Monday, March 29, 2021

Mewaspadai Konflik Agama


TEMPAT MENULIS KARYA ILMIAH, JURNAL AKADEMIK, KLIK DISINI!


 



https://bit.ly/3cDiTW5

Mewaspadai konflik agama dalam masyarakat Indonesia yang tersohor religius adalah penting, apalagi ketika meningkatnya religiusitas sebuah komunitas itu makin eksklusif. 

 

Pernyataan Majelis Ulama Indonesia yang mengutuk tindakan pelaku bom di Makasar yang bertentangan dengan ajaran agama apapun perlu mendapat dukungan semua agama. Tapi, secara bersamaan kita juga perlu mewaspadai konflik yang ditimbulkan individu atau kelompok masyarakat yang mengatasnamakan agama, dengan aktivitas religius yang eksklusif.

 

Pada acara makan malam peringatan hari jadi Singapura, Minggu (2/8), dalam pidato bertajuk tantangan masa depan Singapura, Menteri senior Goh Chok Tong pernah mengingatkan warga Singapura agar mewaspadai potensi bahaya  yang meningkat dengan semakin religiusnya warga Singapura.

 

Menurutnya, semakin religius seseorang akan membuat orang membentuk kelompok hanya dengan pemilik kepercayaan yang sama, yang kemudian bermuara pada pembagian kelompok-kelompok berdasarkan agama. Ini akan menyebabkan timbulnya kesalahpahaman akibat kurangnya pemahaman akan kepercayaan yang beragam tersebut, kesalahpahaman tersebut bisa menimbulkan konflik agama.

 

Goh Chok Tong tampaknya mewaspadai betul apa yang dikatakan tentang wajah ganda agama yang oleh Jose Casanova diartikan sebagai “bermuka dua”, “janus face” dimana agama dapat menampilkan wajah garang dan wajah perdamaian. Meskipun demikian pemerintah Singapura tetap mengakui bahwa agama merupakan kekuatan positif di masyarakat dalam memberikan panduan menghadapi dunia yang berubah dengan cepat.

 

Kejujuran Goh Chok Tong mengungkapkan bahwa agama memiliki potensi konflik harus dihargai, dan pernyataan tersebut tentu bebas dari usaha untuk merendahkan agama, sebaliknya itu harus dimaknai sebagai suatu kejujuran dalam melihat realitas saat ini dimana konflik agama menjadi problematika yang tidak mudah diselesaikan, dan itu terjadi diberbagai belahan dunia ini. Karena itu, wajar saja jika pemerintah Singapura berusaha berjaga-jaga untuk menghindari terjadinya konflik agama di negerinya, apalagi konflik agama ini di berbagai negara telah menelan korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit, serta meninggalkan akar kebencian yang sulit untuk dipadamkan.

 

Menurut penulis pandangan-pandangan absolutisme tentang kepercayaan atau doktrin agama tertentu memang perlu diwaspadai, apalagi ketika doktrin atau kepercayaan itu melegalkan untuk melakukan tindakan apa saja atas nama Tuhan. Gairah yang makin tinggi dari masyarakat dalam menekuni agama atau kepercayaan yang ada tentu saja pada satu sisi perlu disyukuri, tetapi fenomena meruyaknya agamaisasi koflik dewasa ini, yaitu usaha membawa-bawa agama dalam konflik antar individu atau golongan juga perlu diwaspadai. Karena harus diakui mengeneralisasikan bahwa agama adalah semata-mata membawa perdamaian juga sulit dibuktikan berdasarkan penelitian empiris, karena masih maraknya kekerasan yang mengatasnamakan agama. Untuk itu agama-gama sudah sepatutnya mempromosikan pluralisme agama tanpa menyangkali keunikan agama-agama itu.

 

Mewaspadai agamaisasi konflik

 

Perjuangan terorisme internasional, seperti juga Alqaeda, ISIS, dll, adalah untuk mengembalikan pemerintahan berdasarkan agama. Menurutnya, Islam sebagai agama sukses,  kekuasaan Islam melebihi daerah kekuasaan Romawi pada awal masehi, dan berlangsung hampir seribu tahun sejak wafatnya Muhammad, sebelum akhirnya dikalahkan bangsa-bangsa Barat, telah dijadikan alat kampanye untuk membangkitkan kemarahan radikalisme Islam terhadap bangsa-bangsa barat.

 

Semangat berkuasa untuk menjadi pemimpin dunia tersebut telah membuat pemimpin-pemimpin agama menggunakan legitimasi agama untuk memuluskan ambisinya. Konflik yang terjadi antara individu dengan individu atau kelompok dengan kelompok demi kekuasaan tersebut menjadi semakin luas dengan adanya agamaisasi konflik.

