Wednesday, February 17, 2021

Era Normal Baru Perlu Pemimpin Berkarakter






Pemimpin publik berkarakter jadi kebutuhan era normal baru untuk bersatu melawan covid-19.

 

Hadirnya pemimpin-pemimpin politik yang berkarakter dan berkualitas adalah mutlak. Mereka yang telah berjuang memperkembangkan karakter-karakter mulia mestinya juga berambisi untuk menduduki jabatan politik demi menghadirkan Indonesia yang adil dan makmur. Jabatan politik harus diperjuangkan jatuh ketangan orang yang tepat, jujur, berkarakter, dan berkualitas. Karena politi itu kudus dan sejatinya diisi oleh orang-orang berkarakter untuk menjaga kekudusan politik.

Dalam konteks ini gereja dan agama-agama harus berperan penting, yakni mendorong umatnya yang memang terpanggil dalam dunia politik untuk hadir menguduskan politik. Karena politik itu kudus, dan harus diisi oleh orang-orang yang berdedikasi tinggi terhadap Tuhan dan sesamanya.

“Terang,”dalam hal ini orang-orang terbaik negeri ini, tidak boleh tidak peduli dengan dunia politik yang amat penting itu, dan harus memberikan terangya di dunia politik. Apabila “Terang”itu tidak lagi memberi terangnya, betapa gelapnya dunia politik di negeri ini.

Negeri ini akan terus mengalami restorasi apabila kesadaran politik rakyat semakin meningkat. Kesadaran politik rakyat itu akan menjadi benteng yang kuat untuk membendung hadirnya politisi-politisi busuk yang menyengsarakan rakyat, dan ini akan menjadi jalan tol bagi hadirnya pemimpin-pemimpin berkarakter, berkualitas yang akan memakmurkan Indonesia.

Jagad politik Indonesia akhir-akhir ini mengalami dinamika dengan hadirnya politisi-politisi yang mendapat dukungan rakyat. Pembangunan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur harus melalui jalan yang berliku-liku karena absennya putra-putra terbaik bangsa Indonesia yang berkarakter jujur dan berkualitas.

Dalam perspektif Kristen negara adalah lembaga yang didirikan Allah untuk menegakkan keadilan Allah. karena itu, Kekeristenan bertanggung jawab untuk mendorong pemerintah yang berkuasa agar bertindak secara bertanggung jawab yakni menyatakan keadilan Allah demi terciptanya tatanan pemerintahan yang adil dan damai.

Kekristenan dalam hal ini harus memiliki peran penting dalam pemerintahan untuk menciptakan pemerintahan yang adil, hadirnya pemimpin-pemimpin Kristen dalam pemerintahan adalah implementasi dari ketaatan tersebut.  kekristenan pada sisi yang lain juga harus menjadi warga Negara yang bertanggung jawab, dalam hal ini mentaati pemerintah yang adil, ruang publik sejatinya menjadi arena kesaksian kekristenan. Mereka yang memiliki kapasitas sebagai pemimpin harus didorong hadir dalam kontestasi politik di negeri ini.

Dalam pandangan Kristen Kedaulatan Allah merupakan determinasi Allah yang ditentukan (predestined) untuk mengusung komunitas manusia  menuju keadaan yang didalamnya kesetaraan, kebebasan dan keadilan tumbuh. Jadi, kedaulatan Allah tidak boleh mereduksi manusia menjadi boneka serta membenarkan tirani politik dan sosial .

 

Tidak sedikit komunitas Kristen yang pasrah berada dibawah pemerintahan absolutis. Kedaulatan Allah mestinya mende-absolutisasi dan merelativisasi semuan klaim atas kekuasaan absolut. Konsep Kedaulatan Allah dalam kekristenan lebih sering sebagai senjata melawan tirani daripada mendukungnya. Tugas kritis gereja adalah untuk melakukan desakralisasi, relativisasi, dan demokratisasi.

Dalam perspektif kekristenan suara rakyat bukanlah suara Tuhan. Rakyat bukanlah Allah, rakyat tidak memiliki penalaran dan kebaikan sempurna tanpa cacat, kehendak rakyat atau  roh rakyat bukanlah memutuskan apa yang adil dan tidak adil . Rakyat harus tunduk pada hukum moral yang melampaui dirinya.

