Monday, January 11, 2021

Hak Kebebasan Beragama








Pelanggaran kebebasan beragama yang menodai perjalanan kehidupan bangsa Indonesia merupakan sesuatu yang tidak bisa tidak berhubungan dengan negara, dalam hal ini pemerintahan yang berkuasa. 

Memberi perlindungan bagi umat beragama termasuk dalam kebebasan beribadah, seharusnya menjadi tanggung jawab negara. 

Memang benar, usaha menciptakan hubungan yang harmonis antarumat beragama harus dilakukan secara bersama oleh pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia. 

Tetapi tindakan anarki individu atau kelompok tertentu terhadap individu atau kelompok lain harus menjadi tanggung jawab negara, dan tidak boleh ditolerir. Jika tidak, maka tindak pelanggaran tersebut akan terus terjadi.

Persoalan timbul ketika negara bersifat diskriminatif dengan berpihak kepada komunitas kuat yang mendukungnya. Pelanggaran yang dilakukan oleh komunitas tersebut tetap tidak pernah diperdulikan, walaupun melanggar asas keadilan. 

Deklarasi Universal HAM bukan hanya menjadi norma dalam kehidupan internasional, tetapi menetapkan negara sebagai penanggung jawab dalam implementasi hak-hak tersebut. Tidaklah mengherankan jika dalam suatu negara pelanggaran HAM diabaikan, maka negara tersebut akan mengalami kesulitan dalam pergaulan internasional. Mengenai kewajiban negara dalam melindungi hak-hak kebebasan beragama, termasuk dengan hak-hak sipil ini, Yewangoe menerangkan sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan hak-hak sipil adalah hak warganegara yang melekat pada warga negara karena ia adalah warga sebuah negara. 

Dengan demikian, negara berkewajiban melindunginya. Tetapi juga penduduk yang bukan warga negara tetapi bertempat tinggal dalam negara itu, mempunyai hak untuk dilindungi oleh negara. Padanya melekat sejumlah hak, seperti hak untuk beribadah, hak untuk berkumpul, hak untuk mengekspresikan apa yang diimaninya.

 

Pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia adalah pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah. Karena negara wajib melindungi hak-hak individu yang ada di Indonesia, pemerintah tidak dapat berdalih untuk menyalahkan kelompok agama atau individu yang ada. 

Karena membiarkan pelanggaran kebebasan beragama terjadi berarti pengabaian tugas kewajiban negara. Kelambanan aparat keamanan untuk mengatasi kerusuhan-kerusuhan yang mengatasnamakan agama merupakan kegagalan negara, secara khusus pemerintah yang berkuasa. Aparat keamanan tidak boleh lebih setia kepada golongannya dan melepaskan kesetiaan pada negara dengan cara melakukan tindakan diskriminasi dengan melindungi kelompok yang bersalah, dan membiarkan kelompoknya  melanggar undang-undang tanpa berusaha menangkap pelaku.

Dalam pandangan Kristen, negara wajib menjaga hak-hak individu. Negara diberikan pedang untuk menindak ketidak adilan. 

Pada waktu negara membiarkan tindakan yang tidak adil, maka negar tidak menjalankan wewenangnya. Berarti negara tidak berjalan pada kodratnya.

Negara terbentuk juga karena adanya pemberian dari hak-hak individu, walaupun hak-hak individu itu tidak tercabut oleh negara. 

Kewajiban negara dalam menjaga terlaksananya penghormatan terhadap hak-hak individu memungkinkan setiap individu dapat hidup merdeka sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. 

Timbulnya tindakan anarki dalam penutupan gereja maupun pelarangan terhadap bidat-bidat menjadi tanggung jawab negara. 

Ketika negara tidak peduli dengan semuanya itu, maka eskalasi kekerasan atas nama agama terus meningkat. Dan itulah yang terjadi di Indonesia.

Munculnya kelompok-kelompok yang ingin membantu pemerintah untuk mengakkan hukum dan undang-undang dalam negara Indonesia merupakan bukti keterlibatan masyarakat untuk terciptanya supremasi hukum. 