 

Komunitas agama-agama adalah komunitas yang melintasi batasan suku, budaya dan bangsa. Itulah sebabnya agamaisasi konflik cenderung memperluas konflik, dan jika terjadi, sulit untuk dipadamkan. Karena itu, wajar saja jika Goh Chok Tong mewaspadai munculnya konflik yang membawa-bawa nama agama itu.

 

Konflik Israel dan Palestina adalah contoh klasik dari agamaisasi konflik yang bukan hanya melibatkan kedua bangsa tersebut, tetapi juga bangsa-bangsa lain. Padahal Israel adalah negara sekular, dan negara Palestina yang menjadi lawan tandingnya juga negara sekular, namun konflik kedua negara tersebut selalu saja dikaitkan dengan agama.

 

 

Dialog yang jujur

 

Dialog yang jujur terhadap mereka yang berbeda agama akan menyadarkan kita bahwa kita sesungguhnya membutuhkan orang lain. Apalagi, jika kita menyadari betapa sabarnya orang lain menerima kelemahan-kelemahan kita. Tepatlah apa yang dikatakan Hannah Arendt,  manusia memiliki dua kelemahan yaitu unpredictable (tak dapat diramalkan) dan irreversible (tak bisa dikembalikan ke titik nol), maka sudah sepatutnyalah kita belajar sabar untuk menerima kelemahan-kelemahan orang lain. Ini adalah sikap moderat yang dibutuhkan untuk menjadikan Indonesia tempat persemaian yang subur bagi agama-agama, dan semua orang yang berdiam di negeri ini. Tanpa harus menyamarkan identitas agama-agama itu sendiri.

 

Dialog yang jujur itu bisa terjalin jika kita menerima pluralisme agama sebagai dasar bagi pijakan bersama. Dialog dalam bingkai pluralisme agama bukan sarana untuk mengajak orang beragama lain berpindah agama, tetapi dialog adalah suatu penghargaan dan pengakuan bahwa sesungguhnya agama-agama itu unik bagi setiap pemeluknya, dan agama-agama yang ada itu dapat memberikan kontribusinya bagi kehidupan bersama.

 

Agama-agama yang berbeda itu sesungguhnya memiliki nilai-nilai yang universal yang berguna untuk semua orang. Mengabaikan keberadaan agama-agama yang berbeda dalam membangun suatu kehidupan bersama adalah suatu kerugian yang teramat besar.

 

Untuk Indonesia, pluralisme itu sendiri sesungguhnya sudah termuat dalam sila pertama dari Pancasila yang juga menjiwai sila-sila lain dari Pancasila yang mengadopsi nilai-nilai Islam,Kristen dan agama-agama lain. Suatu sintesa dari nilai-nilai agama-agama, suku dan budaya yang telah lama hidup dalam masyarakat Indonesia, dan memungkinkan semua orang di bumi Indonesia dapat hidup bersama dengan rukun  tanpa terdiskriminasikan.

 

Binsar Antoni  Hutabarat

https://www.binsarhutabarat.com/2021/03/mewaspadai-konflik-agama.html



Sunday, March 28, 2021

Ledakan di Gereja Katedral Makasar




Ledakan yang di duga bom bunuh diri di Gereja Katedral Makasar kembali menambah panjang tindakan teror di negeri ini. 


Pemerintah perlu bertindak cepat untuk memberikan rasa aman, dan semua eleman bangsa di negeri ini sudah sepatutnya bekerjasama untuk menghadirkan Indonesia yang damai.


Minggu, sekitar pukul 10:35 WITA, saat selesai ibadah kedua, dan akan dilangsungkan ibadah ke-tiga terjadi ledakan yang diduga berupa bom bunuh diri di Gereka katedral Makasar. 

Kebaktian Misa yang biasanya diselenggarakan sampai sore hari, terpaksa dihentikan dan jemaat diminta beribadah di Gereja katolik yang lain, karena pihak kepolisian masih melakukan oleh tempat kejadian untuk mengamankan lokasi, secara khusus dari kemungkinan terjadinya ledakkan susulan.

 Pastor Wilhelmus Taka menjelaskan, bahwa saat kejadian beliau sedang berada di ruang ganti pakaian, karena baru saja selesai memimpin ibadah kedua. 

Bom bunuh diri terjadi didepan pintu gerbang masuk lokasi Gereja Katedral Makasar saat pengunjung ibadah ketiga berdatangan ke lokasi gereja, dan jemaat ibadah kedua hendak pulang karena telah selesai melaksanakan ibadah.

