Tantangan dan Peluang Komisi Nasional
Dr. Binsar Antoni Hutabarat
Calon Anggota Komnas HAM Periode 2022 - 2027
No Pendaftaran : #KH-00985
Tantangan dan Peluang Komisi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia: Suatu Pemikiran Kritis
Tantangan dan peluang Komisi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) pada masa depan, secara khusus pada kepemimpinan Komnas Ham 2022-2027 perlu diposisikan secara tepat agar mereka yang menduduki posisi itu dapat bekerja lebih baik dari pengurus sebelumnya. Kita tentu paham bahwa tantangan yang dihadapi anggota Komnas Ham pada masa depan tentu saja akan jauh lebih sulit dibandingkan tantangan pada masa sebelumnya. Apabila mereka yang terpilih sebagai anggota Komnas Ham mampu memosisikan tantangan dan peluang yang akan dihadapi Komnas Ham secara tepat, maka Komnas Ham periode yang akan datang itu akan dapat memanfaatkan peluang sebesar-besarnya untuk pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia.
Pemikiran Kritis terkait Tantangan dan Peluang Komnas Ham dalam makalah ini akan menggunakan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threat), atau analisis kekuatan, kelemahan, untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya dan secara bersamaan menekan tantangan yang akan datang. Pemikiran kritis terkait tantangan dan peluang komnas juga akan menyertakan analisis lingkungan atau konteks Indonesia yang beragam, karena sebuah aternatif solutif penyelesaian perkara Ham pada pada tempat tertentu tidak bisa diterapkan pada segala konteks. Itulah sebabnya tulisan ini dapat dikelompokkan pada sebuah pemikiran kritis yang memuat kondisi saat ini dengan membandingkannya pada kondisi yang diharapkan.
Kekuatan dan Kelemahan Komnas Ham.
Kekuatan.
Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia, artinya semua manusia memiliki hak asasi itu dan hak-hak itu tidak tertanggalkan dalam diri manusia. Dapat dipahami bahwa semua manusia yang memiliki hak-hak yang melekat dalam diri manusia itu membutuhkan proteksi terhadap hak-hak asasi itu. Kesadaran akan hak-hak asasi pada masyarakat dunia dikumandangkan dalam Deklarasi Piagam Universal Ham (DUHAM). Penerimaan terhadap deklarasi universal Ham itu menyadarkan semua bangsa di dunia perlunya pemerintah bangsa-bangsa mengusahakan pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia. Seiring dengan hal itu hadirlah konvensi-konvensi terkait hak-hak azasi manusia yang bersifat mengikat.
Deklarasi Universal Ham yang dijadikan sebagai pedoman bagi pelaksanaan Ham dalam dunia internasional dibangun di atas dasar pemahaman bahwa Ham adalah hak yang dimiliki oleh manusia dan hak-hak itu melekat pada manusia yang dianugerahi Sang Pencipta. Tidak seorangpun manusia berhak mencabut hak-hak itu dalam dir manusia lainnya, karena Ham tersebut dimiliki oleh manusia karena terlahir sebagai manusia. Keyakinan akan Ham itu secara eksplisit dituangkan dalam mukadimah Deklarasi Universal HAM yang berbunyi demikian, “bahwa pengakuan atas martabat alamiah serta atas hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari seluruh anggota umat manusia merupakan landasan bagi kebebasan, keadilan dan perdamaian didunia.” HAM bersifat universal, artinya tidak ada seorangpun yang tidak membutuhkan perlindungan HAM. Deklarasi universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) itu kemudian menjadi dasar bagi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, serta Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) telah disahkan oleh lebih dari 100 negara di dunia. Di Indonesia, pengesahannya di tuangkan melalui Undang-Undang No. 12 tahun 2005. Terkait dengan pelaksanaannya, Kovenan itu diawasi oleh Komite Hak Asasi Manusia. Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya(International Covenant on Economic, Social dan Cultural Rights). Di Indonesia pengesahan Kovenan itu dituangkan melalui UU No. 11 tahun 2005.
Demikian juga dengan Konvensi Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide) yang mulai berlaku pada Januari 1951. Melalui UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Indonesia menetapkan genosida sebagai salah satu pelanggaran HAM berat. Konvensi itu juga menetapkan Genosida sebagai kejahatan internasional dan menetapkan perlunya kerjasama internasional untuk mencegah dan menghapuskan kejahatan genosida.
