Thursday, March 3, 2022

Tantangan dan Peluang Komisi Nasional






Tantangan dan Peluang Komisi Nasional  

Dr. Binsar Antoni Hutabarat
Calon Anggota Komnas HAM Periode 2022 - 2027
No Pendaftaran : #KH-00985



 
Tantangan dan Peluang Komisi Nasional  Hak-Hak Asasi Manusia: Suatu Pemikiran Kritis


Tantangan dan peluang Komisi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) pada masa depan, secara khusus pada kepemimpinan Komnas Ham 2022-2027 perlu diposisikan secara tepat agar mereka yang menduduki posisi itu dapat bekerja lebih baik dari pengurus sebelumnya. Kita tentu paham bahwa tantangan yang dihadapi anggota Komnas Ham pada masa depan tentu saja akan jauh lebih sulit dibandingkan tantangan pada masa sebelumnya. Apabila mereka yang terpilih sebagai anggota Komnas Ham mampu memosisikan tantangan dan peluang yang akan dihadapi Komnas Ham secara tepat, maka Komnas Ham periode yang akan datang itu akan dapat memanfaatkan peluang sebesar-besarnya untuk pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia.

Pemikiran Kritis terkait Tantangan dan Peluang Komnas Ham dalam makalah ini akan menggunakan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threat), atau analisis kekuatan, kelemahan, untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya dan secara bersamaan menekan tantangan yang akan datang. Pemikiran kritis terkait tantangan dan peluang komnas juga akan menyertakan analisis lingkungan atau konteks Indonesia yang beragam, karena sebuah aternatif solutif penyelesaian perkara Ham pada pada tempat tertentu tidak bisa diterapkan pada segala konteks. Itulah sebabnya tulisan ini dapat dikelompokkan pada sebuah pemikiran kritis yang memuat kondisi saat ini dengan membandingkannya pada kondisi yang diharapkan.

Kekuatan dan Kelemahan Komnas Ham.

Kekuatan.

Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia, artinya semua manusia memiliki hak asasi itu dan hak-hak itu tidak tertanggalkan dalam diri manusia. Dapat dipahami bahwa semua manusia yang memiliki hak-hak yang melekat dalam diri manusia itu membutuhkan proteksi terhadap hak-hak asasi itu. Kesadaran akan hak-hak asasi pada masyarakat dunia dikumandangkan dalam Deklarasi Piagam Universal Ham (DUHAM). Penerimaan terhadap deklarasi universal Ham itu menyadarkan semua bangsa di dunia perlunya pemerintah bangsa-bangsa mengusahakan pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia. Seiring dengan hal itu hadirlah konvensi-konvensi terkait hak-hak azasi manusia yang bersifat mengikat. 

Deklarasi Universal Ham yang dijadikan sebagai pedoman bagi pelaksanaan Ham  dalam dunia internasional dibangun di atas dasar pemahaman bahwa Ham adalah hak yang dimiliki oleh manusia dan hak-hak itu melekat pada manusia yang dianugerahi Sang Pencipta. Tidak seorangpun manusia berhak mencabut hak-hak itu dalam dir manusia lainnya, karena Ham tersebut dimiliki oleh manusia karena terlahir sebagai manusia. Keyakinan akan Ham itu secara eksplisit dituangkan dalam mukadimah Deklarasi Universal HAM yang berbunyi demikian, “bahwa pengakuan atas martabat alamiah serta atas hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari seluruh anggota umat manusia merupakan landasan bagi kebebasan, keadilan dan perdamaian didunia.”  HAM bersifat universal, artinya tidak ada seorangpun yang tidak membutuhkan perlindungan HAM. Deklarasi universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) itu kemudian menjadi dasar bagi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, serta Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) telah disahkan oleh lebih dari 100 negara di dunia. Di Indonesia, pengesahannya di tuangkan melalui Undang-Undang No. 12 tahun 2005. Terkait dengan pelaksanaannya,  Kovenan itu diawasi oleh Komite Hak Asasi Manusia. Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya(International Covenant on Economic, Social dan Cultural Rights). Di Indonesia pengesahan Kovenan itu dituangkan melalui UU No. 11 tahun 2005.