 Kombes E. Zulpan, kabid Humas Polda Sulawesi selatan, yang telah berada di lokasi kejadian menjelaskan benar bahwa pukul 10.35 WITA terjadi ledakan di depan pintu gerbang Gereja Katedral Makasar, akibat ledakan tersebut ditemukan potongan tubuh manusia, jumlah potongan tubuh dikonfirmasi berjumlah satu orang. Dari masyarakat terdapat korban luka berjumlah 9 orang, lima petugas gereja dan empat jemaat.

 

Kapolda Makasar dan Wali Kota Makasar sudah berada di tempat lokasi,  Gereja Tertua di Makasar untuk melihat langsung tempat kejadian. Gereja tidak menghalami kerusakan berarti, hanya di luar gereja. 

 

 Pastor Wilhelmus melaporkan bahwa pelaku bom bunuh diri  mengendarai motor, pelaku yang melakukan bom bunuh diri itu belum sempat masuk area lokasi gereja karena Satpam yang mencurigai pengedara motor pelaku bom bunuh diri itu sempat menahan pelaku ketika akan memasuki lokasi gereja pada salah satu pintu masuk gereja, dan pada saat itulah terjadi ledakan yang keras dan melukai Satpam yang menahan pelaku untuk memasuki area Gereja Katedral Makasar.

 Kondisi satpam yang berhasil menahan pelaku yang diduga pelaku bom bunuh diri ketika akan memasuki lokasi gereja mengalami luka bakar karena dampak ledakan. Namun, menurut laporan, nyawa satpam tersebut masih dapat diselamatkan dan dilarikan ke rumah sakit.

 Efek Ledakan bom bunuh diri di Gereja Katedral Makasar itu terbilang besar, menurut laporan bukan hanya suara ledakan bom bunuh diri itu yang terdengar sangat keras, tapi juga efek ledakan mengakibatkan pecahnya kaca-kaca hotel didekat kompleks Gereja katedral.

 Kapolda Makasar dan wali kota Makasar sudah berada di tempat lokasi, di gereja Katedral Makasar, Gereja Tertua di Makasar.

 Kejadian ledakan itu dikonfirmasi Wali Kota tidak tidak terjadi pada pintu gerbang utama, karena Gereja Katedral itu memiliki beberapa pintu masuk, dan kejadian ledakan tidak terjadi pada pintu gerbang utama.

 Wali kota Makasar Danny Pomanto menjelaskan bahwa pada saat terjadi ledakan jemaat sudah pulang, kejadian itu terjadi tidak pada pintu gerbang utama, dan tidak ada korban jiwa dari warga dan petugas keamanan.

 Kepala BNPT Boy Rafli Amar menjelaskan bahwa diperlukan langkah-langkah penyelidikan lebih lanjut. Boy juga menjelaskan perlunya tindakan antisipatif, agar dapat menyetop aksi radikal terorisme.

 Majelis ulama Indonesia Anwar Abbas mengutuk dengan keras tindakan pelaku bom di Makasar yang menyebabkan ketakutan ditengah masyarakat dan menyebabkan korban jiwa. Menurutnya, tindakan tersebut sangat tidak manusiawi, dan beliau meminta aparat kepolisian menangkap pelaku kejadian.

 Kita semua berharap kejadian yang terjadi di Gereja Katedral Makasar ini menjadi peristiwa terakhir dari banyak kejadian teroris yang ada di indonesia.

 Pemerintah perlu memberi rasa aman kepada masyarakat indonesia. Dan sudah waktunya semua elemen bangsa di negeri ini bekerja sama untuk memberikan kedamaian untuk masyarakat Indonesia.

 

Binsar A. Hutabarat


https://www.binsarhutabarat.com/2021/03/ledakan-di-gereja-katedral-makasar.html


https://bit.ly/3cDiTW5

Dapatkan Artikel Dr. Binsar Antoni Hutabarat lainnya dalam Link ini.

Saturday, March 27, 2021

Pancasila Rumah Bersama Kita

 TEMPAT BELAJAR MENULIS KARYA ILMIAH, JURNAL AKADEMIK, KLIK DISINI!





 

Konflik agama sesungguhnya bukan problema baru, itu telah ada sejak berabad-abad yang lampau.

Dengan kemajuan teknologi informasi yang semakin canggih, benturan antar peradaban itu menjadi lebih mungkin tersebar melintasi sekat-sekat apapun. 

Globalisasi juga telah mengakibatkan seluruh bagian dunia ini menjadi heterogen, setidaknya heterogen dalam arus informasi yang melintasi sekat-sekat ruang dan waktu.

Perjumpaan antar agama yang beragam dan berbeda itu oleh kemajuan tekhnologi seperti kata Samuel Huntington, acap kali menimbulkan benturan peradaban. Kekerasan agama yang terjadi di seantero dunia ini dapat diakses di seantero dunia ini.

