Tuesday, January 12, 2021

Tantangan Guru Kontemporer








Tantangan Guru Kontemporer

Parlindungan Hutabarat, S.T., M.Th. 

Dosen Agama di Universitas Mercubuana Jakarta


Menurut pepatah jawa, Guru adalah digugu lan ditiru yang berarti bahwa guru merupakan sosok yang menjadi panutan bagi siswanya. 

Saat ini sosok guru sudah ikut "ter-reformasi". Guru dituntut untuk memiliki ilmu pengetahuan yang selalu berkembang dan mengikuti kemajuan jaman. 

Sudah tidak waktunya lagi guru yang kaku, memiliki pengetahuan terbatas, dan tidak mau terbuka dengan kemajuan teknologi. Untuk dapat lebih memahami hakikat seorang guru, kita perlu memahami terlebih dulu apa yang dimaksud dengan guru.

     Menurut The Contemporary English Indonesian Dictionary, “guru adalah orang yang menyampaikan pengetahuan atau memberi petunjuk cara mengerjakan sesuatu”[ The Contemporary English Indonesian Dictionary]. 

Sedangkan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.[ Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ketiga.  Balai Pustaka, Jakarta. 2007] 

Selanjutnya menurut UU RI NO 14 TAHUN 2005, Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah[ Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005 tentang sistem Pendidikan Nasional.Jakarta.2005]

       Hal ini berarti bahwa seorang guru dikaitkan dengan profesionalitas yang berkaitan dengan pengajaran dan mendidik. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.[ Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005 tentang sistem Pendidikan Nasional.Jakarta.2005] 

Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Kualifikasi formal dalam konteks Indonesia, dirumuskan syarat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru. 

Kompetensi guru merupakan istilah untuk seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas profesional. 

Menurut UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Pada pasal 10 undang-undang tersebut disebutkan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

     Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik. Dalam pengelolaan pembelajaran guru harus: (1) memahami kandungan isi kurikulum sebagai dasar dalam mengembangkan program pembelajaran; (2) mampu mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran; (3) menguasai pelbagai model pembelajaran yang inovatif sehingga tercipta pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM), (4) mampu mengembangkan dan melaksanakan teknik evaluasi hasil pembelajaran, dan (5) mampu melakukan tindak lanjut dari hasil evalusai pembelajaran, misalnya melaksanakan pembelajaran remidial. 

Selain lima kemampuan utama yang dituntut dalam pengelolaan pembelajaran, ada beberapa kemampuan penunjang yang mesti dimiliki pula oleh guru, di antaranya adalah memahami psokologi pendidikan, administrasi pendidikan, dan penelitian pendidikan. 

Kemampuan penunjang tersebut sangat berguna dan membantu guru dalam upaya lebih meningkatkan kualitas pembelajaran yang sedang dan akan dilakukakannya.

     Kompetensi profesional adalah kemampuan menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam. Dalam upaya mengarahkan siswa untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum guru perlu menentukan materi pelajaran yang tepat. 

Materi pelajaran yang hendak disajikan harus dikuasi dengan sungguh-sungguh keluasan dan kedalamannya oleh guru sehingga guru dapat mengorganisasikannya dengan tepat baik dari segi kompleksitasnya (dari yang mudah kepada yang sulit, dari yang konkret kepada yang kompleks) maupun dari segi keterkaitannya (dari yang harus lebih awal muncul sebagai dasar bagi bagian berikutnya). 

Bahan pelajaran yang diorganisasikan dengan tepat selain memudahkan guru dalam menyajikannya, juga dapat memudahkan siswa untuk memilikinya. 

Guru yang kurang menguasai bahan pelajaran yang diajarkan dapat berakibat patal, baik terhadap rasa percaya dirinya, kewibawaannya, kepercayaan siswa dan tentunya terhadap hasil pembelajaran. 

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berahlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. 

Kompetensi keperibadian terkait dengan moral guru yang tercermin dalam sikap dan perilakunya. Landasan utama moral seorang guru hingga ia dapat bersikap dan berperilaku yang terpuji sehingga menjadi panutan bagi siswa dan masyarakat pada umumnya adalah keimanan dan ketakwaan sesuai dengan agama yang dianutnya. 