Namun, tindakan main hakim yang dilakukan kelompok-kelompok untuk menegakkan hukum dan undang-undang yang satu dengan melanggar hukum dan perundang-undangan yang lain, merupakan tindakan anarki yang harus dihentikan oleh pemerintah.


https://www.binsarhutabarat.com/2021/01/hak-kebebasan-beragama.html


 

Sunday, January 10, 2021

Bertumbuh Bersama Menjadi Seperti Kristus

 







 

Orang percaya memiliki iman yang sama terhadap Alkitab sebagai Firman Allah. Karena itu orang percaya menggali isi Alkitab yang sama untuk makin mengenal Allah. 

Perbedaan yang terjadi dalam menafsirkan Alkitab sejatinya menolong orang percaya untuk memahami perlunya saling belajar satu dengan yang lain untuk makin mengenal Allah secara benar.

 

Kristus, Firman Hidup yang bangkit dari kematian, dan menjadi dasar kekuatan gereja adalah Firman yang esa. Gereja yang minum dari sumber air hidup yang sama yaitu Firman Tuhan perlu bertumbuh bersama menjadi seperti Kristus.

 

Berdasarkan iman bahwa Alkitab adalah Firman Allah, orang percaya menggunakan akal budinya untuk menggali isi Alkitab untuk mengetahui tentang Allah, Karya, dan kehendak-Nya sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab. Usaha manusia mengumpulkan data-data dalam Alkitab itu terbatas, maka sejatinya tidak ada orang atau tokoh Kristen yang dapat mengklaim penafsirannya paling benar, apalagi absolud.

 

Penafsiran kita tentang suatu bagian Alkitab harus dibandingkan dengan hasil rumusan doktrin atau dogma yang diwariskan tokoh-tokoh gereja sebelumnya. Tapi karena penafsiran tokoh gereja sebelumnya juga tidak sempurna atau dibawah Alkitab, bisa saja penafsiran teolog jaman tertentu atau jaman kini memperbaiki penafsiran gereja sebelumnya, tapi sekali lagi itu pun tidak absolud.

 

Hasil penggalian Alkitab seorang teolog yang dirumuskan menjadi doktrin dan kemudian menjadi dogma itu tetap berada dibawah Alkitab, bahkan pengakuan iman sebagai rumusan dogma juga dibawah Alkitab, dan boleh saja direvisi, tentu jika memiliki dasar yang kuat artinya ada temuan yang didasarkan Alkitab tentang perlunya pengembangan rumusan pengakuan iman.

 

Validasi doktrin seharusnya didasarkan kofirmasi Roh Kudus. Karena hasil penggalian Alkitab tidak otomatis membuat kita percaya pada rumusan hasil penggalian Alkitab, meski pun langkah-langkah penggalian Alkitab sudah kita lakukan dengan cara benar. Keyakinan bahwa rumusan doktrin itu benar hanya karena konfirmasi Roh Kudus,

 

Doktrin mengarahkan orang untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah. Roh kudus berkarya dalam diri seseorang yang bertekad untuk hidup dalam rencana Allah sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab, dan pengalaman orang itu kemudian akan mengakui bahwa benar pengetahuan yang di dapat dalam Alkitab itu benar. Inilah yang disebut pengakuan iman secara pribadi.

 

Doktrin penting untuk menunjuk pada kehidupan yang benar, dan keabsoudan itu terjadi terjadi ketika orang itu hidup dalam pengetahuan yang dia yakini benar, dan itu juga karena  konfirmasi dari roh kudus. Pengakuan iman bukan untuk menghakimi tetapi untuk menunjuk kepada Tuhan yang hidup, Firman Tuhan yang benar.

 

Sebagian orang menggali isi Alkitab dengan menekankan pada pengalamannya dengan Tuhan. Orang itu mengalami pengalaman-pengalaman dengan Tuhan yang luar biasa, seperti dipakai Tuhan melakukan mujizat.

 

Mujizat itu sendiri sangat sulit dijelaskan. Maka tidak heran penjelasan orang percaya tentang mujizat, yang disebut juga doktrin tentang mujizat, penjelasannya sangat terbatas, dan tentu saja penjelasan tentang mujizat bergantung pada pengalaman orang itu. Jadi doktrin tentang mujizat itu juga relatif.

