Monday, November 22, 2021

Memahami Visi, Misi, Tujuan Institusi

 



Memahami Visi, Misi, Tujuan Institusi

 

 

Ada yang menarik terkait Visi, Misi Pendidikanm Tinggi yang didirikan oleh Gereja. Meski gereja itu tidak memiliki Misi dalam dirinya sendiri.

Vis,misi gereja perlu diturunkan dari Misi Gereja yakni untuk menjalankan amanat agung dengan menguatkan Marturia, Diakonia dan Koinonia. 

Tapi, selalu saja ada banyak institusi gereja yang pendirinya merasa memiliki Visi, Misi pribadi dan dominan terhadap isntitusi tersebut, bahkan bernai mewariskan Visi, Misi pribadinya kepada orang-orang tertentu yang menjadi pilihan sang tokoh. 

Mungkin itulah sebabnya, pada umumnya standar Visi.Misi Pendidikan Tnggi Teologi yang berada dibawah gereja selalu saja mengumandangkan peran  Visi, Misi pribadi sebagaimana dikumandangkan pada Visi, Misi Gereja yang kerap mengumandangkan Visi-Misi tokoh tertentu.

Padahal, Visi, Misi yang kemudian ditumuskan dalam Visi, Misi institusi itu tidak lagi dapat menjadi Visi, Misi pribadi. Mungkin karena itulah Pendidikan Tinggi Teologi umumnya tidak mampu merespons jaman, seperti seorang tokoh pendiri yang kemudian makin tak mampu merespon zaman karena ditelan waktu.

 

Standar Visi, Misi, tujuan dibawah ini mungkin perlu kita pahami dengan baik.

 

1. Visi harus merupakan cita-cita bersama yang dapat menjadi sumber inspirasi, motivasi, dan kekuatan yang mengilhami pikiran dan tindakan lembaga.

 

2.   Visi harus memuat tujuan dan ruang lingkup kerja yang khas dari lembaga.

 

3.  Visi seharusnya dirumuskan berdasarkan masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan.

 

4.  Visi seharusnya ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat di tingkat lokal, nasional, regional, dan global.

 

5. Misi harus memberikan arahan dalam mewujudkan visi dan dinyatakan dalam tujuan-tujuan yang dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu (3-5 tahun).

 

6. Misi harus mengandung pokok-pokok mengenai bentuk kegiatan utama yang dapat menjadi landasan hubungan kerja serta pengalokasian sumberdaya segenap pihak yang berkepentingan.

 

7. Misi harus menunjukkan ruang lingkup hasil yang hendak dicapai oleh lembaga, dan tingkat pengetahuan, ketrampilan, serta sikap dasar yang disyaratkan bagi hasil yang dimaksud.

 

8.   Misi harus menunjukkan ruang lingkup pasar yang dituju.

 

9.   Misi harus menunjukkan ruang lingkup geografis yang menjadi sasaran.

 

10. Misi harus memuat pernyataan umum dan khusus yang berkaitan dengan kebijakan lembaga.

 

 

 

11. Misi harus dirumuskan bersama dengan mempertimbangkan masukan-masukan pihak-pihak yang berkepentingan.

 

12. Misi harus dapat menjadi tolok ukur dalam evaluasi baik di seluruh lembaga maupun bagian-bagiannya.

 

13. Misi seharusnnya memberi keluwesan ruang gerak pengembangan kegiatan satuan-satuan lembaga yang terlibat.

 

14. Tujuan institusi harus disusun selaras dengan Visi, Misi, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.


Dr, Binsar Antoni Hutabarat



https://www.binsarhutabarat.com/2021/11/memahami-visi-misi-tujuan-institusi.html

Saturday, November 20, 2021

Membangun Kompetensi Nasional



Membangun Kompetensi Nasional


Oleh Binsar A Hutabarat


Harapan agar mutu pendidikan secepatnya diperbaiki guna meningkatkan kompetensi nasional rupanya masih harus menunggu waktu lama lagi. Target anggaran pendidikan nasional sebesar 20% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2008 sebesar lebih Rp 700 triliun sebagaimana diamanatkan UUD 1945 sudah dipastikan tak bisa dipenuhi.


Tahun depan pemerintah mengalokasikan dana pendidikan sebesar Rp 48,72 triliun, yang berarti jauh dari target yang diamanatkan konstitusi. Dengan total APBN untuk tahun depan mencapai sekitar Rp 700 triliun, alokasi anggaran untuk pendidikan mestinya mencapai Rp 140 triliun.


Sudah bisa dibayangkan bahwa dengan tersedianya anggaran yang terbatas, dunia pendidikan masih akan menghadapi persoalan yang sama yakni kesulitan mendongkrak mutu lulusannya. Pendidikan bukannya makin maju, malah mengalami kemunduran.