Instrumen Ham lain yang mengikat terdapat dalam Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusia dan Merendahkan Martabat Manusia. Konvensi menentang penyiksaan itu mulai berlaku sejak Januari 1987. Indonesia mensahkan Konvensi ini melalui UU No. 5 tahun 1998.
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi Rasial(International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination) berlaku sejak Januari 1969 dan disah oleh Indonesia melalui UU No. 29 tahun 1999. Pada UU itu terdapat larangan terhadap segala bentuk diskriminasi rasial dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial itu juga menjamin hak setiap orang untuk diperlakukan sama di depan hukum tanpa membedakan ras, warna kulit, asal usul dan suku bangsa.
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan(Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women) berlaku sejak September 1981 dan dirafikasi oleh Indonesia melalui UU No. 7 tahun 1984. Konvensi itu telah menjadi instrumen internasional yang menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan sipil. Konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan itu mewajibkan negara untuk mengupayakan cara yang tepat untuk menjalankan suatu kebijakan yang menghapus diskriminasi terhadap perempuan serta memberikan kesempatan kepada mereka untuk mendapatkan Ham dan kebebasan dasar berdasarkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dalam pelaksanaannya, Konvensi ini juga mengatur mengenai pembentukan Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW).
Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) mulai berlaku sejak September 1990 dan disahkan oleh Indonesia melalui Keppres No. 36 tahun 1990. Dalam Konvensi ini negara harus menghormati dan menjamin hak bagi setiap anak tanpa diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lainnya, kewarganegaraan, asal usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kecacatan, kelahiran atau status lain. Negara harus mengambil langkah-langkah yang layak untuk memastikan bahwa anak dilindungi dari segala bentuk diskriminasi atau hukuman yang didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang disampaikan, atau kepercayaan orang tua anak, walinya yang sah, atau anggota keluarganya. Konvensi ini membentuk Komite Hak Anak (CRC) untuk mengawasi pelaksanaan isi Konvensi.
Kekuatan lain dari Komnas Ham dalam pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia juga mendapatkan dukungan dari instrumen yang bersifat tidak mengikat. Instrumen yang tidak mengikat itu penting bagi komnas ham untuk menjalankan tugasnya. Instrumen itu antara lain adalah Pedoman Berperilaku bagi Penegak Hukum (Code of Conduct for Law Enforcement Officials). Demikian juga dengan Prinsip-Prinsip Dasar Mengenai Penggunaan Kekerasan dan Senjata Api(Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials), serta Deklarasi Mengenai Penghilangan Paksa (Declaration on the Protection of All Persons from Enforced Disappearance), juga Deklarasi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Declaration on the Elimination of Violence against Women), serta eklarasi mengenai Pembela Ham (Declaration on Human Rights Defender). Deklarasi ini diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1998. Deklarasi Pembela HAM memberikan perlindungan bagi para pembela HAM dalam melakukan kegiatan mereka.
Melihat banyaknya instrumen Ham yang tersedia baik yang mengikat maupun yang bersifat tidak mengikat dapat dipahami bahwa Komnas Ham mempunya cukup kekuatan untuk melaksanakan pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia.
Kelemahan.
Tuntutan masyarakat secara khusus terkait penyelesaian Ham berat masih merupakan pekerjaan rumah dari Komnas Ham dari masa ke masa. Salah satu persoalan yang membuat penyelesaian Ham berat oleh Komnas Ham adalah kurangnya kerja sama Komnas dengan lembaga-lembaga pemerintah, dan juga Lembaga-lembaga masyarakat yang memperjuangkan Ham. Pengamatan penulis, kurangnya kerja sama dengan lembaga-lembaga pemerintah dan Lembaga masyarakat itu terlihat dalam lemahnya strategi penyelesaian Ham berat.
Komnas Ham perlu melibatkan segenap komponen masyarakat terkait dalam penyelesaian Ham berat, dalam hal ini Komnas harus mampu membangkitkan kesadaran semua pihak bahwa penyelesaian Ham berat bukanlah untuk memecah belah hubungan antarkelompok dan masyarakat, tetapi harus mampu membangkitkan kesadaran bahwa penyelesaian Ham berat itu menjadi tanggung jawab semua individu, kelompok, dan masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Karena membiarkan kejahatan tanpa penyelesaian yang adil, sama saja membuka peluang berulangnya pelanggaran Ham berat.