Demikian juga dengan Konvensi Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide) yang mulai berlaku pada Januari 1951. Melalui UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Indonesia menetapkan genosida sebagai salah satu pelanggaran HAM berat. Konvensi itu juga menetapkan Genosida sebagai kejahatan internasional dan menetapkan perlunya kerjasama internasional untuk mencegah dan menghapuskan kejahatan genosida.

Instrumen Ham lain yang mengikat terdapat dalam Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusia dan Merendahkan Martabat Manusia. Konvensi menentang penyiksaan itu  mulai berlaku sejak Januari 1987. Indonesia mensahkan Konvensi ini melalui UU No. 5 tahun 1998. 

Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi Rasial(International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination) berlaku sejak Januari 1969 dan disah oleh Indonesia melalui UU No. 29 tahun 1999. Pada UU itu terdapat larangan terhadap segala bentuk diskriminasi rasial dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial itu juga menjamin hak setiap orang untuk diperlakukan sama di depan hukum tanpa membedakan ras, warna kulit, asal usul dan suku bangsa.

Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan(Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women) berlaku sejak September 1981 dan dirafikasi oleh Indonesia melalui UU No. 7 tahun 1984. Konvensi itu telah menjadi instrumen internasional yang menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan sipil. Konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan itu mewajibkan negara untuk mengupayakan cara yang tepat untuk menjalankan suatu kebijakan yang menghapus diskriminasi terhadap perempuan serta memberikan kesempatan kepada mereka untuk mendapatkan Ham dan kebebasan dasar berdasarkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dalam pelaksanaannya, Konvensi ini juga mengatur mengenai pembentukan Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW).

Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) mulai berlaku sejak September 1990 dan disahkan oleh Indonesia melalui Keppres No. 36 tahun 1990. Dalam Konvensi ini negara harus menghormati dan menjamin hak bagi setiap anak tanpa diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lainnya, kewarganegaraan, asal usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kecacatan, kelahiran atau status lain. Negara harus mengambil langkah-langkah yang layak untuk memastikan bahwa anak dilindungi dari segala bentuk diskriminasi atau hukuman yang didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang disampaikan, atau kepercayaan orang tua anak, walinya yang sah, atau anggota keluarganya. Konvensi ini membentuk Komite Hak Anak (CRC) untuk mengawasi pelaksanaan isi Konvensi.

Kekuatan lain dari Komnas Ham dalam pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia juga mendapatkan dukungan dari instrumen yang bersifat tidak mengikat. Instrumen yang tidak mengikat itu penting bagi komnas ham untuk menjalankan tugasnya. Instrumen itu antara lain adalah Pedoman Berperilaku bagi Penegak Hukum (Code of Conduct for Law Enforcement Officials). Demikian juga dengan Prinsip-Prinsip Dasar Mengenai Penggunaan Kekerasan dan Senjata Api(Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials), serta Deklarasi Mengenai Penghilangan Paksa (Declaration on the Protection of All Persons from Enforced Disappearance), juga Deklarasi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Declaration on the Elimination of Violence against Women), serta eklarasi mengenai Pembela Ham (Declaration on Human Rights Defender). Deklarasi ini diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1998. Deklarasi Pembela HAM memberikan perlindungan bagi para pembela HAM dalam melakukan kegiatan mereka. 

Melihat banyaknya instrumen Ham yang tersedia baik yang mengikat maupun yang bersifat tidak mengikat dapat dipahami bahwa Komnas Ham mempunya cukup kekuatan untuk melaksanakan pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia.

Kelemahan.

