Tuesday, October 1, 2024

Debat Katolik Vs Protestan

 



Debat Katolik Vs Protestan

 

Saling serang dogma Katolik dan Protestan via youtube kian marak. Debat saling serang Protestan dan Katolik itu , secara khusus dari komunitas Katolik makin meluas setelah kedatangan Sang pejuang perdamaian, Paus Fransiskus ke Indonesia dan beberapa negara lainnya.

Paus Fransiskus datang dengan menyampaikan salam damai kepada agama-agama yang beragam di Indonesia, dan masyarakat Indonesia dari berbagai agama mengharap kedatangan Paus Fransiskus akan menguatkan toleransi antaragama di Indonesia.

Apalagi ada kata bersama yang mengikat semua agama-agama, yaitu slogan, Perdamaian adalah maha karya keadilan.

Repotnya, debat Katolik dan Protestan sudah ibarat pertarungan di panggung politik. Jika Dogma agama yang berbeda diibaratkan kebijakan berbeda Protestan dan Katolik. Terlihat keduanya berusaha mencarai kelemahan, lawan, mengungkapkan ketidakkonsisitenan dogma, dan kemudian memberikan label sesat pada yang lain.

Sayangnya, apologet Protestan yang merasa terpanggil memberikan hak jawab terhadap serangan kubu Katolik terhadap doktrin Protestan seperti Sola Gratia, Sola Scriptura, dan Sola Fide itu menyebut diri apologet Kristen, tapi bukan pemimpin sinode gereja, sehingga tidak layak mewakili gereja gereja Protestan, apalagi gereja Protestan itu sendiri sangat beragam.

Tampaknya kedua belah pihak Apologet Protestan dan Apologet Katolik merasa sama-sama tidak  merasa bersalah dengan debat yang saling memberikan label sesat itu. Keduakubu itu berujar bahwa mereka sedang membela kebenaran. Kedua kelompok itu merasa menjadi wakil Tuhan, yang berhak menyingkirkan yang lain.

Misi agama yang eksklusif memang telah menjadi persoalan dalam perjumpaan agama-agama, karena agama tertentu merasa berasal dari Tuhan, dan yang lain bukan berasal dari Tuhan.

Dengan semangat merampas yang berdosa kepada jalan Tuhan, mereka merasa tak bersalah meski melakukan dengan cara-cara tidak patut, bahkan kerap menimbulkan perlawanan oleh yang dianggap sesat.

Mereka yang merasa mendapat mandat dari Tuhan untuk menyelamatkan yang tersesat itu membenarkan cara apapun demi mentaati mandat Tuhan.

Mungkin ibarat merampas anak kecil yang berada dipinggir jurang, meski anak itu menangis meraung-raung penyelamat tidak peduli, karena tujuannya hanya satu, yaitu menyelamatkan seseorang dari jurang kebinasaan.

Parahnya lagi jika semangat misi itu berada pada dua kubu yang berbeda dan mengklaim masing-masing mendapatkan mandat dari Tuhan yang benar, maka konflik antar agama itu tidak jarang berujung pada kekerasan.

Negeri ini hampir tak pernah sepi dengan kekerasan yang mengatasnamakan agama, mulai dari pelarangan ibadah di rumah, sampai pada penutupan dan penyegelan rumah ibadah, bahkan lebih parah lagi terjadi penghancuran rumah ibadah.

Pertanyaannya, siapa yang salah dengan kian meluasnya debat Katolik dan Protestan yang tidak produktif itu, tampaknya keduanya akan tetap saling menyalahkan. Tapi, apakah jalan saling menylahkan akan berakhir pada penyelesaian damai?

Agama dan kepercayaan memang tidak bisa dikriminalisasikan, tapi ada undang-undang perjumpaan agama-agama yang berbeda di ruang publik. Semua agama perlu menghargai Pancasila dengan semangat bhineka tunggal ika yang menjiwai konstitusi negeri ini, dan undang-undang dibawahnya.

Menurut saya debat yang tidak produktif antara mereka yang menyebut diri apologet Kristen dan Katolik perlu digantikan dengan dialog damai yang tidak saling mengalahkan.

https://www.binsarinstitute.id/2024/10/debat-katolik-vs-protestan.html 

Monday, September 30, 2024

Debat satu arah Patris Allegro

 


 

Debat satu arah Patris Allegro melukai umat Protestan

 

Setelah saya mengamati video-video Patris Allegro dengan sangat mudah dipahami bahwa Patris Allegro mempromosikan debat satu arah, yaitu melihat Protestan masa kini melalui dogma Katolik dengan membaca perpecahan katolik dari satu arah, yaitu dogma katolik.