 

Karena itu dapat dipahami, mengapa realitas benturan antar agama itu sama sekali tidak meneguhkan apa yang dikatakan John Rawls, bahwa agama tidak dapat menerima fakta kemajemukan (fact of pluralism). 

Ada banyak bukti bahwa agama telah memberikan kontribusi positifnya dalam perjuangan perdamaian, keadilan, toleransi dan demokrasi di seantero dunia ini, sebagaimana juga pernah dikatakan R. Scott Appleby dan Jose Cassanova.


Eksklusivisme yang menganggap bahwa kebenaran tidak ada pada agama-agama lain (absolutis), menjadi hakim terhadap agama-agama lain,  dan memosisikan diri sebagai Tuhan, adalah sebab yang menghadirkan tampilnya paras garang agama, yang tidak jarang melahirkan kekejian yang paling mengerikan dalam konflik antar peradaban. 

Benturan antar peradaban mestinya tak perlu terjadi, apalagi untuk Indonesia yang memiliki Pancasila sebagai rumah bersama agama, menjadi payung bagi identitas agama-agama yang beragam di negeri ini. 

Radikalisme agama yang kini marak di negeri ini sesungguhnya sama saja dengan menyangkali Pancasila sebagai rumah bersama, dan berpotensi mengoyak persatuan dan kesatuan bangsa. 

Para pendiri bangsa ini telah sepakat, negara, bangsa dan masyarakat Indonesia yang akan dibangun adalah negara bangsa dan masyarakat Pancasila. 

Karena itu mereka menetapkan nilai-nilai Pancasila harus menjiwai batang tubuh dari UUD 45 yang menjadi dasar bagi kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat. Seperti dikatakan Eka Darmaputera, “Pancasila merupakan nilai-nilai yang disepakati bersama (values consensus).”

 Pancasila bukan sesuatu yang diberikan (given), tetapi itu adalah sebuah pencapaian. 

Soekarno mengatakan bahwa Pancasila bukanlah ide baru, tapi digali dari bumi Indonesia dan merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang berkembang dalam kehidupan rakyat Indonesia yang beraneka ragam.  

Karena itu Pancasila merupakan dasar filosofis yang masih perlu terus digali seiring dengan perkembangan terbaru saat ini untuk menghadapi permasalahan-permasalahan relevan saat ini.

Sayangnya, meski Pancasila telah ditetapkan sebagai ideologi negara, perlawanan untuk menggantikannya dengan ideologi lain masih terus berlangsung sepanjang sejarah NKRI. 

Penolakan langsung terhadap Pancasila bukan hanya terjadi secara terbuka, tetapi juga secara terselubung. 

Pergumulan ideologi itu berjalan terutama melalui proses transplantasi ideologi masing-masing itu kedalam Pancasila. Pancasila ditafsirkan melalui berbagai macam aliran ideologi. 

Padahal, membiarkan gerakan-gerakan yang merongrong Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sama sekali tidak beralasan, wajar saja jika rakyat di negeri ini mengalami kerisauan dengan ketika Pancasila makin dipinggirkan.

Dapat dibayangkan, betapa berbahayanya apabila Pancasila tidak lagi menjadi nilai-nilai bersama, yang menjadi landasan etik dan moral bangsa Indonesia, setiap orang memiliki landasannya sendiri-sendiri. 

Pada kondisi ini dapat dikatakan, Indonesia sedang menghadapi bahaya disintegrasi, masing-masing individu, kelompok mengambil jalannya sendiri-sendiri, bukan jalan pancasila. 

Hal itu mengakibatkan kaburnya norma-norma apa yang baik dan yang jahat, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, apa yang benar dan apa yang salah, bisa disebut, telah terjadi krisis moral.


Meningkatnya intoleransi agama pada akhir-akhir ini sesungguhnya tidak memiliki akar sejarah dalam kehidupan masyarakat Indonesia, sebaliknya bisa jadi ini  mengindikasikan bahwa kecintaan terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai nilai-nilai bersama masyarakat Indonesia tampak kian meredup, jika tidak ingin dikatakan bahwa telah terjadi penghianatan terhadap nilai-nilai Pancasila yang menjadi konsensus bersama negeri ini.

Dr. Binsar Antoni Hutabarat

https://bit.ly/3cDiTW5


https://www.binsarhutabarat.com/2020/12/pancasila-rumah-bersama-kita.html

 

Untuk Mendapatkan Artikel Dr. Binsar Antoni Hutabarat lainnya Klik. LINK ini.


Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik

  Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik Pernyataan Suswono, Janda kaya tolong nikahi pemuda yang nganggur, dan lebih lanjut dikat...