Memang ada usaha untuk membuka pintu investasi asing dalam bidang pendidikan, namun hal itu tidak mudah. Berbagai kontroversi menyangkut masuknya modal asing dalam dunia pendidikan menunjukkan hal itu. Tambahan pula, indutrialisasi pendidikan yang makin transparan akhir-akhir ini dikhawatirkan akan lebih mempersempit ruang untuk orang miskin untuk menikmati pendidikan layak.


Melihat realitas tersebut di atas, Indonesia barangkali perlu belajar dari Korea Selatan. Negeri Ginseng yang merdeka belakangan dari Indonesia ini justru mencatat kemajuan ekonomi yang luar biasa. Korea Selatan kini sudah masuk dalam jajaran negara maju, sedangkan Indonesia masih tetap terseok-seok.


Belajar dari Korsel


Syngman Rhee, presiden pertama Korea, tidak membawa kemajuan berarti dalam perekonomian negeri itu karena banyaknya korupsi dari rezim lama. Mayor Jenderal Park Chung Hee yang mengambil alih kekuasaan dari tangan Rhee melalui suatu kup akhirnya mampu mengubah Korea Selatan dalam waktu singkat. Korea Selatan yang tergolong negara miskin dengan pendapatan per kapita US$ 72 segera berubah dengan geliat ekonomi yang luar biasa.


Park berperan sangat besar dalam membangun perekonomian Korea Selatan dengan melakukan perombakan besar-besaran dalam cabinet. Park bersama sejumlah ekonom merancang program Perencanaan Pembangunan Ekonomi Lima Tahun Pertama (First Five Years Economic Development Plan) yaitu mengembangkan Korea menjadi negara industri, dengan didahului peningkatan pendidikan yang luar biasa.


Pada periode lima tahun pertama pemerintahannya (1962-1967), Park memfokuskan pada pembangunan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Park Chung Hee membangun gedung-gedung sekolah serta pengadaan tenaga-tenaga guru yang andal. Pada masa kepemimpinannya, tak ada satu anak pun yang boleh tinggal di rumah.


Pendidikan di Korea meningkat secara luar biasa baik dari segi jumlah maupun kualitas. Jika pada tahun 1962 perbandingan ratio jumlah guru terhadap murid untuk primary school 1:54; tahun 1980 1:30, dan untuk secondary school tahun 1962, 1:34, tahun 1980 perbandingan yang ada menjadi 1:18, total biaya pendidikan sebesar 37% disubsidi oleh pemerintah.


Hal lain yang menarik adalah perusahaan di Korea memberlakukan pembayaran gaji yang berbeda, bergantung pada jenjang pendidikan yang diperoleh. Begitu pula kenaikan gaji sangat tergantung pada produktivitas, senioritas dan profesionalisme pegawai, bukan “perkongkoan”. Itulah yang membuat rakyat Korea dapat menerima pendidikan yang memadai sesuai dengan permintaan industri yang ada.


Perusahaan-perusahaan Korea seperti Hyundai, Faywoo, Samsung, mengirim ribuan pekerjanya untuk mendapatkan pendidikan S2, S3 di Amerika dan Eropa. Bagi mereka, investasi dalam bidang pendidikan adalah indentik dengan meningkatkan kemampuan pekerja untuk dapat berinteraksi dengan cepat dan menyesuaikan dengan perubahan pekerjaan dan teknologi yang ada. Itulah kunci yang membuat national competence Korea melejit jauh melampaui Indonesia.


Di Korea ada 26 public vocational training institutes, dan setiap tahun pekerja yang dilatih di sana minimum mencapai 350,000 pekerja, kurang lebih 3% dari labour force di seluruh Korea.


Jadi human capital, terbukti sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi, kultur dan masa depan negara. Korea adalah buktinya. Negeri ini mencatat pertumbuhan ekonomi yang tinggi bersamaan peningkatan sumber daya manusianya yang luar biasa. Ketika Park mati tertembak oleh Direktur KCIA Kim-jae-kyu pada Oktober 1979, pendapatan per kapita negeri itu meningkat secara luar biasa, US$ 2.420 dari US$ 72 pada tahun 1962.


Bagaimana dengan Indonesia


Mengapa Indonesia tak ingin belajar dari Korea? Menurut data Program Pembangunan PBB (United Nations Development Programme, UNDP), hampir 55% dari laki-laki berumur 12-17 tahun di Indonesia hanya mengecap pendidikan sampai SMP, dan 30% hanya sampai dengan SD, itupun pada sekolah dengan mutu rendah.