 

Pengalaman orang itu adalah benar adanya, absolud untuk dirinya, karena faktanya memang demikian. Tapi, interpretasi tentang pengalaman atau penjelasan tentang pengalaman orang itu dipakai Tuhan dalam mujizat adalah relatif. Orang yang mengalami mujizat tidak boleh memberikan jaminan absolud bahwa pengalaman yang dialami akan terjadi dengan cara yang sama pada orang lain. Dia cukup menyaksikan pengalamannya dipakai dalam melakukan mujizat yang diyakininya atas kehendak Allah. Karena pengalaman setiap orang tentu berbeda.

 

Dengan demikian jelaslah membangun doktrin dari penggalian Alkitab dengan eksegese yang luar biasa tetap saja harus dibandingkan dengan doktrin atau dogma gereja lain, dan itu pun tetap relatif. Demikian juga membangun doktin dari pengalaman dengan Tuhan, secara khusus dalam pengalaman melakukan mujizat untuk kemuliaan Tuhan juga relatif, jadi tidak boleh dipaksakan kepada yang lain.

 

Gereja harusnya dapat saling belajar satu dengan yang lain. Tidak boleh ada gereja yang mengklaim gerejanya paling mendekati Tuhan, atau mendekati kebenaran. Gereja memerlukan saudara-saudara yang lain untuk bertumbuh bersama menjadi seperti Kristus.


https://www.binsarhutabarat.com/2021/01/bertumbuh-bersama-menjadi-seperti.html

Saturday, January 9, 2021

Menguatkan Toleransi Beragama di indonesia

 




Heterogenitas agama-agama yang ada di Indonesia pada mulanya memang tidak banyak menimbulkan konflik antarumat beragama. Karena itu tidaklah mengherankan jika pada awalnya Indonesia menjadi negara yang dianggap sebagai teladan dalam usaha untuk menciptakan hubungan yang harmonis antarumat beragama. 


Tetapi dalam perjalanan waktu, ketidakkonsistenan pemerintah berpegang pada Pancasila dan UUD 1945, serta timbulnya apresiasi terhadap Pancasila melahirkan hukum dan perundang undangan yang bertentangan dengan Pancasila

Adanya hukum dan perundang-undangan yang tidak sejalan dengan Pancasila serta sikap pemerintah yang lebih mementingkan kekuasaan dibandingkan berpegang pada Pancasila yang membuat hubungan antar umat beragama menjadi hubungan yang peka dan dapat dengan mudah menimbulkan konflik, yang tidak jarang menbawa korban manusia. 

Mengenai pekanya hubungan antarumat beragama ini, Alamsyah Ratuprawira Negara, yang pernah menjadi menteri agama di era Soeharto menjelaskan demikian:

 Masalah kehidupan beragama di kalangan masyarakat kita merupakan masalah yang amat peka, bahkan paling peka di antara berbagai masalah sosial budaya lainnya. Sebab terjadinya sesuatu masalah sosial akan menjadi semakin ruwet jika masalah tersebut menyangkut masalah agama dan kehidupan beragama.

Pekanya hubungan antarumat beragama juga terkait erat dengan sistem penaklukan agama-agama sebagaimana terjadi dalam sejarah perjumpaan agama-agama di negara asal agama-agama itu berada, sebelum dibawa ke Indonesia. Di negara-negara Kristen yang ditaklukkan oleh Islam, orang Kristen menjadi warga negara kelas dua. Demikian juga dalam perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan dalam pemerintahan, hukum penaklukan ini berlaku. 

Usaha mendapatkan kekuasaan dengan dukungan kelompok agama, membuat kelompok agama yang berhasil menempatkan kadernya dalam pemerintahan. mendapatkan kekhususan dibandingkan agama lain.

Akibatnya toleransi agama yang murni sangat sulit untuk dibangun. Perjumpaan antartokoh-tokoh agama dalam suasana yang sejuk dan penuh perdamaian menjadi sesuatu yang amat langka.Untuk menumbuhkan rasa toleransi dalam kehidupan umat beragama, bukan merupakan hal yang mudah, namun sebaliknya. 