 

Nasionalisme memiliki baik kapasitas untuk memperbesar kebebasan maupun potensi  untuk menghancurkan kebebasan. Nasionalisme kesukuan di negeri ini akan mengikis kemajemukan dan toleransi. Nasionalisme Indonesia harus berada dalam taman sarinya internasionalisme. Nasionalisme Indonesia harus menjaga kemajemukan dan toleransi di indonesia.

 

Kehadiran pemimpin-pemimpin Kristen yangmemiliki komitmen moral dalam hal ini amat penting untuk hadirnya Indonesia yang lebih baik. Seruan revolusi mental yang didengungkan Presiden RI Jokowidodo mestinya menjadi tantangan bagi kekristenan untuk bersama mewujudkan Indonesia yang bersih dan bermoral. Karena memang harus diakui bahwa di negeri ini telah terjadi dehumanisasi yang amat memperihatinkan. Revolusi mental dalam hal hanya dapat terjadi dengan terjadinya transformasi budaya yang berkelanjutan. Itulah sebabnya pendidikan di negeri ini sejatinya perlu menitikberatkan pada pengembangan budaya nasional sebagaimana pernah dinyatakan oleh Ki hajar Dewantara.

Pendidikan harus berperan dalam pengembangan kebudayaan nasional. Kementerian pendidikan dan kebudayaan merupakan nama yang tepat bagi kementerian pendidikan yang menjadi ujung tombak pemajuan kebudayaan Indonesia. Kebudayaan adalah kemuliaan manusia yang tertinggi. Karena hanya manusia yang memiliki akal budi, dan mampu mengembangkan kebudayaan.

Pendidikan yang berhasil mengembangkan kebudayaan bangsa akan memuliakan bangsa tersebut. Keberhasilan kebudayaan adalah kemuliaan seluruh umat manusia. Sumbangsih dan keberhasilan kebudayaan seharusnya dimiliki seluruh umat manusia.Itulag sebabnya pendidikan adalah untuk semua. Pendidikan adalah hak asasi manusia. Hanya melalui pendidikan manusia dapat menjadi manusia seutuhnya.

 Pada sisi lain, kejatuhan manusia dalam dosa merupakan fakta, bahwa dalam perkembangan kebudayaan manusia tersebut tersembunyi fakta kejatuhan. Itulah sebabnya perkembangan kebudayaan “tidak baik-baik saja”. Ada kejahatan, korupsi, pelanggaran hak-hak asasi manusia, pelanggaran kebebasan beragama, bahkan peperangan, yang tidak jarang menampilkan wajah bengis manusia.

Umat manusia dalam hal ini harus mewaspadai involusi budaya yang menghinakan martabat manusia, dan kemudian berjuang bersama-sama untuk mencapai taraf kebajikan tertinggi. Apalagi jika kita setuju bahwa kebudayaan adalah jiwa masyarakat, the soul of society.

Memahami bahwa masyarakat adalah komunitas “interdependen” maka sudah sepatutnya seluruh rakyat di negeri ini  menyadari tanggung jawabnya untuk membangun kehidupan masyarakat Indonesia, menuju pada kehidupan masyarakat yang adil, sejahtera dan hidup saling menghargai. Karena itu. Berlangsungnya transformasi budaya yang berpusat pada kemuliaan Tuhan, dan bagi kemanusiaan harus menjadi tujuan semua orang di negeri ini. Tepatlah perkataan yang mengatakan, “Jika masyarakat manusia mencapai tingkat kebudayaan yang cukup tinggi, maka masyarakat itu membangun kota.

 Perkembangan budaya dari manusia yang telah jatuh dalam dosa harus diakui juga tercemari keberdosaan manusia. Jadi perkembangan peradaban tidaklah baik-baik saja. Transformasi budaya dalam hal ini tidak menolak budaya, namun juga tidak menerimanya begitu saja. Selama hasil akhir kebudayaan itu memuliakan Tuhan, dan memanusiakan manusia, itu dapat diterima, namun “kebudayaan”  yang melawan Tuhan dan menghinakan martabat manusia harus dikuduskan.