Tuntutan masyarakat secara khusus terkait penyelesaian Ham berat masih merupakan pekerjaan rumah dari Komnas Ham dari masa ke masa. Salah satu persoalan yang membuat penyelesaian Ham berat oleh Komnas Ham adalah kurangnya kerja sama Komnas dengan lembaga-lembaga pemerintah, dan juga Lembaga-lembaga masyarakat yang memperjuangkan Ham. Pengamatan penulis, kurangnya kerja sama dengan lembaga-lembaga pemerintah dan Lembaga masyarakat itu terlihat dalam lemahnya strategi penyelesaian Ham berat. 

Komnas Ham perlu melibatkan segenap komponen masyarakat terkait dalam penyelesaian Ham berat, dalam hal ini Komnas harus mampu membangkitkan kesadaran semua pihak bahwa penyelesaian Ham berat bukanlah untuk memecah belah hubungan antarkelompok dan masyarakat, tetapi harus mampu membangkitkan kesadaran bahwa penyelesaian Ham berat itu menjadi tanggung jawab semua individu, kelompok, dan masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Karena membiarkan kejahatan tanpa penyelesaian yang adil, sama saja membuka peluang berulangnya pelanggaran Ham berat.


Tantangan dan Peluang Komisi Nasional  Hak-Hak Azasi Manusia: Suatu Pemikiran Kritis

Komnas Ham merespon tantangan masa depan

Tantangan pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia selalu saja hadir dari masa ke masa. Bisa dikatakan, tantangan Komnas Ham tidak pernah sepi dari masa ke masa. Persoalannya adalah bagaimana Komnas Ham dapat menekan tantangan yang ada dengan meningkatkan kapasitas Komnas Ham dan juga menekan kelemahan Komnas Ham, untuk dapat menghadapi tantangan yang ada dan semakin besar pada masa-masa yang akan datang, apalagi pada kondisi dunia yang tertekan berat oleh pandemi covid-19. 

Menurut penulis, dengan banyaknya kekuatan terkait instrumen Ham, maka Komnas Ham perlu terus meningkatkan kekuatannya dengan melakukan sosialisasi terkait perlindungan Ham. Kekuatan yang ada melalui instrument Ham itu perlu didorong dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat akan perlunya proteksi Ham mulai dari keluarga, sekolah, dan secara luas dalam kehidupan masyarakat. Tindakan pencegahan itu akan menekan tantangan-tantangan yang mungkin akan timbul dari masyarakat. 

Polemik tentang perlunya proteksi Ham perlu diminimalisir dengan meningkatkan kesadaran masyarakat terkait kebutuhan proteksi Ham itu. Komnas Ham perlu kritis dengan pelanggaran ham yang berlindung pada pemenuhan hak individu atau komunitas dengan mengancam kehidupan individu atau kelompok yang berbeda. Sosialisasi instrumen Ham melalui kerjasama dengan lembaga pendidikan perlu digiatakan. Profil Pelajar Pancasila yang menjadi capaian pembelajaran pendidikan dasar dan menengah perlu diselaraskan dengan perjuangan Komnas Ham, yaitu menghadirkan pelajar Pancasila yang meninggikan nilai-nilai Ham yang terdapat dalam tiap-tiap butir dari sila-sila dalam Pancasila.

Kemajemukan masyarakat Indonesia tidak selalu diarahkan sebagai modal dasar pembangunan Indonesia, tapi tidak jarang menjadi beban berat bagi bangsa Indonesia. Munculnya berbagai masalah yang sumbernya berbau kemajemukan, merupakan indikator bahwa kemajemukan tidak dengan sendirinya mempromosikan perdamaian. Kemunduran atas rasa dan semangat kebersamaan yang sudah dibangun bisa berbalik arah menuju kearah intoleransi yang makin menebal. Kenyataan ini ditandai dengan meningkatnya rasa curiga antar kelompok masyarakat . Hegemoni mayoritas dan minoritas jika tidak diselesaikan secara bijak bisa mengakibatkan merosotnya integrasi bangsa yang merupakan benteng yang kuat dalam menghadapi tantangan terhadap pemajuan ham di Indonesia.