Pada jaman Orde Lama, telah diusahakan untuk mengadakan temu wicara pemimpin-pemimpin umat neragama, namun tidak berhasil. Namun pada jaman Orde Baru dapat diadakan, dan inipun melalui proses perjalanan yang cukup panjang. 

Apalagi yang dijumpai dalam usaha-usaha untuk menciptakan kerukunan antarumat beragama dengan mengusung kata toleransi antarumat beragama sebagai sesuatu yang utama berbungkus pengekangan terhadap kebebasan umat beragama. Jadilah kata toleransi sebagi alat pasung kebebasan beragama.

Toleransi tidak boleh menjadi alat pasung dalam kebebasan beragama dengan adanya pembatasan hak-hak beribadah terhadap umat beragama, seperti adanya keharusan ijin pembangunan tempat ibadah, secara khusus bagi agama Kristen, sebenarnya tidak boleh menjadi alasan dirobohkannya gedung-gedung gereja yang telah berdiri. Paling tidak, toleransi seharusnya mendorong umat beragama bisa tetap beribadah dengan bersama-sama mendukung pemberian ijin pendirian ibadah. Hal ini terjadi, tentu kalau memang bangsa Indonesia mengakui bahwa Pancasila menempatkan hak kebebasan beragama sebagai HAM yang paling asasi. 

Pada hakikatnya, ibadah bukanlah sesuatu yang memerlukan ijin. Karena hak beribadah adalah pemberian Tuhan,  dan pembangunan rumah ibadah bukanlah sesuatu yang menimbulkan masalah seperti pembangunan kompleks perjudian atau pambangunan rumah tempat praktek wanita asusila. 

Pemasungan atas kebebasan umat beragama dengan mengusung kata toleransi juga terjadi dalam usulan penandatanganan untuk tidak memberitakan agama kepada yang sudah beragama. Namun walaupun penandatanganan itu ditolak, larangan penyiaran agama kepada yang sudah beragama tetap dilakukan, dengan alasan untuk menjaga kerukunan. Toleransi dalam hal itu menjadi alat  pemaksaan terhadap agama-agama untuk melepaskan hak-haknya yang sebenarnya tidak dapat dicabut oleh siapa pun.

 Hak kebebasan beragama pada hakekatnya juga termasuk semua hak yang diperlukan untuk menjalankan perintah agamanya. Karena itu apabila kata toleransi berarti mengkompromikan ajaran agama, maka toleransi bukan lagi menjadi toleransi, melainkan suatu pembatasan kebebasan beragama. Atau dengan kata lain, toleransi telah menjadi alat pasung bagi kebebasan beragama. 

Kata toleransi yang berasal dari kata toleran itu sendiri berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dsb) yang berbeda atau yang bertentangan dengan pendiriannya. 

Selanjutnya, kata toleransi juga dapat berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Dalam dunia kerja, toleransi berarti penyimpangan yang masih dapat diterima.[ ......., Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakrta: Balai Pustaka, 1995), h.1065] 

Jadi dalam hubungan dengan agama dan kepercayaan, toleransi berarti menghargai, membiarkan, membolehkan kepercayaan, agama yang berbeda itu tetap ada, walaupun berbeda dengan agama dan kepercayaan seseorang. Toleransi tidak berarti bahwa seseorang harus melepaskan kepercayaan atau ajaran agamanya karena berbeda dengan yang lain, tetapi tetap mengijinkan perbedaan itu tetap ada. 

Penyebaran agama kepada orang yang berbeda agama, seharusnya tidak menjadi sesuatu yang menakutkan bagi kelompok agama lain, walaupun mungkin individu dalam kelompok tertentu dapat saja berpindah menjadi penganut agama lain, begitu sebaliknya.Apalagi semua agama yang saat ini disebut agaam resmi oleh negara adalah agama pendatang. 

Penyebaran agama-agama baik Hindu, Budha, Islam, Kristen dan katolik terjadi dengan cara damai. Karena itu penyebaran agama mereupakan sesuatu yang biasa dibumi Indonesia.

Penyebaran agama pada waktu kemudian menimbulkan konflik, bukan karena dalam diri agama-agama itu mengandung konflik, tetapi penyebaran agama sering kali dikaitkan dengan maslah lain diluar, agama. Misalnya masalah ekonomi dan politik. 