Regenerasi Korupsi, kolusi dan nepotisme yang sukses di negeri ini adalah bukti telah terjadinya involusi budaya, belum lagi geliat para makelar kasus yang meminggirkan keadilan, dan menjadikan hukum hanya tajam kebawah, pada mereka yang miskin serta tidak memiliki akses terhadap kekuasaan, dan tumpul ke atas, pada mereka yang memiliki uang dan kekuasaan.

Singkatnya, bukannya nilai-nilai yang agung yang ditinggikan oleh banyak elit di negeri ini, sebaliknya semangat mau menang sendiri, menghalalkan segala cara, dan semangat untuk menghancurkan sesamanya telah mendominasi kehidupan elit, setidaknya itulah yang dipertontonkan lewat media, yang otomatis berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat.

Kondisi negeri ini ternyata masih diperparah lagi dengan meredupnya kecintaan pada Pancasila yang kini terlihat pada pembilahan masyarakat berdasarkan suku, budaya dan agama. Ini  bukan hanya  mengakibatkan terjadinya degradasi identitas nasional, tetapi lebih parah lagi bisa mengarah pada kematian identitas bangsa Indonesia yang fenomenanya terlihat pada disintegrasi yang meledak dalam konflik antar suku, agama dan kelompok di negeri ini. Padahal, para pendiri bangsa ini telah sepakat, negara, bangsa dan masyarakat Indonesia yang akan dibangun adalah negara bangsa dan masyarakat Pancasila. Karena itu mereka menetapkan nilai-nilai Pancasila harus menjiwai batang tubuh dari UUD 45 yang menjadi dasar bagi kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat.

Kita tentu paham bahwa Pancasila bukan sesuatu yang “given,” terberi,  tetapi itu adalah sebuah pencapaian. Pancasila memang bukanlah ide baru, tapi digali dari bumi Indonesia dan merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang berkembang dalam kehidupan rakyat Indonesia yang beraneka ragam. Hingga saat ini, Pancasila merupakan dasar filosofis yang masih perlu terus digali seiring dengan perkembangan terbaru saat ini untuk menghadapi permasalahan-permasalahan relevan saat ini.

Karena itu, penerimaan terhadap  Pancasila harus dimaknai sebagai penerimaan terhadap perjumpaan komitmen-komitmen perbedaan agama, suku dan budaya untuk kemudian membangun hubungan sinergis antar komunitas yang beragam itu.

Agama, suku dan budaya yang beragama dan berbeda itu mesti berusaha mencari sintesa dari keragaman yang ada tersebut. Semangat “Bhinneka Tunggal Ika” yang anti diskriminasi menempatkan perbedaan sebagai sebuah kekayaan dan bukan ancaman.  

Upaya menggali nilai-nilai Pancasila ini menjadi tanggung jawab semua rakyat Indonesia. Transformasi Pancasila mesti membawa pada kehidupan bersama rakyat Indonesia yang lebih baik untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia, yaitu masyarakat adil dan makmur.

 

Partisipasi Rakyat Untuk Demokrasi yang bersih dan Bermartabat

Dalam permainan bersama dalam suatu masyarakat, semua individu yang diciptakan sederajat itu harus ikut bermain, dan tidak ada satupun yang boleh dijadikan obyek permainan. Semua individu adalah pemain, karena setiap individu memiliki sumbangsih yang berbeda-beda, dan memiliki peran penting dalam permainan tersebut. Suatu permainan yang akan membahagiakan semua. Hadirnya demokrasi yang bersih dan bermartabat hanya mungkin jika semua elemen masyarakat terlibat aktip dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang akan berlangsung serentak pada Desember tahun ini.

Keterlibatan rakyat dalam hal ini sangat penting dalam memilih calon kepala daerah yang memiliki kapasitas untuk jabatan tersebut, itu bukan hanya ditentukan oleh tingkat pendidikan calon, ataupun penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) tapi juga karakter dan moralitas calon tersebut. Untuk memilih calon berkarakter tentu saja tidak mudah, ini membutuhkan relasi yang baik dengan sang calon. Media dalam hal ini sangat berperang penting dalam publikasi calon secara seimbang, khusunya rekam jejak calon kepala daerah.  Rakyat harus melihat rekam jejak calon tersebut secara baik, dan dengan dasar itulah kemudian menentukan pilihannya.