Peluang Komnas Ham bagi pemajuan Ham di Indonesia

Komnas Ham adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia. Komnas Ham bertujuan :Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Komnas Ham adalah sebuah lembaga yang diharapkan menjadi lembaga utama pemajuan Ham di Indonesia, dan itu hanya mungkin jika Komnas Ham mampu bekerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah lainnya, demikian juga Lembaga-lembaga masyarakat. Komnas Ham perlu bekerja sama secara harmonis dengan lembaga pemerintah, termasuk kepolisian. Demikian juga dengan lembaga-lembaga Ham lain seperti Komnas Perempuan dan Komnas Anak. Lembaga swadaya masyarakat, pengadilan, Dewan Perwakilan Rakyat, Media Massa, dan organisasi-organisasi profesi, organisasi keagamaan dan kalangan akademis, secara khusus pusat kajian yang ada pada lembaga pendidikan tinggi di Indonesia. 

Apabila Komnas ham mampu bekerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah, dan juga Lembaga-lembaga masyarakat, maka Komnas Ham akan dapat memaksimalkan peluang sebesar-besarnya bagi pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia

Komnas Ham dapat menjadi lembaga pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang utama di Indonesia dengan  mendapatkan  dukungan semua pihak. Kita tentu setuju bahwa mereka yang berada di Komnas Ham perlu memiliki standar tertentu, dan standar itu perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan pemenuhan tanggung jawab komnas Ham.

Harapan masyarakat agar Komnas Ham dapat menjadi institusi utama untuk pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia bisa menjadi dorongan bagi Komnas Ham bahwa peluang Komnas untuk pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia menjadi harapan individu dan masyarakat Indonesia. 


Dr. Binsar Antoni Hutabarat

https://www.binsarhutabarat.com/2022/02/tantangan-dan-peluang-komisi-nasional-ham.html

Sunday, February 27, 2022

Tes Wawasan Kebangsaan Perlu Di Kaji

 




Tes Wawasan Kebangsaan Perlu Di Kaji 

Wajar saja jika Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) jadi perbincangan luas. Isu yang mencuat adalah bahwa tes TWK itu sengaja diberikan untuk menjerat puluhan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tak lolos menjadi ASN.

 

Materi Test

Menurut Badan Kepegawaian Negara (BKN) TWK adalah materi yang bertujuan untuk menguji seberapa baik wawasan kebangsaan dan pengetahuan calon ASN tentang Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, Nasionlisme, Bahasa Indonesia, dan Wawasan pilar negara.

 

Lebih lanjut dijelaskan bahwa  Uji kemampuan ini dilakukan karena salah satu fungsi aparatur sipil negara (ASN) sebagai perekat NKRI, penjamin kesatuan dan persatuan bangsa. Dijelaskan juga tes wawasan kebangsaan adalah seperti bagaimana seorang mengamalkan sila pertama Pancasila dalam kehidupan beragama di lingkungan tempat tinggalnya.

 

Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami, jika test tersebut bertujuan untuk mengukur pemahaman rata-rata calon ASN, dan kemudian KPK berencana meningkatkan pemahaman pegawai KPK tentang wawasan kebangsaan mungkin hal itu dapat diterima.

Persoalannya, tes tersebut jadi alat untuk menilai seseorang itu berwawasan kebangsaan atau tidak. Para pakar tes tentu memahami, siapa yang menentukan bahwa butir tes tersebut bisa jadi indikator bahwa seorang itu berwawasan kebangsaan?


 Pengukuran Mental

Pengukuran mental, sebenarnya tak pernah menjadi alat untuk menghakimi, tetapi jadi alat untuk merencanakan pembinaan. 