Parahnya lagi pembacaan sejarah konflik masa lampau itu dibaca satu arah dengan dogma katolik, dan kemudian melabelkan Protestan sesat. Itulah sebabnya saya mengatakan Patris Allgro telah melukai umat Protestan, mungkin secara tidak sengaja atau karena ketidaktahuannya, dan saya mengusulkan Patris Allgro perlu menghentikan debat satu arahnya yang tidak produktif.

Secara sembarangan Patris Allegro mengibaratkan Protestan agama yang palsu, dan Katolik agama yang benar, itulah sebabnya video-video nya menimbul perbantahan.

Meskipun video-video Patril Allegro menimbulkan perbantahan, Allegro tetap saja menolak debat dengan apologet protestan dengan alasan dogma Katolik sudah final.

 

Beda debat dan dialog yang tidak saling mengalahkan

Debat biasanya kita jumpai dalam pemilihan calon-calon terbaik pimpinan publik, seperti pemilihan Presiden, atau pejabat publik lainnya.

Debat bertujuan memilih calon terbaik yang bisa membuktikan kebijakan yang diusung itu yang terbaik dengan menunjukkan bukti-bukti.

Lawan debat biasanya akan menunjukkan bukti-bukti ketidakkonsisitenan kebijakan lawan dan menunjukan bukti-bukti kekonsistenan kebijakan yang diusung sang calon.

Debat iman yang dipamerkan Patris Allegro jelas menyerang dogma Protestan seperti sola scripura, sola fide, sola Kristus. Dogma Protestan itu dibaca Allegro dengan dogma Katolik, tentu saja tidak ada kesesuaian.

Tujuan Patris Allegro ingin membuktikan dogma Katolik yang diserang aploget Protestan membawanya jatuh pada kesalahan yang sama, misalnya terkait bahasan tentang otoritas Paus, dan Ketidak berdosaan Maria.

Debat satu arah Patris Allegro langsung saja menimbulkan perlawanan balik dari pendukung apologet Protestan.

Meskipun debat itu menolong masyarakat mengetahui perbedaan Katolik dan Protestan, debat itu tidak akan meruntuhkan mereka yang beriman Katolik atau yang beriman Protestan.

Patris Allegro perlu sadar bahwa Debat bisa menimbulkan dampak negative, yaitu menyemaikan bibit intoleransi, apalagi ketika label sesat disematkan pada Katolik atau Protestan.

Debat yang tidak produktif itu telah menghidupkan kembali Konflik masa lampau yang telah selesai, dan sama sekali tidak produktif dalam hubungan antaragama, kepercayaan, aliran dalam negara yang mengakui keberagaman agama dan kepercayaan berdasarkan Pancasila, secara khusus sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

Patris Allegro perlu mempertimbangkan untuk mengambil alternative dialog yang saling tidak mengalahkan. Dan Patris Allegro perlu sadar bahwa Protestan memang beda dengan Katolik, tidak perlu mengibaratkan Protestan agama palsu, Katolik agama yang benar dan final. Patris allegro dalam hal ini telah menempatkan diri sebagai hakim.

Dalih bahwa apa yang diungkapkannya adalah sejarah masa lampau tentu saja tidak tepat, sejarah itu bisa dibaca berbeda dari dua sisi berbeda. Dan pembacaan sejarah yang berbeda itu tidak perlu di klaim ada yang benar dan ada yang salah.

Realitas itu terbatas dipahami dengan dibaca dengan teori. Jika bicara iman, tergantung iman apa yang digunakan. Jika perpecahan katolik dan protestan dibaca dengan dogma Katolik, maka Protestan yang bertentangan dengan dogma Katolik dianggap sesat.

Tapi, jika perpecahan Katolik dibaca dengan Dogma Protestan, maka katolik dianggap sesat. Tapi, Protestan dan katolik saat ini adalah identitas yang berbeda, tentu saja tidak bisa lagi dibaca secara pihak.

Katolik bisa saja mendiskusikan masalah lampau itu untuk saling memahami dan membangun hubungan yang lebih baik antara Protestan dan Katolik. Itulah sebabnya saya menawakan dialog damai antara Katolik dan Protestan yang tidak saling mengalahkan.

 

https://www.binsarinstitute.id/2024/09/debat-satu-arah-patris-allegro.html 

Saturday, September 28, 2024

Protestan vs Katolik

 

 



Debat Protestan Versus Katolik

Debat Protestan versus Katolik tidak perlu saling mengalahkan

Patris Allegro, MYM, Deky Ngadas

 

Debat yang diterbitkan channel youtube antara mereka yang menyebut diri Apologet Reformed seperti MYM, Deky Ngadas, serta Budi Asali, yang mengatasnamakan pribadi bukan sinode gereja, dengan apologet  Katolik baik Patris Allegro, Romo Alfons, dan Romo Katolik lain menunjukkan bahwa debat dengan klaim sebagai individu atau kelompok yang paling benar hanya akan menghasilkan perbantahan yang tak produktif. Apalagi ketika label sesat dilabelkan pada individu atau komunitas yang berbeda.