Dengan landasan keimanan dan ketakwaan yang kuat seorang guru dapat mengenali dan menguasai dirinya sehingga dia tidak akan bersikap angkuh, sombong dan tidak berperilaku yang tidak sesuai dengan perannya sebagai sosok pendidik. 

Selain keimanan dan ketakwaan guru harus patuh terhadap kode etik profesi guru. Jika memahami dan sadar terhadap tuntutuan kode etik profesi guru ia dapat berikap arif, objektif, demokratis, dan jujur selalu menyertai tugas keprofesional dirinya. 

Kemudian, dalam berperilaku ia dapat berpenampilan yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan; juga menjadikan dirinya sebagai anutan dan teladan bagi siswanya. 

Perlu diingat bahwa guru harus dapat memberi keteladanan yang terbaik bagi siswanya. Kita masih ingat dengan pribahasa klasik, “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari” Pribahasa ini mengendung makna jika guru memberi contoh perilaku yang kurang baik maka murid akan berperilaku yang lebih kurang baik lagi. 

Seandainya informasi benar bahwa saat ini banyak guru ketika Ujian Nasional suka membocorkan jawaban kepada siswanya, maka contoh perilaku guru tersebut menggambarkan contoh kebejatan moral guru yang dapat merusak sikap dan perilaku anak didiknya. 

Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, orang tua/wali siswa, dan masyarakat sekitar. 

Kompetensi sosial menuntut guru untuk mampu bergaul secara proporsional dan profesional. Mampu bergaul secara proporsional artinya ia dapat memosisikan dirinya siapa yang sedang dihadapinya. 

Jika berkomunikasi dengan teman sejawat (misalnya dengan guru yang lain) tentunya bahasa, sikap dan perilaku berbeda ketika berkomunikasi dengan atasan (misalnya kepala sekolah) atau dengan siswa. 

Kita sebagai guru harus bisa menenpatkan diri di tengah-tengah orang lain. Janganlah menjadi orang yang mengucilkan diri atau bahkan dikucilkan oleh orang lain. Tentunya kompetensi sosial yang dimilliki guru sangat erat dengan kompetensi keperibadiannya. 

Manakala guru memiliki kompetensi keperibadian yang baik dapat dipastikan ia mudah dan mampu berkomunikasi dengan orang lain. Lain halnya jika dalam keadaan sebaliknya.

https://www.bhi.binsarhutabarat.com/2021/01/tantangan-guru-kontemporer.html


Monday, January 11, 2021

Hak Kebebasan Beragama








Pelanggaran kebebasan beragama yang menodai perjalanan kehidupan bangsa Indonesia merupakan sesuatu yang tidak bisa tidak berhubungan dengan negara, dalam hal ini pemerintahan yang berkuasa. 

Memberi perlindungan bagi umat beragama termasuk dalam kebebasan beribadah, seharusnya menjadi tanggung jawab negara. 

Memang benar, usaha menciptakan hubungan yang harmonis antarumat beragama harus dilakukan secara bersama oleh pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia. 

Tetapi tindakan anarki individu atau kelompok tertentu terhadap individu atau kelompok lain harus menjadi tanggung jawab negara, dan tidak boleh ditolerir. Jika tidak, maka tindak pelanggaran tersebut akan terus terjadi.

Persoalan timbul ketika negara bersifat diskriminatif dengan berpihak kepada komunitas kuat yang mendukungnya. Pelanggaran yang dilakukan oleh komunitas tersebut tetap tidak pernah diperdulikan, walaupun melanggar asas keadilan. 

Deklarasi Universal HAM bukan hanya menjadi norma dalam kehidupan internasional, tetapi menetapkan negara sebagai penanggung jawab dalam implementasi hak-hak tersebut. Tidaklah mengherankan jika dalam suatu negara pelanggaran HAM diabaikan, maka negara tersebut akan mengalami kesulitan dalam pergaulan internasional. Mengenai kewajiban negara dalam melindungi hak-hak kebebasan beragama, termasuk dengan hak-hak sipil ini, Yewangoe menerangkan sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan hak-hak sipil adalah hak warganegara yang melekat pada warga negara karena ia adalah warga sebuah negara. 