Jadi, sangat beralasan jika tes itu dicurigai untuk mendepak pegawai KPK yang tidak disukai, apalagi yang melakukannya adalah pimpinan KPK. Mestinya itu dilakukan oleh badan independen. Dan sekali lagi itu juga bukan alat menghakimi.

 Jawaban Tunggal

 Mengamati butir pertanyaan yang diberikan dalam tes TWK kita tentu terperangah, kenapa test itu memiliki jawaban tunggal, dan orang yang tidak mengisi sesuai jawaban pembuat tes dianggap tidak berwawasan kebangsaan.

 

Pembuat tes juga perlu menyadari bahwa tes model skala Likert itu untuk mengukur sikap, dan tidak boleh tes yang diberikan itu ketika diisi peserta menimbulkan rasa bersalah. Kalau sampai terjadi maka hasil tes tentu tidak valid.

 

Apabila kita perhatikan butir pertanyaan TWK, maka sebenarnya tidak boleh ada jawaban tunggal dari pertanyaan tersebut. Jika ada yang menentukan jawaban tunggal kita akan bertanya, siapa yang memberikan jawaban tunggal?

 

 Kecurigaan bahwa Tes Wawasan Kebangsaan merupakan warisan Orde Baru wajar saja, karena tes itu sebenarnya mirip dengan kerja Orde Baru, dimana pemerintah memiliki hak sebagai penafsir tunggal dari Pancasila.

 

Menurut saya tes ini perlu dikaji ulang, karena bagi pakar-pakar tes dengan memerhatikan butir-butir tes TWK, jelas tes itu perlu dipertanyakan.

 

Apalagi melansir berita media, bahwa keinginan tes lebih banyak dari kehendak Pimpinan KPK melalui peraturan komisi sehingga dapat dipahami siapa yang menjadi penafsir tunggal dari tes yang dianggap dapat mengukur wawasan kebangsaan seseorang.  

 

Berikut daftar pertanyaan tersebut.

1. Saya memiliki masa depan yang suram.

2. Saya hidup untuk menebus dosa-dosa masa lalu.
3. Semua orang China sama saja.

4.Semua orang Jepang kejam.

5. UU ITE mengancam kebebasan berpendapat.

6. Agama adalah hasil pemikiran manusia.

7.  Alam semesta adalah ciptaan Tuhan.

8.Nurdin M Top, Imam Samudra, Amrozi melakukan jihad.

9. Budaya barat merusak moral orang Indonesia.

10.Kulit berwarna tidak pantas menjadi atasan kulit putih.

11.Saya mempercayai hal ghaib dan mengamalkan ajarannya tanpa bertanya-tanya lagi.

12. Saya akan pindah negara jika kondisi negara kritis.

13. Penista agama harus dihukum mati.

14. Saya ingin pindah negara untuk kesejahteraan.

15. Jika boleh memilih, saya ingin lahir di negara lain.

16. Saya bangga menjadi warga negara Indonesia.

17. Demokrasi dan agama harus dipisahkan.

18. Hak kaum homoseks harus tetap dipenuhi.

19. Kaum homoseks harus diberikan hukuman badan.

20. Perlakuan kepada narapidana kurang keras. Harus ditambahkan hukuman badan.

 

Soal esai 1. OPM 2. DI/TII 3. PKI 4. HTI 5. FPI. 6. Rizieq Shihab 7. Narkoba 8. Kebijakan pemerintah 9. LGBT 

Tepat apa yang dikatakan Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang  "Kalau tidak lulus tes COVID itu dibuktikan dengan bukti lab dengan metode tes yang diterima secara ilmiah, hasilnya disampaikan ke pasien. Tidak lulus tes masuk ASN juga analoginya sama harus ada tabulasi tiap orang mengapa seseorang tidak lulus di lembaga yang dia sudah bekerja tahunan yang KPI (Key Performance Indicator)-nya sudah terbukti," ucap Saut.