Tanpa moralitas penguasaan iptek bisa menjadi alat menghancurkan budaya Indonesia, dan juga menghancurkan manusia Indonesia. Sebagaimana kita paham bahwa Politik bisa menjadi alat untuk menghinakan martabat kemanusiaan ditangan mereka yang jahat dan tak bermoral. Sebaliknya,  jabatan politik ditangan orang-orang berkarakter dan bermoral juga  bisa menjadi alat  untuk menyejahterakan manusia, untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan. Demikian juga memilih calon kepala daerah yang menguasai Iptek tinggi tanpa moralitas akan sangat berbahaya bagi kelangsungan negeri ini.

Indonesia memerlukan pemimpin yang tidak hanya pandai, memiliki kemampuan manajerial yang tersohor, tetapi juga memiliki sifat kepahlawanan. Pemimpin yang memiliki sifat kepahlawanan  adalah pemimpin yang berani membela dan menyuarakan kebenaran, yang menguntungkan semua orang tanpa perbedaan, dan yang mendatangkan kebaikan bagi semua masyarakat. Hadirnya pemimpin-pemimpin yang baik akan memperkuat persatuan bangsa, dan kesatuan bangsa, dan ini juga menjadi kebutuhan amat penting masyarakat di negeri yang tersohor dengan keragamannya.

Wabah corona yang menghantam Indonesia  dan juga dunia, yang kemudian melahirkan gaya hidup baru yang terkenal dengan istilah “normal baru”.Hidup bersahabat dengan corona, artinya tetap menjalani hidup meskipun corona belum mampu kita tuntaskan, dan menjalani hidup dengan bersahabat dengan corona artinya hidup normal yang baru, yang sebelumnya tidak pernah kita alami, demikian juga banyak negara di dunia. Meskipun corona belum mampu kita punahkan, dan corona masih menjadi ancaman, kita tetap bisa menjalani hidup normal  dengan tetap waspada untuk tidak tertular dan menularkan virus corona.

Dunai saat ini membutuhkan pemimpin-pemimpin berkarakter yang selalu ingin maju, terus berubah, dan berani melawan perubahan hidup. Bagaimanpun beratnya kehidupan, manusia harus menjalaninya, dan menjalani hidup bersama dengan bersatu saling tolong menolong adalah jalan terbaik.

Pada konteks itu kepemimpinan yang handal dan berkarakter menjadi sebuah keharusan. Kiranya kehidupan normal baru yang sedang kita jalani ini,  membuat kita juga berjuang untuk berdamai dengan sesama untuk kemudian memunahkan corona bersama.

 

Dr. Binsar Hutabarat

https://www.binsarhutabarat.com/2021/02/era-normal-baru-perlu-pemimpin-berkarakter.html

Sunday, February 14, 2021

Soal Ham di Indonesia





Salah satu persoalan Ham yang menjadi sorotan dunia adalah perihal kebebasan beragama di Indonesia terkait maraknya kekerasan agama pada tahun-tahun terkahir ini. 

Munculnya organisasi-organisasi intoleran yang mengambil peran aparat hukum dalam menyelesaikan konflik agama tentu saja membuat kita jengah. Negara sebagai lembaga yang memiliki hak monopoli penegakkan hukum seakan kalah oleh kelompok-kelompok yang ingin memaksakan kehendaknya.

 

Penyerangan terhadap kebebasan beragama yang dilakukan kelompok-kelompok intoleran itu tentu saja memengaruhi kerukunan beragama yang telah lama subur di negeri ini. 

Kecurigaan antaragama yang dihembuskan kelompok-kelompok intoleran telah membuat munculnya cluster-cluster berdasarkan agama tertentu, dan secara bersamaan  mempersempit ruang dialog agama-agama. 

Integrasi agama-agama telah menjadi persoalan yang tidak mudah, itulah sebabnya konflik agama bermunculan diberbagai tempat.


