Pocast Rukun Beragama

Video

Tuesday, January 30, 2024

Kebangkitan Kristus





Setia Memberitakan Kebenaran 

Renungkan, Matius 28:1-20, Matius 27:64-65

Lebih mudah menyebarkan kabar bohong atau kabar yang menyesatkan dibandingkan menyebarkan kabar yang benar. Meski kabar bohong akan tetap ada dalam dunia ini, tetapi suara kebenaran yang disampaikan melalui hidup yang benar akan mampu membongkar segala kebohongan. Karena itu, tetaplah setia memberitakan kebenaran.

Kebangkita Kristus

Umat Kristen mengakui kebangkitan Kristus adalah fakta, murid-murid Yesus menjadi saksi kebangkitan Kristus. Bukan itu saja, karena imam-imam kepala kuatir murid-murid Yesus akan mencuri mayat Yesus dan kemudian mengabarkan kabar bohong bahwa Yesus telah bangkit, maka mereka menyiapkan pengawalan ketat atas kubur Yesus. Ada sepasukan tentara yang menjaga kubur Yesus, dan ada batu besar yang menutupi kubur Yesus, sehingga dua perempuan yang ingin mengunjungi kubur Yesus tidak mungkin menggulingkan batu besar yang menutup kubur Yesus untuk mencuri mayat Yesus, demikian juga dengan murid-murid Yesus.

Ketika Maria Magdalena da  maria yang lain mengunjungi kubur Yesus menjelang menyingsingnya pajar pada hari perta minggu itu, “Maka terjadilah gempa bumi yang hebat sebab seorang malaikat Tuhan turun dari langit dan datang ke batu itu dan menggulingkannya lalu duduk  di atasnya. Wajahnya bagaikan kilat dan pakaianya putih bagaikan salju. Dan penjaga-penjaga itu gentar ketakutan dan menjadi seperti orang-orang mati.”  Peristiwa itu melaporkan bahwa dua orang perempuan dan para penjaga kubur Yesus merupakan saksi kebangkitan Yesus. Itulah sebabnya umat Kristen percaya bahwa kebangkitan Yesus adalah fakta atau berita yang benar.

Memperingati Paskah

Para imam kepala yang memimpin penyaliban Yesus sebaliknya menciptakan kabar bohong. Dengan memberi uang suap kepada tentara romawi yang menjaga kubur, imam kepala memerintahkan mereka untuk memberitakan kabar bohong, “Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kami sedang Tidur” kabar bohong itu tersiar dengan cepat diantara orang Yahudi pada waktu itu, bahkan cerita itu menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Kabar bohong tentang murid-murid yang mencuri mayat Yesus tersebar dengan cepat meski tanpa bukti, sebaliknya kabar benar mengenai kabangkitan Yesus masih berkutat disekitar murid-murid Yesus. Perintah untuk mengabarkan peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus masih menunggu sampai Tuhan sendiri memperlengkapi murid-murid dengan kuasa Roh Kudus untuk memberitakan kematian dan kebangkitan Yesus.

Menariknya, Yesus menekankan murid-murid untuk menjadikan semua bangsa murid Tuhan bukan sekadar memberitakan kabar benar untuk melawan kabar bohong yang sudah lebih dulu tersebar. Memberitakan kabar benar tidak menjamin akan melenyapkan kabar bohong, karena kabar bohong akan tetap ada sampai akhir dunia ini. Tapi orang-orang yang hidup dalam kebenaran dapat membongkar topeng kebohongan dan memberikan kesempatan untuk setiap orang mengikuti kabar benar.

Paskah adalah peristiwa penting, umat Kristen mendapatkan kemampuan hidup benar dalam kebergantungan dengan kuasa kebangkitan Kristus. Kuasa kebangkitan Kristus itu memampukan umat Kristen hidup benar dan memuliakan Tuhan.

Kabar bohong akan terus ada, tapi kuasa kebangkitan Kristus yang memampukan umat Kristen hidup benar mesti menjadi motivasi untuk terus memberitakan kebenaran. Bisa jadi kita akan mengalami seperti apa yang Yesus katakan, Apakah dengan memberitakan kebenaran aku menjadi musuhmu? 


https://www.binsarinstitute.id/2022/03/setia-memberitakan-kebenaran.html

Visi Keilmuan PTKKI

 



Visi Keilmuan Pendidika Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia (PTKKI )

Salah satu persoalan mengapa Sekolah Tinggi Teologi/Pendidikan Tinggi Keagamaan Kristen di Indonesia tidak memiliki jati diri yang jelas atau tidak mampu menjadi agen pengembangan ilmu teologi Kristen atau Rumpun ilmu agama Kristen  adalah masih belum jelasnya Visi keilmuan program pada institusi  PTKKI. 