Tetapi komunitas agama tidak boleh mencabut hak individu yang berada dalam komunitasnya. Perbedaan agama seharusnya memperkaya agama-agama yang ada, jika penyebaran agama merupakan suatu kesaksian dari keyakinan agama-agama yang ada.

Globalisasi budaya adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari, tetapi mengambil sisi positif dari keberagaman yang ada menjadi kebutuhan yang mendesak, jika tidak ingin tertinggal. 

Demikian juga terciptanya dunia yang semakin heterogen karena pluralitas agama-agama seharusnya dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi Indonesia, setidaknya jika agama-agama itu menyadari bahwa dalam negara Pancasila ia mempunyai kedudukan yang sama.

 Agama-agama di Indonesia harus memahami diri dan dunianya ( termasuk disini hubungannya dengan agama-agama lain) di dalam konteks dan dibawah terang Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasrkan Pancasila. Bila tidak maka agama tidak berfungsi secara relevan dan kontekstual. 

Dalam perspektif Kristen, karena hak pemilihan agama adalah hak kebebasan hati nurani, maka perbedaan agama bukan merupakan sesuatu yang harus ditiadakan dengan segala cara. Sebaliknya, dalam keberagaman agama-agama tersebut, umat Kristen diharuskan menjadi saksi dengan jalan memenuhi kewajiban-kewajibannya.Pemenuhan kewajiban ini secara bersamaan merupakan penghormatan terhadap HAM. 

Pemberitaan Injil dengan semangat memindahkan orang beragama lain ke agama Kristen bukanlah menjadi tujuan penginjilan. Seseorang pindah ke agama Kristen akibat penerimaan yang bersangkutan pada Injil. Bukan sebaliknya seseorang dipindahkan kedalam komunitas Kristen untuk menjadi Kristen.

Apabila orang tidak dipilih oleh Tuhan, maka ia tidak akan menjadi Kristen. Namun tidak berarti penginjilan mengalami kegagalan, karena memang kewajiban orang Kristen hanya untuk memberitakan isi Injil yang dia terima dan hidup sesuai dengan ajaran Injil tersebut. Sedangkan masalah orang menjadi Kristen adalah hak Tuhan. 

Demikian juga yang terjadi dalam perpindahan orang yang beragama Kristen ke agama lain, tidak berarti bahwa ajaran Kristen itu salah, walaupun mungkin interpretasi orang tersebut demikian. Karena  Injil itu sendiri tidak bergantung pada kesaksian manusia. 

Dengan demikian dapat dimengerti bahwa toleransi seharusnya bukan merupakan pembatasan hak kebebasan beragama yang berasal dari Tuhan. Jika tidak, maka yang terjadi adalah pemasungan agama-agama. Itulah yang terjadi di Indonesia.. 

Menurut pandangan Kristen, semua manusia beragama. Karena itu, mempersaksikan agama Kristen kepada umat agama lain seperti juga yang terjadi kepada umat Kristen, adalah sesuatu yang tidak diharamkan. Bahkan hal itu merupakan kewajiban agama. Asal saja penyiaran agama tidak dilakukan dengan cara memaksa, atau disertai bujukan dan iming-iming, pada hakekatnya usaha penyiaran agama kepada yang sudah beragama tersebut dapat diijinkan. Toleransi beragama dalam kekristenan didasrkan pada aturan golden rule, jadi semua orang harus menerapkan kata toleransi tersebut pada dirinya, kata toleransi diletakakan pada orang pertama untuk orang kedua , ketiga dan seterusnya. Jadi jika seseorang ingin orang lain bertoleransi dengan dirinya, maka ia terlebih dahulu harus bertoleransi dengan orang lain. Pada waktu semua orang berusaha untuk bertoleransi pada orang lain, maka semua orang akan mendapatkan sikap yang toleran dari sesamanya. 

https://www.binsarhutabarat.com/2021/01/menguatkan-toleransi-beragama-di-indonesia.html


Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik

  Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik Pernyataan Suswono, Janda kaya tolong nikahi pemuda yang nganggur, dan lebih lanjut dikat...