Jumlah guru yang memenuhi standar mutu di Indonesia kira-kira tidak lebih dari 20%, selebihnya sama sekali tidak memadai, apalagi untuk era globalisasi saat ini. Sertifikasi guru untuk mendongkrak kualitas para pendidik pun tak berjalan mulus, tentu akan lebih terhambat lagi dengan anggaran pendidikan yang makin kecil. Berbagai kondisi itulah yang membuat tingkat kompetensi Indonesia makin tenggelam.


Indonesia memang membutuhkan revolusi bidang pendidikan jika ingin membangun perekonomian nasional. Tanpa itu, pertumbuhan ekonomi dan kemajuan masyarakat dan bangsa akan tetap berada di jalur impian belaka.


Belajarlah sejenak dari Korea. Negeri yang minim sumber daya alam dibandingkan Indonesia itu kini tergolong maju, hanya karena pemerintah, swasta dan rakyat sama-sama berjuang untuk memulainya dengan memfokuskan diri pada pembangunan sumber daya manusia yang kompetitif, competitiveness human development.


Kini Korea menjadi negara maju dengan berbagai produk elektronik dan otomotif yang mulai merajai pasaran dunia. Saat ini Korea menjadi salah satu negara yang sumber daya manusianya paling siap memasuki era globalisasi. Tindakan luar biasa Korea Selatan dengan mereformasi bidang pendidikan mestinya patut dicontoh Indonesia untuk mensejahterakan rakyatnya yang masih banyak berada di bawah garis kemiskinan.

Pelatihan Menulis Karya Ilmiah Akademik



 Pelatihan Menulis Karya Ilmiah Akademik


Hari pertama pelatihan menulis karya ilmiah akademik online membuktikan bahwa pada masa covid-19 , dengan menjaga jarak fisik berdasarkan protokol kesehatan, tidak membatasi kita untuk berkarya.
 

Peserta yang berasal dari beragam lulusan, baik lulusan sarjana, magister, maupun doktor tampak antusias mengikuti acara itu.

 

Narasumber Dr. Binsar A. Hutabarat membawakan tema Kiat menentukan topik tulisan dengan sangat baik, peserta dibukakan wawasan baru bahwa menentukan topik tulisan memerlukan strategi tertentu.

 

Diawali dengan menjelaskan perbedaan menulis dan mengarang, narasumber menjelaskan bahwa untuk menentukan topik yang tepat, penulis juga perlu menguasai topik yang akan ditulis secara baik.

Tentu saja penulis juga harus mampu melihat bahwa teori dari topik yang dikuasainya  berelasi dengan pemecahan masalah yang ditawarkan dalam karya tulis ilmiah akademik itu.

 

Hal utama yang perlu diketahui dalam menentukan topik tulisan adalah penulis telah memahami bagian-bagian yang akan dibahasnya secara umum sudah dipahami melalui riset awal. 

Untuk membuktikan penguasaan bahan itu penulis perlu memiliki sumber-sumber bacaan yang berisi teori, realitas dan problem yang akan dipecahkannya melalui penerapan teori yang dikuasainya. 

Disamping itu, data-data penelitian yang relevan, secacara khusus hasil-hasil penelitian pakar juga mudah di dapat, atau tersedia. Dengan demikian sebuah topik karya ilmiah bisa dipilih jika penulis meminati topik itu, menguasainya, dan penguasaan itu dibuktikan dengan sumber-sumber bacaan yang bermutu.

 

Dalam semua jenis penelitian, baik itu berupa kajian teori, penelitian kualitatif, dan kuantitatif secara global telah dipahami penulis, sehingga penulis bisa masuk ke detail masalah untuk melakukan penelitian secara mendalam.

 

Karena antusias peserta mengikuti acara itu, pembahasan juga sempat mengarah lebih jauh kepada metode penelitian yang akan dibahas pada acara berikut. Namun kepiawaian narasumber membuat acara tetap fokus pada tema yang ditentukan.

 

Kita berharap pertemuan selanjutnya akan berjalan dengan baik, dan peserta bisa menghasilkan karya-karya ilmiah akademik bermutu, sehingga dapat mendorong hadirnya jurnal-jurnal ilmiah bermutu.

 

Untuk anda yang ingin bergabung dalam Pelatihan menulis karya Ilmiah Akademik, dapat menghubungi yvindonesia@gmail.com

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:

Mariana Hp. 081210641245, 081219700134

 

 

Binsar Hutabarat Institute

https://www.binsarhutabarat.com/2020/09/pelatihan-menulis-karya-ilmiah-akademik_28.html



Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik

  Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik Pernyataan Suswono, Janda kaya tolong nikahi pemuda yang nganggur, dan lebih lanjut dikat...