitas untuk jabatan tersebut, itu bukan hanya ditentukan oleh tingkat pendidikan calon, ataupun penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) tapi juga karakter dan moralitas calon tersebut. Untuk memilih calon berkarakter tentu saja tidak mudah, ini membutuhkan relasi yang baik dengan sang calon. Media dalam hal ini sangat berperang penting dalam publikasi calon secara seimbang, khusunya rekam jejak calon kepala daerah.  Rakyat harus melihat rekam jejak calon tersebut secara baik, dan dengan dasar itulah kemudian menentukan pilihannya.


Tanpa moralitas penguasaan iptek bisa menjadi alat menghancurkan budaya Indonesia, dan juga menghancurkan manusia Indonesia. Sebagaimana kita paham bahwa Politik bisa menjadi alat untuk menghinakan martabat kemanusiaan ditangan mereka yang jahat dan tak bermoral. Sebaliknya,  jabatan politik ditangan orang-orang berkarakter dan bermoral juga  bisa menjadi alat  untuk menyejahterakan manusia, untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan. Demikian juga memilih calon kepala daerah yang menguasai Iptek tinggi tanpa moralitas akan sangat berbahaya bagi kelangsungan negeri ini.

Indonesia memerlukan pemimpin yang tidak hanya pandai, memiliki kemampuan manajerial yang tersohor, tetapi juga memiliki sifat kepahlawanan. Pemimpin yang memiliki sifat kepahlawanan  adalah pemimpin yang berani membela dan menyuarakan kebenaran, yang menguntungkan semua orang tanpa perbedaan, dan yang mendatangkan kebaikan bagi semua masyarakat. Hadirnya pemimpin-pemimpin yang baik akan memperkuat persatuan bangsa, dan kesatuan bangsa, dan ini juga menjadi kebutuhan amat penting masyarakat di negeri yang tersohor dengan keragamannya.

Wabah corona yang menghantam Indonesia  dan juga dunia, yang kemudian melahirkan gaya hidup baru yang terkenal dengan istilah “normal baru”.Hidup bersahabat dengan corona, artinya tetap menjalani hidup meskipun corona belum mampu kita tuntaskan, dan menjalani hidup dengan bersahabat dengan corona artinya hidup normal yang baru, yang sebelumnya tidak pernah kita alami, demikian juga banyak negara di dunia. Meskipun corona belum mampu kita punahkan, dan corona masih menjadi ancaman, kita tetap bisa menjalani hidup normal  dengan tetap waspada untuk tidak tertular dan menularkan virus corona.

Dunai saat ini membutuhkan pemimpin-pemimpin berkarakter yang selalu ingin maju, terus berubah, dan berani melawan perubahan hidup. Bagaimanpun beratnya kehidupan, manusia harus menjalaninya, dan menjalani hidup bersama dengan bersatu saling tolong menolong adalah jalan terbaik.

Pada konteks itu kepemimpinan yang handal dan berkarakter menjadi sebuah keharusan. Kiranya kehidupan normal baru yang sedang kita jalani ini,  membuat kita juga berjuang untuk berdamai dengan sesama untuk kemudian memunahkan corona bersama.

 

 

Dr. Binsar Hutabarat

https://www.binsarhutabarat.com/2020/12/indonesia-perlu-pemimpin-politik.html


Tuesday, December 1, 2020

Soal Kebebasan Berekspresi

 








 

Kebebasan berekspresi dan berpendapat bukan tanpa batas, tetapi kebebasan berekspresi itu dapat dibatasi dengan undang-undang agar pemenuhan kebebasan individu tidak mengganggu kebebasan individu lainnya.

 

Kebebasan berekspresi dan berpendapat bukanlah pengesahan bahwa setiap individu bisa bertindak secara liar tanpa menghormati martabat individu lainnya, yakni mengabaikan akibat penggunaan kebebasan berekspresi itu bagi individu lainnya.

 

 

Kebijakan publik yang mengatur kehidupan bersama sejatinya adalah sebuah konsensus bersama. Karena itu hukum, kebijakan publik sejatinya  harus melindungi setia individu atau kelompok tanpa dekriminasi.

 

Apabila  implementasi kebijakan publik terindikasi menegasikan individu atau kelompok tertentu, pastilah ada yang salah dalam rumusan kebijakan publik itu.

 

Kebebasan beragama

Setiap agama itu unik dan absolud bagi pemeluknya. Maka, tak seorangpun boleh menghina agama apapun. Menghina agama apapun sama saja dengan menghina martabat manusia beragama.

 

Berdasarkan hal tersebut jelaslah setiap individu beradab wajib menghargai dan menghormati apapun kepercayaan yang di anut oleh seseorang, dan juga menjauhi usaha-usaha untuk menghakimi agama-agama yang beragam dan berbeda itu.