Sebenarnya konflik yang membawa-bawa nama agama bukan eksklusif terjadi di Indonesia. Derasnya arus imigran dari Timur Tengah, Afrika Utara, Afrika Selatan sesungguhnya telah menimbulkan persoalan tersendiri bagi perjumpaan agama-agama yang berbeda dan beragam itu pada negara-negara Eropa.   

Demikian juga dengan negara-negara Eropa Timur yang sebelum komunis berkuasa dan sesudah tumbangnya komunis adalah negara-negara sekuler yang menetapkan agama hanya boleh ada pada ruang privat agama. 

Pada era pemerintahan komunis kegiatan agama menjadi aktivitas terlarang. Kini mereka harus menghadapi persoalan bagaimana perjumpaan agama-agama yang berbeda dan beragam itu tidak menimbulkan koflik ditengah kebangkitan agama-agama,  khususnya pada penolakan agama-agama untuk tidak boleh ada pada ruang publik.  

 

Mengijinkan agama-agama untuk hadir pada ranah publik memang bukan persoalan mudah bagi negara-negara sekuler yang melihat agama bukan sebagai kebutuhan, bahkan telah memarginalkannya begitu lama. 

Apalagi mereka memiliki keyakinan bahwa tanpa agama mereka bisa hidup sebagai sebuah negara, sedang pada sisi lain, negara-negara yang mengatur kehidupan masyarakatnya dengan nilai-nilai agama yang amat ketat juga tidak mampu mengatasi persoalan sosial seperti korupsi, kemiskinan dan keborobrokan birokrasi.

.

Sengkarut antara agama dan negara pada abad pertengahan tentu saja masih menyisakan trauma dan ketakutan bagi negara-negara sekuler. Negara-negara demokrasi kini menghadapi tantangan baru, karena sebagai negara demokrasi mereka harus mengijinkan agama-agama yang beragam itu  hadir dalam ruang publik.

 

Kehadiran agama pada ruang publik untuk Indonesia sebenarnya bukan persoalan. Pengalaman Indonesia hidup bersama dalam keragaman agama, etnik dan budaya berada dalam rentang waktu yang cukup panjang, dan itu dilalui dengan damai. 

Kehadiran agama-agama di Indonesia berlangsung dengan cara damai, bahkan tidak jarang terjadi sinkretisme agama-agama yang kemudian menyemarakkan keragaman agama-agama di Indonesia.

 

Peran positif agama adalah suatu realitas bagi Indonesia. Itulah sebabnya di negeri ini agama memiliki posisi yang terhormat, agama-agama di Indonesia memiliki peran yang amat besar bagi pembangunan nasionalisme Indonesia, dan dalam perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia.

 

Kekerasan agama di ruang publik

Penggambaran agama yang penuh kekerasan dan tidak toleran merupakan gambaran yang tidak lengkap. Casanova berujar, selama tahun 1980-an, para aktivis religius juga merupakan para pemain utama di dalam gerakan-gerakan yang berjuang untuk pembebasan, keadilan, dan demokrasi di seluruh dunia.

 

Hadirnya teologia pembebasan di Amerika Latin, yang kemudian menyebar kebelahan dunia lainnya dengan bentuk dan  nama-nama baru, Afrika dan Asia misalnya adalah bukti yang tak terbantahkan dari keterlibatan aktivis religius dalam menegakkan keadilan, dan demokrasi. 

Hal itu juga diteguhkan oleh R. Scott Appleby yang melaporkan banyak gerakan-gerakan religius mutakhir dengan agenda yang sama untuk mendukung keadilan, toleransi, dan perdamaian.

 

Harus diakui, agama mempunyai dampak ganda atau apa yang disebut Appleby sebagai “ambivalensi dari yang suci. Cassanova menyebutnya wajah ganda agama (janus face). 

Namun, wajah ganda agama itu tidak berasal dari agama itu sendiri, tetapi dari cara pemeluk-pemeluk agama itu beragama. Karena itu mengkerangkeng agama hanya ada pada dunia privat agama saja merupakan tindakan yang tidak bijak, dan akan menimbulkan balas dendam agama.