Tak ada individu, komunitas, aliran atau agama apapun yang dapat menjadi hakim atas yang lain. Meyakini sebuah agama itu benar adalah hak setiap individu, dan komunitas agama, tapi itu bukan pengesahan bahwa individu atau komunitas individidu yangterbatas itu layak menjadi hakim atas sesamanya.

Menjelaskan dan menyaksikan pengalaman iman, atau rumusan dogma komunitas agama, itu juga hak individu dan komunitas agama. Tapi, Keyakinan individu terhadap iman, agama yang diyakininya benar dan eksklusif itu tak perlu dipaksakan pada yang lain. Apalagi dengan melemparkan tuduhan bahwa yang berbeda itu sesat.

Menurut saya Pancasila dengan semangat bhineka tunggal ika nya, telah menempatkan dialog agama secara tepat, yaitu mengakui agama-agama yang beragam dan berbeda di Indonesia itu memiliki kesamaan dihadapan hukum.

Artinya, dialog agama tidak boleh meminggirkan yang lain, dialog agama, atau pun klaim sebagai agama yang benar tak perlu melabelkan yang lain sesat.

Apalagi kita semua tentu setuju, semua agama-agama itu masih sedang dalam perjalanan mengenal Tuhan, dan tidak ada yang memiliki pengetahuan yang sempurna tentang Tuhan, seperti Tuhan mengenal dirinya. Itu juga berarti agama-agama tidak memiliki hak menjadi hakim atas sesamanya.

Istilah 100% Katolik 100% Indonesia menurut saya tepat, artinya umat katolik tidak perlu membawa-bawa konflik masa lampau antara Protestan dan katolik, kedua agama itu diakui keberadaannya di Indonesia, dan tidak perlu melabelkan sesat pada yang lain. Ungkapkan Paus Fransisikus yang tersohor, Perdamaian adalah Maha karya keadilan perlu terus hidup dalam hati umat Katolik dan semua agama-agama di Indonesia.

Identitas Katolik dengan sejarah perkembangannya yang mebedakan dengan Protestan diterima Pancasila, tapi konflik masa lampau antara Katolik dan Protestan tentu perlu disudahi, karena kedua agama itu adalah agama-agama yang dipeluk masyarakat Indonesia, selain agama dan kepercayaan lain. Katolik, Protestan, dan agama-agama lain adalah saudara dalam satu keluarga, yaitu Indonesia sebagai ibu kita bersama.

Saya setuju, Sekalipun agama-agama di dunia ini memiliki perbedaan besar dalam hal ajaran dogma, demikian juga antara Katolik, Protestan, Pentakosta, Kharismatik dll, namun mereka mempunyai banyak kesamaan dalam hal etika dan perilaku hidup. Semua agama memiliki perumusan aturan emas yang mampu memberi dasar bagi kamanusiaan manusia, atau menjadi dasar bersama.

Perbedaan dan persamaan agama-agama itu dalam Pancasila mendapatkan tempatnya dalam semangat bhineka tunggal ika. Meskipun agama-agama itu berbeda, agama-agama itu sama-sama mengakui bersumber dari Tuhan atau sesuatu yang ilahi, Ketuhanan Yang Maha Esa.

Debat Individu yang menyebut diri apologet Protestan dengan katolik perlu digantikan dengan Dialog agama yang didasari semangat bhineka tunggal ika. Yaitu semangat yang  tidak saling mengalahkan.

 Saya setuju Pancasila ibarat nyawa bangsa Indonesia. Tanpa Pancasila dengan semangat bhineka tunggal ikanya, perbedan suku, agama dan kepercayaan negeri ini tidak akan pernah sepi dengan konflik, apalagi ketika konflik masa lalu yang telah selesai itu terus saja dikobarkan.

Mengingat konflik masa lalu boleh saja, karena itu peristiwa sejarah yang tak mungkin dilupakan. Namun mengingat konflik masa lalu mestinya membangun kesadaran bahwa perlunya mawas diri terhadap kemungkinan berulangnya konflik itu pada masa kini dan masa mendatang.

 

https://www.binsarinstitute.id/2024/09/protestan-vs-katolik.html 

NATIONAL QUALIFICATIONS FRAMEWORK

 SINOPSIS DISERTASI POLICY EVALUATION INDONESIAN NATIONAL QUALIFICATIONS FRAMEWORK FIELD HIGHER EDUCATION EVALUASI KEBIJAKAN KERANGKA KUALIF...