Visi Keilmuan atau pengembangan keilmuan merupakan hal yang sangat penting, perumusan Rencana Induk Pengembangan Ilmu Pengetahuan itu seharusnya mendasari Rencana Induk Pengembangan Pembangunan sebuah PTKKI.

Lebih parah lagi, karena tidak mampunya banyak PTKKI membuat rencana induk pengembangan ilmu pengetahuan, maka Road Map Pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat dengan sendirinya tak ada landasan bagi Rencana pengembangan Pendidikan dan pengajaran, demikian juga rencana pengembangan Penelitian dan pengabdian masyarakat, apalagi integrasi antara ketiganya.

Bagaimana mungkin PTKKII mampu mengintegrasikan Pendidikan dan pengajaran, Penelitian dan pengabdian mesyarakat jika tidak memiliki Rencana Induk Pengembangan Ilmu Pengetahuan? 

Itulah sebabnya Pada umumnya PTKKI di Indonesia untuk memenuhi standar minimum DIKTI merasa kepayahan, bahkan banyak keluhan terhadap 9 Standar Dikti yang menjadi acuan akreditasi saat ini.

Saya terheran-heran Ketika beberapa perkumpulan PTKKI menggelar pelaksanaan AUDIT MUTU INTERNAL (AMI) sebagai persiapan untuk memenuhi tuntutan akreditasi. Kenapa saya heran? Banyak mereka yang mengikuti AMI itu tidak paham dokumen mutu. Pertanyaan saya kemudian apa yang akan di audit para lulusan AMI itu?

Keheranan saya terbukti Ketika mereka yang lulus AMI dengan sertifikat Auditor itu ternyata tidak memiliki kontribusi bagi peningkatan sebuah PTKKI.

Sebelum AMI para dosen PTKKI juga banyak yang mencoba meyusun Dokumen Mutu. Banyak diantara mereka yang belajar itu tidak peduli dengan kebijakan terkait dengan SPMI, akibatnya adalah dokumen mutu yang ada di PTKKI hanya sebuah dokumen yang jauh dari pemahaman. Apalagi Ketika penyusun Dokumen mutu itu tak memahami kurikulum mengacu KKNI.

Hal lain yang menarik adalah bagaimana sebuah institusi Pendidikan Menyusun dokumen mutu, sedang mereka tidak memiliki Rencana Induk Pengembangan Ilmu Pengetahuan? 

Sebuah Institusi Pendidikan sejatinya memiliki identitas yang dituangkan dalam STATUTA. Berdasarkan STATUTA itulah Pendidikan itu bukan hanya perlu membuat rencana induk pengembangan bangunan kampus, tetapi juga pengembangan ilmu pengetahuan dari bidang ilmu yang ad di institusi itu.

Pengembangan Kampus perlu mengacu pada pengembangan ilmu pengetahuan, itulah sebabnya pengembangan ilmu pengetahuan yang didasarkan visi keilmuan itu perlu disusun secara tepat. Dengan adanya Rencana Induk Pengembangan Ilmu Pengetahuan itulah maka PTKKI dapat menetapkan kebijakan akademik, standar akademik, peraturan akademik, serta pedoman akademik. Dokumen-dokumen itu perlu ada untuk Menyusun Dokumen Mutu .

Kegagalan PTKKI Menyusun dokumen Pendidikan di atas membuat PTKKI tak mampu memenuhi tuntutan Akreditasi. Apalag sebelum akreditasi 9 Standar itu PTKKI merasa nyaman, karena dengan memasukkan dokumen akreditasi, dan lolos AK (Asesment Kecukupan)  apalagi kemudian dinyatakan akan ada AL (Assestment Lapangan) dan sudah pasti terakreditasi. Akibatnya banyak tersiar kabar penjualan Ijazah dari PTKKI yang terakreditasi namun tidak bermutu.

Tidak jelasnya Visi keilmuan PTKKI membuat PTKKI sulit lolos akreditasi standar 9. Mungkin karena tidak jelasnya Visi keilmuan PTKKI, maka Lembaga Akreditasi Mandiri keagamaan Kristen belum juga hadir di negeri ini. 

Saya pernah mendengar dari seorang Prof. Keagamaan, bahwa LAM Keagamaan telah siap berdiri, tapi hingga saat ini tidak ada kabarnya, bahkan DBK telah meminta pengunduran waktu ke BAN PT agar akreditasi Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen diharapkan tetap ke BAN PT sampai terbentuknya LAM Keagamaan. 