 

Terlindunginya hak kebebasan beragama sesungguhnya menuntut saham pemerintah. Regulasi pemerintah terhadap jaminan kebebasan beragama dan komitmen pemerintah dalam penegakkan hukum dalam hal ini merupakan sebuah keniscayaan untuk terciptanya kondisi yang kondusif bagi perjumpaan agama-agama yang berbeda dan beragam itu.

Apabila pemerintah tak mampu memberikan perlindungan terhadap warga minoritas  yang terdiskriminasikan, pemerintah yang sama juga tak akan pernah sanggup memberikan perlindungan terhadap individu atau kelompok manapun. 

Masa depan negeri ini sesungguhnya bergantung pada seberapa serius pemerintah memberikan proteksi terhadap kebebasan beragama di negeri ini dan tentu saja kesediaan agama-agama itu untuk hidup berdampingan dengan rukun.


Dr. Binsar Antoni Hutabarat

 https://www.binsarhutabarat.com/2021/02/soal-ham-di-indonesia.html

Monday, February 8, 2021

Tangkap Mafia Tanah di Tapanuli Tengah

 






 

Mafia Tanah Berkeliaran di Tapanuli Tengah, pemerintah perlu menangkap oknum-oknum itu, serta memberikan keadilan pada yang berhak. 


Bangunan yang berdiri di atas tanah di Jalan Sidempuan No. 84 Dusun Sibuni-buni, Desa Sibuluan III Kecamatan Sibolga Kabupaten Tapanuli Tengah, yang kini menjadi Lingkungan III Sibunibuni Kelurahan Sibuluan Nalambok Kecamatan Sarudik, dengan Batas-batas:

- Sebelah Utara : dengan tanah Justin Hutabarat

-Batas selatan : dengan tanah Bonar Siregar

-Sebelah Timur : dengan tanah Patar Hutabarat

-Sebelah Barat : dengan jalan Padang Sidempuan

 

Adalah warisan Raja Darius Hutabarat/Op. Porman Hutabarat (Almarhum) yang menjadi bagian dari S.P. Hutabarat.  Raja Darius Hutabarat memiliki dua orang anak, yaitu S.P. Hutabarat dan N.Hutabarat, dan telah melakukan pembagian harta warisan, dengan tanah di jalan Sidempuan No. 84 Dusun Sibuni-Buni Desa Sibuluan III, Kecamatan Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah .

 

S. P Hutabarat menikah dengan  S.R (istri pertama), dan dari Istri pertama dilahirkan empat (4) anak laki-laki, dua (2) anak perempuan. Dengan demikian yang menjadi ahli waris tanah tersebut adalah ke enam anak dari istri pertama S.P. Hutabarat.

 

Pada tahun 1972 Istri S.P. Hutabarat meninggal dunia. Dan kemudian menikah dengan N (Ibu Tiri) , dengan demikian warisan tanah di jalan Sidempuan No. 84 Dussun Sibuni-Buni, Desa Sibuluan (kini menjadi Lingkungan III Sibunibuni Kelurahan Sibuluan Nalambok Kecamatan Sarudik) menjadi milik anak-anak dari S.R.(istri pertama) Dan bukan merupakan harta gono gini yang perlu dibagi dengan istri kedua (Ibu Tiri).

 

Sumber juga menjelaskan bahwa anak-anak dari S.P Hutabarat tidak mengetahui dengan pasti bagaimana kejadian meninggalnya S.P Hutabarat. Sebelum peristiwa kecelakaan yang membawa meninggalnya S.P Hutabarat, beliau pernah mengalami stroke yang parah dan dirawat di Rumah Sakit umum Adam Malik.

 

Seorang anak laki-laki S.P Hutabarat datang ke Medan dan meminta agar S.P. Hutabarat dipindahkan  ke rumah sakit yang terbaik di kota Medan, yaitu Rumah Sakit Elisabeth, tetapi istri kedua meminta untuk tetap dirawat di Rumah Sakit Adam Malik, dengan Alasan tidak memiliki dana.

 

Namun, Anak laki-laki SP Hutabarat yang khusus datang ke Medan itu tetap berkeras agar S.P Hutabarat dipindahkan ke RS. Elisabeth dengan alasan bahwa S.P Hutabarat memiliki banyak harta untuk memenuhi biaya perawatan. Dan akhirnya S.P Hutabarat di rawat di Rumah Sakit Elisabeth.