 

Sebab itu terhinalah mereka yang menghina agama yang dianut manusia yang bermartabat, karena perbuatan tersebut menghianati kewajibab asasi manusia. Setiap orang tentu boleh saja menyaksikan agama yang diyakininya itu tanpa perlu melecehkan keyakinan agama dan kepercayaan lain.

 

Harus diakui bahwa penghinaan terhadap salah satu agama, bukan hanya menyakiti hati penganut agama itu, tapi juga menyakiti hati semua umat beragama. Karena itu  penghinaan pada salah satu agama sepatutnya diposisikan sebagai penghinaan terhadap semua agama, yang patut diwaspadai oleh semua umat beragama.

 

Kebenaran itu adalah milik Tuhan, interpretasi yang absolud tentang apapun yang kita percayai sesungguhnya hanya ada pada Tuhan. Karena itu tak seorang pun berhak memaksakan apa yang diyakininya kepada orang lain.

 

Menjadikan diri hakim atas sesamanya dalam menentukan tafsir yang benar tentang kepercayaan agama-agama lain adalah kesombongan, itu sama saja dengan memposisikan diri sebagai Tuhan, sebuah tindakan yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia yang menyadari keterbatasannya.

 

Apabila kita percaya, di dalam hati nuraninya yang terdalam manusia sesungguhnya mencintai kebenaran, maka manusia sepatutnya diberikan kebebasan untuk melakukan apa yang sesuai dengan nuraninya, dan itu juga berarti, kebebasan adalah semata-mata untuk melaksanakan kebenaran. 

 

 

 

Marthin Luther dengan tegas mengatakan,di dalam hati nuraninya manusia adalah raja, tidak boleh ada orang lain yang menjadi raja atas sesamanya. Suara nurani adalah suara Tuhan, meski tidak mutlak, mengingat keterbatasan manusia.  Meneguhkan hal itu, Os Guinnes mengatakan, “kebebasan hati nurani adalah  dasar bagi kebebasan beragama dan kebebasan berbicara.” Sebagaimana tertuang dalam deklarasi universal hak-hak asasi manusia(DUHAM). Karena itu pelaksanaan kebebasan berekspresi mestinya didasarkan pada nurani manusia yang terdalam, yakni mengusahakan kebaikan untuk sesamanya.

 

Apabila kebebasan hati nurani ini menjadi landasan dalam menjalankan hak kebebasan berekspresi, maka kebebasan berekspresi pastilah akan menciptakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat. Sebaliknya, pelaksanaan kebebasan berekspresi tanpa hati nurani akan mengakibakan kekacauan dan ketidaktertiban. Itulah sebabnya, penghinaan atas agama yang bertentangan dengan suara hati nurani itu telah mengakibatkan kekacauan di banyak tempat.

 

Proteksi atas kebebasan hati nurani mestinya akan menciptakan ruang publik yang sehat, dimana setiap anggota masyarakat memiliki kerelaan untuk saling memberi dan menerima terhadap sesamanya. Negara yang sehat tentu saja memerlukan ruang publik yang sehat, yang tampak dari adanya warga bangsa yang memiliki kerelaan untuk membantu sesama warganya, bukannya saling menyakiti sesamanya.

 

Penghinaan terhadap agama tidak boleh ditolerir meski itu dengan alasan untuk mengagungkan hak kebebasan berekspresi. Kebebasan itu tidak liar. Kebebasan bernaung dalam ketaatan pada hukum. Siapapun yang melaksanakan kebebasannya dengan melanggar hukum, harus menerima ganjaran hukum yang setimpal.

 

Jika kita setuju bahwa kerukunan adalah sebuah kerelaan yang keluar dari nurani manusia yang menghargai kebenaran tentang martabat manusia yang adalah sederajat itu, dan selayaknya hidup harmonis dalam perbedaan di bumi yang satu ini, maka kerukunan tidak mungkin dihadirkan dengan mendewakankeliaran. Demikian juga, memaknai kebebasan sebagai kondisi dimana setiap individu boleh melakukan apa saja sangatlah tidak berdasar. Kondisi itu lebih patut disebutkeliaran.Kebebasan semata-mata diberikan untuk melaksanakan kebenaran yang memuliakan martabat manusia.


 

Binsar A. Hutabarat


https://www.binsarhutabarat.com/2020/12/soal-kebebasan-berekspresi.html

NATIONAL QUALIFICATIONS FRAMEWORK

 SINOPSIS DISERTASI POLICY EVALUATION INDONESIAN NATIONAL QUALIFICATIONS FRAMEWORK FIELD HIGHER EDUCATION EVALUASI KEBIJAKAN KERANGKA KUALIF...