Dengan demikian, negara berkewajiban melindunginya. Tetapi juga penduduk yang bukan warga negara tetapi bertempat tinggal dalam negara itu, mempunyai hak untuk dilindungi oleh negara. Padanya melekat sejumlah hak, seperti hak untuk beribadah, hak untuk berkumpul, hak untuk mengekspresikan apa yang diimaninya.

 

Pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia adalah pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah. Karena negara wajib melindungi hak-hak individu yang ada di Indonesia, pemerintah tidak dapat berdalih untuk menyalahkan kelompok agama atau individu yang ada. 

Karena membiarkan pelanggaran kebebasan beragama terjadi berarti pengabaian tugas kewajiban negara. Kelambanan aparat keamanan untuk mengatasi kerusuhan-kerusuhan yang mengatasnamakan agama merupakan kegagalan negara, secara khusus pemerintah yang berkuasa. Aparat keamanan tidak boleh lebih setia kepada golongannya dan melepaskan kesetiaan pada negara dengan cara melakukan tindakan diskriminasi dengan melindungi kelompok yang bersalah, dan membiarkan kelompoknya  melanggar undang-undang tanpa berusaha menangkap pelaku.

Dalam pandangan Kristen, negara wajib menjaga hak-hak individu. Negara diberikan pedang untuk menindak ketidak adilan. 

Pada waktu negara membiarkan tindakan yang tidak adil, maka negar tidak menjalankan wewenangnya. Berarti negara tidak berjalan pada kodratnya.

Negara terbentuk juga karena adanya pemberian dari hak-hak individu, walaupun hak-hak individu itu tidak tercabut oleh negara. 

Kewajiban negara dalam menjaga terlaksananya penghormatan terhadap hak-hak individu memungkinkan setiap individu dapat hidup merdeka sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. 

Timbulnya tindakan anarki dalam penutupan gereja maupun pelarangan terhadap bidat-bidat menjadi tanggung jawab negara. 

Ketika negara tidak peduli dengan semuanya itu, maka eskalasi kekerasan atas nama agama terus meningkat. Dan itulah yang terjadi di Indonesia.

Munculnya kelompok-kelompok yang ingin membantu pemerintah untuk mengakkan hukum dan undang-undang dalam negara Indonesia merupakan bukti keterlibatan masyarakat untuk terciptanya supremasi hukum. 

Namun, tindakan main hakim yang dilakukan kelompok-kelompok untuk menegakkan hukum dan undang-undang yang satu dengan melanggar hukum dan perundang-undangan yang lain, merupakan tindakan anarki yang harus dihentikan oleh pemerintah.


https://www.binsarhutabarat.com/2021/01/hak-kebebasan-beragama.html


 

Sunday, January 10, 2021

Bertumbuh Bersama Menjadi Seperti Kristus

 







 

Orang percaya memiliki iman yang sama terhadap Alkitab sebagai Firman Allah. Karena itu orang percaya menggali isi Alkitab yang sama untuk makin mengenal Allah. 

Perbedaan yang terjadi dalam menafsirkan Alkitab sejatinya menolong orang percaya untuk memahami perlunya saling belajar satu dengan yang lain untuk makin mengenal Allah secara benar.

 

Kristus, Firman Hidup yang bangkit dari kematian, dan menjadi dasar kekuatan gereja adalah Firman yang esa. Gereja yang minum dari sumber air hidup yang sama yaitu Firman Tuhan perlu bertumbuh bersama menjadi seperti Kristus.

 

Berdasarkan iman bahwa Alkitab adalah Firman Allah, orang percaya menggunakan akal budinya untuk menggali isi Alkitab untuk mengetahui tentang Allah, Karya, dan kehendak-Nya sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab. Usaha manusia mengumpulkan data-data dalam Alkitab itu terbatas, maka sejatinya tidak ada orang atau tokoh Kristen yang dapat mengklaim penafsirannya paling benar, apalagi absolud.

 

Penafsiran kita tentang suatu bagian Alkitab harus dibandingkan dengan hasil rumusan doktrin atau dogma yang diwariskan tokoh-tokoh gereja sebelumnya. Tapi karena penafsiran tokoh gereja sebelumnya juga tidak sempurna atau dibawah Alkitab, bisa saja penafsiran teolog jaman tertentu atau jaman kini memperbaiki penafsiran gereja sebelumnya, tapi sekali lagi itu pun tidak absolud.