Timbul pertanyaan, ada apa dengan PTKKI? Bagaimana dengan kualitas mutu PTKKI? Bagaiman peran asesor Pendidikan keagamaan Kristen selama bertahun-tahun? Mengapa PTKII gagap dengan Akreditasi menggunakan 9 Standar? 


Dr. Binsar Antoni Hutabarat

https://www.binsarinstitute.id/2022/04/visi-keilmuan-ptkki.html


Agama dan Fanatisme Agama

 “Wajah Ganda Agama Dan Fanatisme Agama ”



 Agama pada satu sisi dapat menjadi agen pembawa damai, namun pada sisi lain juga menampilkan wajah garang yang tampil dalam koflik agama. 

Umat beragama di Indonesia, termasuk umat Kristen perlu mewaspadai fanatisme agama yang dekat dengan radikalisme agama yang kerap menampilkan kekerasan agama.

Radikalisme tidak identik dengan terorisme, namun, upaya preventif agar mereka yang memiliki paham radikal itu  tidak terkooptasi menjadi teroris harus dikerjakan secara bersama.


Dalam terminologi politik, istilah “radikalisme” mengacu pada individu atau gerakan yang memperjuangkan perubahan sosial atau sistem politik secara menyeluruh. 

Radikalisasi dalam beragama muncul di tengah panggung politik secara global.  Kekerasan atas nama agama seringkali muncul dari perbedaan dalam memahami kitab suci dan agama itu sendiri.


Pelaku tindakan kekerasan atas nama agama merasa paling beriman di muka bumi. Karena menganggap diri sebagai makhluk agung di antara manusia, mereka mengangkat dirinya sebagai orang yang paling dekat dengan Tuhan. Karena itu gemar memaksakan kehendaknya seolah-olah menjadi Tuhan atas semua orang.


Kaum radikalisme agama memandang dirinya berhak memonopoli kebenaran, seakan-akan mereka telah menjadi wakil Tuhan yang sah untuk mengatur dunia ini berdasarkan tafsiran monolitik mereka terhadap teks suci. 


Kelompok Radikalisme agama ini kerap  mengumandangkan  penolakannya untuk memberikan proteksi terhadap  kebebasan beragama yang ditetapkan dalam konstitusi negeri ini.


 “sebagian besar orang memang mengakui keberagaman dan perbedaan, namun dengan sikap curiga dan merasa terancam, sehingga tidak terjadi pergaulan yang saling memperkaya.” 


Meningkatnya intoleransi agama tersebut diteguhkan dengan maraknya cluster-cluster yang membelah masyarakat berdasarkan agama. Cluster-cluster masyarakat berdasarkan agama di negeri ini terus meningkat, dan parahnya usaha integrasi antar kelompok itu sebaliknya makin melemah. 


Dampak Fanatisme Agama 


Hubungan antar agama di negeri ini bisa dikatakan sedang bergerak mundur dari hubungan yang bersifat saling memperkaya, creative proexistence, ke level yang lebih rendah yakni hubungan yang sekadar tidak saling mengganggu (live and let live). Bahkan  pada beberapa tempat di negeri ini hubungan antarumatt beragama itu sedemikian buruk yakni sudah pada taraf menampilkan hegemoni agama yang menjurus pada kekerasan agama (live and let die). 


Pertumbuhan sebuah agama kerap diringi dengan pembelengguan kebebasan beragama pada agama-agama yang berbeda. Lahirnya perda-perda bernuansa agama, baik perda syariah maupun raperda Injil meneguhkan hubungan antar agama yang amat memperihatinkan itu.


Masyarakat Indonesia yang mulanya hidup saling memerhatikan dan saling memercayai  bergerak mundur menjadi hubungan yang penuh kecurigaan, dan perasaan terancam. Kondisi terancam itu membuat agama-agama kehilangan kesadaran interdepedensi satu dengan yang lainnya, yang ada hanyalah usaha bagaimana agama-agama itu mempertahankan eksisitensinya tanpa memedulikan akibatnya pada yang lain, atau dengan sengaja menekan pertumbuhan agama yang lain.


Radikalisme dan fanatisme keagamaan yang semakin subur di negeri ini ternyata berdampak buruk terhadap kerukunan antarumat beragama yang lama bersemayam di negeri ini. Deradikalisasi agama menjadi persoalan penting yang harus dikerjakan dengan serius jika memang kita ingin melihat agama-agama di negeri ini terus menebarkan wajah perdamaian.