 

Lebih lanjut, Saud menjelaskan seharusnya tujuan dari proses alih status tersebut adalah memilih pegawai yang mampu membangun kinerja, dedikasi, kompetensi, dan integritas dalam pemberantasan korupsi. Pegawai yang telah bekerja dalam upaya pemberantasan korupsi tidak perlu diragukan lagi integritasnya. 

 

Artinya pegawai KPK hanya bisa dikatakan tidak berwawasan kebangsaan, jika memang terdapat kasus-kasus pelanggaran hukum, pelanggaran kode etik, dan tindakan kriminal. Itulah yang bisa jadi alat ukur bahwa seseorang itu tidak berwawasan kebangsaan.

 

Sedangkan tes wawasan kebangsaan itu hanya berguna untuk merencanakan bagaimana meningkatkan wawasan kebangsaan pegawai KPK, dan bukan jadi alat menghakimi.



https://www.binsarhutabarat.com/2021/05/tes-wawasan-kebangsaan-perlu-di-kaji-ulang.html




Saturday, February 26, 2022

Toleransi di Kampung Sawah Jadi Teladan





Toleransi di Kampung Sawah Jadi Teladan 


GPPS Talitakum Kampung Sawah memiliki hubungan dengan lingkungan yang baik.


Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS)  Talitakum Bekasi sejak 1965 merupakan pos dari Gereja Pantekosta Cawang. Karena jemaat yang berdomisili di Bekasi banyak yang sudah berusia tua, mereka tidak kuat lagi pergi ke Cawang untuk ibadah. Akhirnya mereka pun minta ijin majelis gereja untuk melaksanakan ibadah di Bekasi. Pdt. Samuel Lemuhut sendiri baru masuk pada 1965.

Kemudian tahun 1976 dibangunlah gereja yang di depan itu. Itu dibangun atas swadaya jemaat dan juga bantuan dari gereja lain.  GKI ikut membantu, maka berdiri gereja seperti sekarang ini.

Selama itu tidak ada konflik dengan warga sekitar. Pada awal berdirinya gereja, pendetanya sangat dihormati masyarakat, karena dia juga seorang guru. Jadi tidak ada masalah dengan warga. Di tahun 1968 – 1969 misalnya, ketika Samuel Lemuhut baru tiba di kampong itu, suasana kerukunan antarmasyarakat sangat bagus.  Kalau hari Lebaran, warga datang mengantarkan makanan ke rumah Samuel Lemuhut. Sebaliknya kalau Natal, keluarga Samuel membagi-bagikan makanan ke warga.


Tetapi situasi yang sangat bagus itu mulai berhenti saat ada orang diundang  berkhotbah di masjid. Orang itu dalam khotbah mengatakan bahwa makanan dari orang Kristen itu haram. Maka sejak itu warga menolak makanan yang diberikan oleh orang-orang Kristen. Yang saling memberi makanan hanyalah warga berbeda agama yang masih punya hubungan keluarga.

“Ceramah dari pendatang itu membuat semua orang menjadi antipati terhadap masyarakat Kristen,” kata Samuel Lemuhut. Namun untunglah pemuka agama (haji) di sana masih banyak yang berpikiran moderat. Dengan mereka Samuel sering menjalin dialog. Dalam arisan pun Samuel kerap berbincang dengan ustadz-ustadz setempat. Dan tidak ada masalah. Yang dikhawatirkan Samuel justru ustadz-ustadz yang datang dari luar memberikan ceramah.

Gereja sering membagikan sembako bekerja sama dengan lembaga lain, seperti GKI. Tetapi waktu diadakan acara bagi sembako di gereja beberapa waktu lalu, warga yang datang hanya sekitar 60%. Kabarnya ada penduduk yang merasa “ngeri” kalau ke gereja mengambil sembako. Maka panitia berpikir agar suatu saat nanti menyelenggarakan acara bagi sembako jangan di gereja, tetapi di kelurahan atau RW. Sewaktu acara pengobatan gratis, banyak juga warga yang datang.