Tantangan dan Peluang Komisi Nasional Hak-Hak Azasi Manusia: Suatu Pemikiran Kritis
Komnas Ham merespon tantangan masa depan
Tantangan pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia selalu saja hadir dari masa ke masa. Bisa dikatakan, tantangan Komnas Ham tidak pernah sepi dari masa ke masa. Persoalannya adalah bagaimana Komnas Ham dapat menekan tantangan yang ada dengan meningkatkan kapasitas Komnas Ham dan juga menekan kelemahan Komnas Ham, untuk dapat menghadapi tantangan yang ada dan semakin besar pada masa-masa yang akan datang, apalagi pada kondisi dunia yang tertekan berat oleh pandemi covid-19.
Menurut penulis, dengan banyaknya kekuatan terkait instrumen Ham, maka Komnas Ham perlu terus meningkatkan kekuatannya dengan melakukan sosialisasi terkait perlindungan Ham. Kekuatan yang ada melalui instrument Ham itu perlu didorong dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat akan perlunya proteksi Ham mulai dari keluarga, sekolah, dan secara luas dalam kehidupan masyarakat. Tindakan pencegahan itu akan menekan tantangan-tantangan yang mungkin akan timbul dari masyarakat.
Polemik tentang perlunya proteksi Ham perlu diminimalisir dengan meningkatkan kesadaran masyarakat terkait kebutuhan proteksi Ham itu. Komnas Ham perlu kritis dengan pelanggaran ham yang berlindung pada pemenuhan hak individu atau komunitas dengan mengancam kehidupan individu atau kelompok yang berbeda. Sosialisasi instrumen Ham melalui kerjasama dengan lembaga pendidikan perlu digiatakan. Profil Pelajar Pancasila yang menjadi capaian pembelajaran pendidikan dasar dan menengah perlu diselaraskan dengan perjuangan Komnas Ham, yaitu menghadirkan pelajar Pancasila yang meninggikan nilai-nilai Ham yang terdapat dalam tiap-tiap butir dari sila-sila dalam Pancasila.
Kemajemukan masyarakat Indonesia tidak selalu diarahkan sebagai modal dasar pembangunan Indonesia, tapi tidak jarang menjadi beban berat bagi bangsa Indonesia. Munculnya berbagai masalah yang sumbernya berbau kemajemukan, merupakan indikator bahwa kemajemukan tidak dengan sendirinya mempromosikan perdamaian. Kemunduran atas rasa dan semangat kebersamaan yang sudah dibangun bisa berbalik arah menuju kearah intoleransi yang makin menebal. Kenyataan ini ditandai dengan meningkatnya rasa curiga antar kelompok masyarakat . Hegemoni mayoritas dan minoritas jika tidak diselesaikan secara bijak bisa mengakibatkan merosotnya integrasi bangsa yang merupakan benteng yang kuat dalam menghadapi tantangan terhadap pemajuan ham di Indonesia.
Peluang Komnas Ham bagi pemajuan Ham di Indonesia
Komnas Ham adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia. Komnas Ham bertujuan :Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Komnas Ham adalah sebuah lembaga yang diharapkan menjadi lembaga utama pemajuan Ham di Indonesia, dan itu hanya mungkin jika Komnas Ham mampu bekerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah lainnya, demikian juga Lembaga-lembaga masyarakat. Komnas Ham perlu bekerja sama secara harmonis dengan lembaga pemerintah, termasuk kepolisian. Demikian juga dengan lembaga-lembaga Ham lain seperti Komnas Perempuan dan Komnas Anak. Lembaga swadaya masyarakat, pengadilan, Dewan Perwakilan Rakyat, Media Massa, dan organisasi-organisasi profesi, organisasi keagamaan dan kalangan akademis, secara khusus pusat kajian yang ada pada lembaga pendidikan tinggi di Indonesia.
Apabila Komnas ham mampu bekerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah, dan juga Lembaga-lembaga masyarakat, maka Komnas Ham akan dapat memaksimalkan peluang sebesar-besarnya bagi pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia
Komnas Ham dapat menjadi lembaga pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia yang utama di Indonesia dengan mendapatkan dukungan semua pihak. Kita tentu setuju bahwa mereka yang berada di Komnas Ham perlu memiliki standar tertentu, dan standar itu perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan pemenuhan tanggung jawab komnas Ham.
Harapan masyarakat agar Komnas Ham dapat menjadi institusi utama untuk pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia bisa menjadi dorongan bagi Komnas Ham bahwa peluang Komnas untuk pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia menjadi harapan individu dan masyarakat Indonesia.
Dr. Binsar Antoni Hutabarat
https://www.binsarhutabarat.com/2022/02/tantangan-dan-peluang-komisi-nasional-ham.html