 

Setelah mengalami perawatan kira-kira 40 hari, dengan tinggal di Medan sementara waktu, SP Hutabarat dibawa kembali le Sibolga oleh istri kedua. Dan kemudian pada waktu akan kembali ke Jakarta, S.P Hutabarat meninggal dunia karena peristiwa tabrakan di jalan menuju Jakarta pada 22 Juli 2001.

 

Salah seorang anak laki-laki SP Hutabarat mengatakan, tampaknya ada misteri dalam kematian S.P Hutabarat. Anak dari SP Hutabarat itu mengatakan akan meminta mereka yang mengetahui kematian S.P Hutabarat melaporkan peristiwa meninggalnya S.P Hutabarat kepada anak-anak dari istri pertama.

 

Sumber juga mengatakan, setelah kematian S.P Hutabarat, Deposito S.P Hutabarat di Bank negara Indonesia di Sibolga di bobol tanpa diketahui anak-anak dari istri pertama S.P Hutabarat.

 

Salah seorang anak S.P Hutabarat bernama P Hutabarat kemudian menuntut kepengadilan karena tanah di jalan Sidempuan No. 84 Dusun Sibuni-Buni, Desa Sibuluan ( kini menjadi Lingkungan III Sibunibuni Kelurahan Sibuluan Nalambok Kecamatan Sarudik) itu dikuasai istri kedua S.P Hutabarat (Ibu Tiri). Namun, gugatan P Hutabarat di tolak dengan alasan tanah itu belum dilakukan pembagian.

 

Tapi, entah bagaimana kemudian Tanah  di jalan Sidempuan No. 84 Dussun Sibuni-Buni, Desa Sibuluan (Kini menjadi  Lingkungan III Sibunibuni Kelurahan Sibuluan Nalambok Kecamatan Sarudik) itu bisa memiliki sertifikat dari BPN? Siapa yang bermain?

 

Ketika ahli waris melapor ke BPN, dilaporkan bahwa Sertifikat tidak dapat dibatalkan, padahal bagaimana mungkin sertifikat tanah bisa terbit tanpa persetujuan ahli waris. 

Kemudian ahli waris melakukan somasi kepada pihak yang merubah sertifikat tanah secara tidak legal, dan bagaimana mungkin BPN, Lurah yang adalah keluarga, bahkan Camat tidak tahu asal-usul tanah itu. Saksi hidup yang mengetahui tanah itu masih ada hingga saat ini. Siapa yang bermain dibalik pembuatan Sertifikat haram itu?

 

Herannya beredar surat wasiat atas nama Notaris Nyonya Nursaida Hasibuan S.H berdasarkan surat Keterangan Pembagian Harta Pusaka Nomor 0189/b/SK/1991 tertanggal dua puluh delapan Juli 1991 (28-06-1991) yang dibuat oleh Kepala Desa Sibuluan III serta diketahui Camat Kecamatan Sibolga diberikan kepada anak laki-laki dari istri kedua. Padahal hak waris berada pada enam anak dari istri pertama S.P Hutabarat.

 

Berdasarkan catatan peristiwa di atas, wajar saja jika anak-anak dari SP Hutabarat mempertanyakan kembali kematian ayah mereka yang menurut anak-anak S.P Hutabarat tidak ada penjelasan. Dan dari rentetatan peristiwa tersebut tampak ada keganjilan dalam penguasaan warisan dari Raja Darius Hutabarat , demikian juga harta waris S.P Hutabarat yang secara sistematis dirampas dari ahli waris yaitu anak dari istri pertama S.P Hutabarat.

 

Rekayasa itu terlihat sudah dilakukan sejak tahun 1991. tapi pertanyaannya kemudian, siapa dibalik kejahatan mafia tanah di Tapteng itu.  Pemerintah perlu menangkap mafia tanah yang merampas harta ahli waris S.P Hutabarat.

 BAH

https://www.binsarhutabarat.com/2021/02/tangkap-mafia-tanah-di-tapanuli-tengah.htm

Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik

  Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik Pernyataan Suswono, Janda kaya tolong nikahi pemuda yang nganggur, dan lebih lanjut dikat...