“Jadi dengan masyarakat sini cukup baik, kondusif. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Hanya kalau ada orang yang melambung kemari, ini yang kita khawatirkan,” kata Samuel Lemuhut. Dan Lurah dan RW pun selalu mengatakan siap menjaga bila ada orang dari luar yang mencoba mengganggu gereja. Tetapi lurah itu kebetulan masih ada hubungan saudara dengan Samuel Lemuhut.

Memang ada keinginan untuk mengurus surat ijin gereja. Namun karena situasi aman-aman saja, pihak gereja pun masih berpikir-pikir juga. “Sebab untuk mengurus surat ijin itu kan perlu uang. Duitnya dari mana? Jadi selama aman-aman, kita berdiam dulu. Tapi saya sudah mulai mengumpulkan KTP, KTP jemaat, kita mau cek berapa orang. Kalau nanti dari pemerintah bertanya sudah sampai mana kegiatannya, saya sudah memulai,” kata Pdt Samuel Lemuhut.


Menurut Samuel, pihaknya belum bergabung dengan FKUB, tetapi sudah bergabung dengan Badan Kerja Sama Antar Gereja se-kecamatan. Ada beberapa gereja yang bergabung di sana. Dan setiap bulan pengurus gereja-gereja itu berkumpul. Dengan pemerintah GPPS pun  dekat. Tahun kemarin (2010), GPPS mengadakan acara buka puasa bersama. Camat dan tokoh-tokoh masyarakat diundang. Direncanakan ini menjadi agenda setiap bulan puasa.

Selain hubungan dengan pemerintah dan masyarakat cukup bagus, soal persyaratan ijin lingkungan, pun kelihatannya tidak akan jadi masalah. Pasalnya di lingkungan itu ada banyak warga Kristen, seperti di Rt 1 dan Rt 3. Jadi untuk mendapatkan sekitar 60 – 90 tanda tangan tidak terlalu masalah. Jadi, Perber bukan merupakan halangan bagi GPPS. Sekalipun demikian, Pdt Samuel Lemuhut berpendapat kalau Perber itu harus direvisi. Perber seolah-olah membatasi orang. Sebab  UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang diberi kebebasan beribadah dan memeluk agama dan beribadah menurut agamanya masing-masing. sementara aturan-aturan dalam Perber banyak yang bertentantan dengan UUD 1945 yang merupakan peraturan pokok.  Samuel juga mempertanyakan kenapa pemerintah daerah ikut-ikutan mengurus agama, sebab itu kan urusan pemerintah pusat. “Menurut saya, kita kembali ke pokok UUD 1945. Kalau itu kan mudah, sudah tidak ada masalah,” katanya.



 Kerukunan pun  tidak perlu diatur-atur. Kerukunan itu kan sudah otomatis. Apalagi dalam ajaran agama Kristen dikatakan: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. Jadi kita tidak memandang apakah dia Islam apakah dia Kristen. Sesama manusia kita saling mengasihi.

Labih bagus kalau UU Kerukunan diganti menjadi UU Kebebasan Beragama. Masyarakat tahu kalau beribadah itu adalah hak. Agama itu tidak bisa dipaksakan kepada orang lain, karena ini urusan pribadi kita dengan Tuhan. Mendirikan rumah ibadah jangan lebih sulit daripada mendirikan rumah pribadi. Gereja adalah tempat membina jemaat, membina manusia, ikut membangun karakter bangsa.

Tapi di atas semua itu, gereja di mana pun harus membangun hubungan baik dengan masyarakat sekitar.  Kalau hubungan sudah baik dalam masyarakat, bila ada gangguan dari luar, semua masyarakat akan menghadapi bersama-sama.

Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik

  Pilkada Jakarta: Nasionalis Vs Islam Politik Pernyataan Suswono, Janda kaya tolong nikahi pemuda yang nganggur, dan lebih lanjut dikat...