 

Hasil penggalian Alkitab seorang teolog yang dirumuskan menjadi doktrin dan kemudian menjadi dogma itu tetap berada dibawah Alkitab, bahkan pengakuan iman sebagai rumusan dogma juga dibawah Alkitab, dan boleh saja direvisi, tentu jika memiliki dasar yang kuat artinya ada temuan yang didasarkan Alkitab tentang perlunya pengembangan rumusan pengakuan iman.

 

Validasi doktrin seharusnya didasarkan kofirmasi Roh Kudus. Karena hasil penggalian Alkitab tidak otomatis membuat kita percaya pada rumusan hasil penggalian Alkitab, meski pun langkah-langkah penggalian Alkitab sudah kita lakukan dengan cara benar. Keyakinan bahwa rumusan doktrin itu benar hanya karena konfirmasi Roh Kudus,

 

Doktrin mengarahkan orang untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah. Roh kudus berkarya dalam diri seseorang yang bertekad untuk hidup dalam rencana Allah sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab, dan pengalaman orang itu kemudian akan mengakui bahwa benar pengetahuan yang di dapat dalam Alkitab itu benar. Inilah yang disebut pengakuan iman secara pribadi.

 

Doktrin penting untuk menunjuk pada kehidupan yang benar, dan keabsoudan itu terjadi terjadi ketika orang itu hidup dalam pengetahuan yang dia yakini benar, dan itu juga karena  konfirmasi dari roh kudus. Pengakuan iman bukan untuk menghakimi tetapi untuk menunjuk kepada Tuhan yang hidup, Firman Tuhan yang benar.

 

Sebagian orang menggali isi Alkitab dengan menekankan pada pengalamannya dengan Tuhan. Orang itu mengalami pengalaman-pengalaman dengan Tuhan yang luar biasa, seperti dipakai Tuhan melakukan mujizat.

 

Mujizat itu sendiri sangat sulit dijelaskan. Maka tidak heran penjelasan orang percaya tentang mujizat, yang disebut juga doktrin tentang mujizat, penjelasannya sangat terbatas, dan tentu saja penjelasan tentang mujizat bergantung pada pengalaman orang itu. Jadi doktrin tentang mujizat itu juga relatif.

 

Pengalaman orang itu adalah benar adanya, absolud untuk dirinya, karena faktanya memang demikian. Tapi, interpretasi tentang pengalaman atau penjelasan tentang pengalaman orang itu dipakai Tuhan dalam mujizat adalah relatif. Orang yang mengalami mujizat tidak boleh memberikan jaminan absolud bahwa pengalaman yang dialami akan terjadi dengan cara yang sama pada orang lain. Dia cukup menyaksikan pengalamannya dipakai dalam melakukan mujizat yang diyakininya atas kehendak Allah. Karena pengalaman setiap orang tentu berbeda.

 

Dengan demikian jelaslah membangun doktrin dari penggalian Alkitab dengan eksegese yang luar biasa tetap saja harus dibandingkan dengan doktrin atau dogma gereja lain, dan itu pun tetap relatif. Demikian juga membangun doktin dari pengalaman dengan Tuhan, secara khusus dalam pengalaman melakukan mujizat untuk kemuliaan Tuhan juga relatif, jadi tidak boleh dipaksakan kepada yang lain.

 

Gereja harusnya dapat saling belajar satu dengan yang lain. Tidak boleh ada gereja yang mengklaim gerejanya paling mendekati Tuhan, atau mendekati kebenaran. Gereja memerlukan saudara-saudara yang lain untuk bertumbuh bersama menjadi seperti Kristus.


https://www.binsarhutabarat.com/2021/01/bertumbuh-bersama-menjadi-seperti.html

NATIONAL QUALIFICATIONS FRAMEWORK

 SINOPSIS DISERTASI POLICY EVALUATION INDONESIAN NATIONAL QUALIFICATIONS FRAMEWORK FIELD HIGHER EDUCATION EVALUASI KEBIJAKAN KERANGKA KUALIF...