Mewaspadai Wajah Ganda Agama


 Di satu sisi, secara unik dan inheren agama hadir dengan berbagai sifat eksklusif, partikularis, dan primordial. Namun di sisi lain, pada waktu yang bersamaan, ia kaya dengan identitas yang berelemen inklusif, universalis, transendental. Kedua sisi ini datang silih berganti  secara simultan. Itu sebabnya mengapa agama berpotensi menampakkan wajah kekerasan dan wajah perdamaian.


Karena itu penggambaran agama yang melulu penuh kekerasan dan tidak toleran merupakan gambaran yang tidak lengkap.   Karena banyak gerakan-gerakan religius mutakhir dengan agenda yang sama untuk mendukung keadilan, toleransi, dan perdamaian.


Untuk Indonesia, konflik agama terbilang relatif kecil pada era orde lama maupun orde baru. Pada era tersebut, konflik lebih disebabkan oleh ketidakpuasan sekelompok masyarakat terhadap pemerintah berupa usaha-usaha untuk memisahkan diri dari negara kesatuan RI. 


Namun, pada masa reformasi panggung konflik di Indonesia beralih ke etnis dan agama. 


Jadi konflik agama yang berujung pada kekerasan sesungguhnya bukanlah warisan sejarah Indonesia. Bahkan, posisi agama yang begitu terhormat di negeri ini awalnya telah mempopulerkan Indonesia  sebagai tempat persemaian yang subur bagi agama-agama. Perjalanan sejarah negeri ini menyaksikan bahwa agama bukan sumber masalah, dan kontribusi positif agama-agama sangat dibutuhkan. 



Betapapun universalnya suatu agama dan  betapapun kekalnya doktrin-doktrin agama itu, kepercayaan-kepercayaan ini tidak bisa menjadi prinsip ideologis formal bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi semua warga negara dan masyarakat Indonesia.  


Negara yang  membiarkan agama tertentu menjadi alat penentu untuk memperlakukan para warga negara secara berbeda, sama saja dengan  mengabaikan prinsip-prinsip inklusifitas dan non-diskriminasi yang terdapat di dalam Pancasila. 


Ketika politik mengizinkan dirinya dikooptasi oleh agama, seketika itu juga ia kehilangan fungsinya yang paling luhur, mengayomi dan memperlakukan warganya secara adil, tanpa diskriminasi.


Lahirnya peraturan-peraturan yang bernuansa agama meski dengan alasan demi merukunkan antarumat beragama justru telah membuat kehidupan antarumat beragama menjadi tidak rukun, dan penuh konflik, karena kehadiran undang-undang bernuansa agama tak terbantahkan sarat dengan politisasi agama. 


 Semangat yang menampilkan kekerasan agama sebagaimana dipertontonkan kaum radikalisme keagamaan adalah buah dari cara-cara beragama yang salah tersebut.


Konteks Kristen


Radikalisme agama ada pada semua agama, termasuk dalam kekristenan. Karena itu umat Kristen Indonesia harus mewaspadai hal itu. Khusunya Fanatisme agama yang dekat dengan radikalisme agama.


Fanatisme agama selalu mengandaikan ke-murni-an atau purifikasi agama yang pada kenyataannya mustahil, karena sejarah dan realitas terus bergerak. Golongan fanatisme agama cenderung menganggap dirinya lebih murni atau suci, saleh dan benar sendiri, tanpa dibarengi nalar kritis.

Pebedaan-perbedaan pemahaman kemudian melahirkan fanatisme-fanatisme sektarian dan semakin melembaga.Fanatisme dan ketiadaan pemahaman tentang esensi beragama dan ber-Tuhan  membuat pemeluk agama melihat agama lain dari kacamata kepicikan yang sempit, sehingga cenderung merendahkan agama lain, atautafsiran agama dari kelompok agama yang berbeda dengan mereka.


Kelompok fanatisme agama merupakan segerombolan orang-orang yang berupaya untuk terus memelihara nilai-nilai terdahulu yang mereka anut, menghadirkan monumen masa lalu ke masa sekarang. 

Fanatisme adalah sikap terlampau kuat atau berlebihan menyakini ajaran agama. Akibatnya, sering kali melahirkan tindakan yang anti keberagaman. 

Fanatisme cenderung melahirkan arogansi, menebar kebencian, anti perbedaan, dan dekat dengan kekerasan. “Fanatisme adalah musuh besar kebebasan.” Artinya, dimana fanatisme tumbuh dengan subur, di situ pastilah terjadi pemasungan kebebasan beragama.


Dr. Binsar A. Hutabarat

Kebakaran Hutan California

  https://youtube.com/shorts/qxdaZxgWd6Y?si=czD2F2ba5owlKDBn Awalnya saya tak bisa memahami bagaimana kebakaran Hutan kemud...